Share

Paman Dokter

Author: She Sheila
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

"Minumlah!" Arnes menyodorkan secangkir teh hangat untuk gadis yang sejak tadi masih menangis.

Dengan berhati-hati, Sheila menyesap minuman itu. Ditariknya napas dalam-dalam, berusaha menghilangkan kepedihan hati yang belum sembuh karena kehilangan sang ayah dan harus ditambah penderitaan diusir dari rumah. Semua bak mimpi buruk yang menjadi nyata baginya.

"Aku tak tahu harus ke mana lagi," bisiknya parau.

"Kau tak perlu ke mana-mana!" balas Arnes cepat. Sheila terperangah mendengar pernyataan itu. "Kau akan tinggal di sini, bersamaku!" katanya lagi.

Gadis itu masih memandang tak percaya bahwa ucapan yang dikatakan Arnes di rumahnya tadi adalah sebuah kenyataan. Ia pikir itu hanyalah bualan untuk menyelamatkannya dari amukan paman dan bibi.

"M-maksud Paman, a-aku..."

"Tinggallah sampai kau bisa hidup mandiri." Arnes memotong ucapan Sheila yang masih belum sepenuhnya percaya.

Manik cokelatnya memandangi kediaman Arnes yang bak istana. Gedung dua lantai yang memiliki halaman luas itu memiliki interior mewah, namun minim perabot, menunjukkan tak banyak orang yang tinggal di sana.

Terbukti dari gambar-gambar di dinding yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Dan di anatar semua itu, hanya satu yang menggelitik hati Sheila, yaitu foto Arnes yang mengenakan jas putih, bak dokter.

"P-paman tinggal sendiri?" tebaknya.

Pria itu berdehem sebentar, lalu menganggukkan kepalanya tanda tepatnya tebakan Sheila. "Tapi akan ada seseorang yang datang setiap hari untuk membersihkan rumah dan juga mengambil cucian kotor. Sementara untuk masak, aku biasa melakukannya seorang diri."

Sheila baru saja akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain, mengintrogasi pria yang akan tinggal bersamanya. Namun Arnes malah menyodorkan sepiring donat dengan berbagai macam toping sebagai suguhan yang berhasil mengalihkan topik pembicaraan.

Tangan kecil Sheila meraup satu donat cokelat dengan banyak krim di atasnya. Makanan manis, adalah salah satu jajanan favoritnya. Dan dengan perut yang tak terisi sejak pagi, rasanya ia sanggup menghabiskan seluruhnya.

"Habiskan!" perintah Arnes begitu melihat Sheila yang malu-malu saat akan mengambil donat ketiganya.

Dengan senyum sumringah, gadis itu kembali meraup donat dengan krim vanila di atasnya. Mulutnya sibuk mengunyah, tanpa tahu bahwa Arnes memperhatikan diam-diam. Mata elang pria itu terus memandangi sudut bibir kecil Sheila yang kini dipenuhi oleh krim.

"Pelan-pelan, kau bisa tersedak!" katanya sembari mengusap lembut bibir manis Sheila.

Sontak hal itu membuat tubuh sang gadis membeku, diikuti rona merah di pipinya. Kegiatan makan yang tadi begitu penuh semangat, berhenti seketika. Sheila memandang Arnes yang bersikap biasa saja, seolah hal itu adalah sesuatu yang biasa dilakukan.

Sementara berbeda dengan Sheila. Gadis itu merasakan sebuah getaran yang tak biasa. Selama ini, hanya sang ayah, laki-laki yang menyayangi dan juga mencurahkan segala perhatian padanya. Apalagi remaja putri itu belajar di sekolah khusus perempuan, yang artinya tak ada satupun teman laki-laki dimiliki olehnya.

"Aku akan membantumu mendapatkan rumah itu kembali."

Pernyataan dari bibir Arnes membuat Sheila semakin tercengang. Bibirnya menganga tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pria itu. Tapi anggukan kepala itu seolah meyakinkannya bahwa bantuan itu nyata.

"Tapi Paman, di sana ada..."

"Tugasmu saat ini adalah fokus belajar dan lanjutkan kehidupanmu. Aku akan menyelesaikan semuanya!" janjinya. "Kau masih sekolah?" tanya pria itu langsung mengintrogasi.

Sheila mengangguk cepat. Saat ini, Sheila masih duduk di kelas 3 SMA. Tentu saja masa sekolah tak sesuai usianya, karena beberapa kali ia harus dirawat selama berminggu-minggu karena kesehatannya yang kurang baik. Tak tanggung-tanggung, gadis itu harus mengulang dua kali ketika berada di tingkat lima sekolah dasar.

"Tak perlu khawatir akan biayanya, semua aku yang tanggung!" janji Arnes lagi.

Kehidupan penuh neraka yang baru saja terjadi seolah lenyap seketika, digantikan oleh pria tampan yang kini menjadi penolongnya. Usia matang dan juga sikap tanggung jawab yang dimiliki pria itu menggelitik hati Sheila untuk kesekian kalinya. Kharisma Arnes semakin membuat gadis itu terpesona hingga tak berkedip memandang.

"Ada apa?" tanya Arnes yang memandang heran ke arah gadis itu.

Sheila tersentak, kepalanya menggeleng sebagai gerak reflek menutupi degup jantungnya yang tak beraturan. Maniknya berputar, mencari celah agar bisa mengalihkan pembicaraan.

