“Andai kamu tidak menyembunyikan semua fakta ini, sekarang ini aku tidak mungkin menyakiti banyak orang.” Langit bicara seolah sudah putus asa.Dia tahu kesalahannya fatal, tapi yang paling membuatnya menderita karena banyak hati yang dikorbankan.“Salahkan dirimu sendiri yang terlalu gila mencintai wanita. Siapa yang menyakitimu, tapi siapa pula yang kamu sakiti. Meski kamu melakukannya tanpa perasaan, tapi tetap ada akibatnya, kan.” Steven to the point menyalahkan Langit.“Jika kamu diposisiku, apa kamu bisa menyakiti wanita yang kamu cintai? Meski aku banyak tidur dengan wanita, tapi aku tidak merusak. Mereka datang dalam kondisi sudah tidak utuh,” balas Langit yang tidak mau disalahkan karena Steven seolah ingin memojokkannya.Steven tidak bisa membalas ucapan Langit. Keduanya pun sejenak diam dan menatap Sashi yang sedang bermain di taman. Gadis kecil itu sedang bermain ayunan yang tersedia di taman rumah sakit.“Lupakan masa lalu. Aku memang salah karena menyembunykan semua itu,
“Bagaimana perasaanmu sekarang?” tanya Steven yang malam itu menemani Angelica. Dia memang setiap malam di sana, memastikan Angelica bisa tidur nyenyak serta memastikan wanita itu tidak perlu cemas jika terbangun tak ada siapapun yang menemani.“Buruk,” jawab Angelica dengan senyum getir di wajah pucatnya.Steven menggenggam telapak tangan Angelica begitu erat, merasakan kulit tangan wanita itu yang sangat dingin.“Kamu sudah jujur sekarang, seharusnya kamu merasa sedikit lega karena tidak terus menyimpan rahasia ini,” ujar Steven bicara dengan sangat lembut.“Aku memang jujur. Perasaanku memang tenang. Tapi aku memiliki beban baru, Stev. Aku merasa jadi benalu dengan membawa Sashi kepada mereka. Aku merasa jika sudah menghancurkan kebahagiaan mereka. Kamu tidak lihat tatapan Bintang, aku melihat kesedihan, Stev. Aku bersalah, aku merasa begitu jahat.”Angelica bicara sambil menitikkan air mata. Semua keputusan yang disangka terbaik, ternyata malah membawa masalah lain.“Angel. Apa ya
Langit duduk di bangku yang terdapat di taman apartemen. Untung saja di Paris sedang musim semi, sehingga udara tidak sedingin saat musim dingin.Dia menghela napas berulang kali, mencoba mengontrol emosi yang benar-benar menumpuk tapi tidak bisa diluapkan. Langit mendongak, melihat langit yang bertabur bintang. Dulu dia selalu takut menatap ke atas ketika malam, takut melihat bintang yang akan mengingatkannya pada gadis pujaan hati.“Saat aku bisa menjangkaumu, kenapa masih ada rasa takut yang menumpuk di hati?”Embusan angin menerpa begitu cepat, dinginnya begitu menusuk menembus kulit hingga ke tulang. Langit tidak berani masuk ke apartemen, takut jika keberadaannya di sana memicu pertengkaran yang akan membuat penyakit Bintang kambuh.Langit memejamkan mata. Hingga tangan merogoh ke saku celana saat terdengar suara ponselnya berdering. Dia menatap nama yang terpampang di sana, lantas menjawab panggilan itu.“Halo.” Langit menjawab dengan suara lesu. Hingga dia menegakkan badan.“A
Langit, Bintang, dan Sashi sampai di Indonesia saat sore hari. Baik Langit maupun Bintang tidak ada yang bicara sama sekali, mereka sama-sama diam dengan ego masing-masing.“Aku akan mengantarmu ke rumah Papi,” kata Langit saat mereka sudah sampai di bandara.“Tidak usah, aku bisa pulang sendiri.” Bintang mengambil kopernya, lantas berjalan meninggalkan Langit begitu saja.Langit diam menatap punggung Bintang, sedangkan Sashi masih menggandeng tangan Langit dengan ekspresi wajah bingung.“Daddy, apa Mommy tidak pulang sama kita?” tanya Sashi.Langit menoleh Sashi, lantas berlutut dan tersenyum sambil mengusap rambut Sashi.“Mommy ada urusan, nanti kalau sudah selesai dia akan pulang,” jawab Langit menjelaskan dengan perlahan.Sashi hanya mengangguk karena tidak paham, ikut Langit karena tidak tahu apa yang terjadi dengan para orang tua itu.Langit sampai di rumah Joya. Dia menggendong Sashi yang tertidur. Tentu saja kedatangan pria itu bersama Sashi membuat Joya dan Kenzo terkejut.“E
“Bin. Kamu baik-baik saja?”Arlan dan Annetha terus mengetuk pintu, berusaha membuat Bintang membuka pintu. Sejak sampai di rumah, Bintang langsung masuk kamar dan tidak bicara dengan siapapun.“Bin, buka pintu dan ayo bicara. Jika memang ada masalah, kamu bisa bicara dengan kami untuk meringankan bebanmu,” ujar Arlan membujuk.“Bin, buka ya.” Annetha pun ikut membujuk.“Aku baik-baik saja, hanya butuh waktu sendiri.” Suara Bintang terdengar dari kamar, tapi wanita itu tetap tidak mau membuka pintu.Arlan dan Annetha saling tatap, tentu saja mereka menebak jika Bintang bertengkar dengan Langit. Hanya saja tidak menyangka jika Bintang pulang sendiri.“Bin, kamu yakin?” tanya Annetha yang cemas.“Ya, Mi. Aku yakin.” Bintang kembali bicara tapi masih tidak membuka pintu.Arlan tidak bisa membiarkan putri kesayangannya seperti ini. Dia pun meninggalkan kamar Bintang, hingga membuat Annetha cemas.“Kamu mau ke mana, Mas?” tanya Annetha sambil mengejar langkah suaminya.“Mencari Langit, dia
“Tidak apa, menangislah agar sedikit lega.”Cheryl masih memeluk sambil mengusap punggung Bintang. Untuk saat ini, hanya hal itu yang bisa dilakukan oleh Cheryl.Cheryl menunggu Bintang bercerita dengan pikiran tenang. Dia tahu serumit apa hubungan antara Bintang dan Langit. Dia mungkin tidak tahu bagaimana perasaan Bintang, tapi Cheryl tahu bagaimana perasaan Langit.Setelah cukup lama Bintang menangis, akhirnya bisa menenangkan diri. Adanya Cheryl di sana, bisa sedikit membuat perasaan Bintang tenang.“Sudah mendingan?” tanya Cheryl penuh kelembutan. Secara umur dan memahami kehidupan, mungkin Cheryl memiliki nilai plus ketimbang Bintang.Bintang mengangguk-angguk. Cheryl sendiri mengambil tisu, kemudian menghapus jejak air mata yang masih menggenang di bawah pelupuk mata.“Ceritakan padaku, apa yang terjadi? Apa yang dilakukan Langit? Juga apa yang membuatmu merasa berat,” pinta Cheryl dengan suara lembut. Meski dia bisa menebak penyebab Bintang sedih, tapi dia ingin mendengar dari
“Puncak dari sebuah keikhlasan adalah saat kamu bisa menerima masa lalu terburuk dari orang yang kamu cintai.”Cheryl kembali bicara saat Bintang terlihat tenang dan lebih baik.“Aku tidak memaksamu mempercayai itu, tapi aku sedang bercermin pada apa yang ada di sekitarku. Daddy yang menerima segala kekurangan Mommy, ikhlas menerima seberapa kelam masa lalu Mommy. Ion yang menerimaku juga masa laluku, seharusnya bukan dia yang bertanggung jawab, tapi dia ikhlas menerima semuanya. Mungkin berbeda dengan ceritamu, tapi ini bisa dijadikan gambaran, bagaimana kamu akan memutuskan nantinya.”Cheryl masih mencoba membuat Bintang lepas dari kebimbangan dan keputusan yang salah.Bintang mencoba tersenyum mencengar ucapan Cheryl. Dia sedikit lega karena bebannya dibagi, kemudian mendengar hal-hal yang tidak pernah diketahui selama ini.“Terima kasih karena sudah berbagi cerita denganku.” Bintang memeluk adik iparnya itu.“Jangan sungkan. Kita keluarga, sudah sewajarnya berbagi, asal masih dala
Joya menatap Langit, kini sedang membantu putranya mengoleskan salep di lebam pipi, setelah Arlan dan Orion pergi.“Aku bisa sendiri, Mi.” Langit ingin menolak sang mimi membantu.“Tidak usah nolak atau protes, kamu sedang tidak dalam posisi boleh melakukan itu!” bentak Joya yang gemas. Dia tetap memaksa mengobati pipi putranya.Langit akhirnya hanya diam tanpa mau memandang Joya yang duduk di depannya.Kenzo pun di sana, bersedekap dada memandang putranya.“Ucapan mertuamu, jangan dimasukkan ke dalam hati, El. Bisa saja dia hanya sedang emosi,” ucap Kenzo, cemas jika sampai Langit melakukan apa yang dikatakan Arlan.Joya menoleh suaminya yang baru saja selesai bicara. Dia pun cemas jika sampai Langit melakukan apa yang dikatakan Arlan. Joya kemudian menatap Langit yang hanya diam, masih memalingkan wajah darinya dan Kenzo. Dia melihat bola mata Langit yang berkaca.“Benar, El. Kemungkinan Pak Arlan hanya sedang emosi saja,” timpal Joya.Langit tidak memberi reaksi apa pun. Dia menole