"Apakah Paman seorang dokter?" tanyanya menunjuk gambar Arnes di dinding dengan maniknya.

Pria itu ikut menilik fotonya yang diambil belasan tahun lalu, tepatnya setelah gelar dokter spesialis diraih. Usia muda, hidup bebas dan tanpa beban nampak jelas pada ekspresinya kala itu.

"Paman?"

Arnes tersadar begitu panggilan lembut Sheila terdengar. Sudut bibirnya tersenyum getir, mengingat hidupnya yang kini begitu sunyi, penuh tekanan. Anggukan kepalanya lemah, menjawab pertanyaan gadis yatim piatu yang kini membulatkan bibir mungilnya.

"Dokter apa? Kenapa ayah tak pernah cerita kalau temannya adalah..."

"Hei, kamarmu ada di atas, kau mau melihatnya?" tawar Arnes yang lagi-lagi mengalihkan pembicaraan. "Ayo, aku antar kau ke sana!" ajaknya bergerak membawa barang-barang Sheila.

Gadis itu mengernyit, bingung. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan, tapi entah apa. Sheila sendiri belum bisa menebak pria yang jelas seusia sang ayah dan lebih pintar bermain kata, dibandingkan dirinya. Ia mengikuti ke mana langkah kaki Arnes bergerak. Menaiki anak-anak tangga menuju lantai dua dan memutar kenop pintu di ujung lantai. Terbukalah sebuah ruangan yang sudah lengkap dan siap ditempati.

Mata dan mulut Sheila rasanya tak bisa tertutup begitu tahu akan tinggal di kamar yang begitu besar. Arnes bahkan menunjukkan kamar mandi pribadi yang tak dimilikinya di rumah. Kejutan demi kejutan membanjiri harinya, menjadi obat akan luka hatinya.

"Itu kamarku!" tunjuknya pada kamar yang tepat bersebelahan dengan kamar Sheila. "Kalau kau butuh bantuan, hubungi aku atau..."

BRUGH!

Belum selesai Arnes menjelaskan, Sheila yang penuh semangat tanpa sadar menubruk meja kecil yang terletak di depan ranjang. Gadis itu terjatuh dan membuat sebuah luka gores muncul di bagian lututnya.

"Aw!" serunya meringis kesakitan.

Sebagai seorang dokter, tubuh Arnes langsung bergerak tanpa perlu diperintah. Maniknya meneliti luka itu dengan seksama. Perlahan diangkatnya tubuh kecil Sheila ke atas kasur, lalu diambilnya kotak P3K di kamar.

Tangannya bergerak sempurna, menunjukkan bagaimana profesionalnya ia sebagai seorang dokter. Luka kecil itu langsung terlihat membaik hanya dengan sentuhan tangannya. Sheila sendiri nyaris tak merasakan sakit lagi.

"Paman Dokter!" seru gadis itu tersenyum simpul.

"Namaku Arnes. Kau bisa memanggilku Paman Arnes," katanya menegaskan kembali perkenalan mereka sebelumnya.

"Tidak, aku akan memanggilmu Paman Dokter!" tegas Sheila penuh penekanan.

Namun ekspresi Arnes menunjukkan ketidak sukaan. Ia merasa panggilan itu terlalu berlebihan, walau kenyataanya ia berprofesi sebagai dokter. Keningnya mengernyit tak suka, tapi Sheila semakin terkekeh senang mengetahui pria itu terganggu.

"Aku tak suka panggilan itu!" tolak Arnes ketus.

"Aku menyukainya!" balas Sheila tak mau kalah, senyum jahilnya khas remajanya mulai muncul, membuat sang dokter semakin kesal.

Arnes mendengus dan bergerak keluar dari kamar. Sementara Sheila masih memandangi tubuh besar itu hingga lenyap di balik pintu kamar.

"Mungkin aku juga menyukaimu, Paman Dokter!" bisik Sheila tersipu dengan ucapannya sendiri.

***

Kaugnay na kabanata

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Kembali ke Rumah

    "Kau akan kembali ke rumah?" tanya Arnes setengah berteriak.Entah apa yang dipikirkan Sheila hingga membuat sebuah keputusan bodoh seperti itu. Sudah hampir seminggu ia tinggal di rumah Arnes, tapi bayangan sang ayah selalu muncul dalam mimpi, seolah menolak anak gadisnya keluar dari harta peninggalan satu-satunya itu."Aku tidak mengijinkan!" tegas Arnes yang langsung menolak tanpa perlu banyak tanya lagi."Tapi, Paman....""Apapun alasanmu, aku tidak setuju kau kembali ke sana!" tolaknya lagi.Gadis itu menunduk sedih mendengar jawaban Arnes yang tak bisa lagi diganggu gugat. Bibirnya baru saja akan mengucapkan argumen-argumen baru, tapi ekspresi Arnes membuatnya tetap diam sembari memainkan makanan yang terhidang di piring."Aku hanya ingin rumah itu kembali," bisiknya nyaris tak terdengar karena denting sendok dan garpu.Namun Arnes dengan jelas mendengar pernyataan gadis itu. Napasnya terdengar kesal, tapi ia berusaha untuk menyembunyikan emosinya. Baru dua hari menghadapi remaj

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Gadis yang Menyedihkan

    "Kau sudah bangun?" Sheila mengerjap-ngerjapkan matanya. Gadis itu buru-buru menarik jas putih di tubuhnya, berusaha untuk menutupi kulit yang terbuka. Pandangannya berkeliling, mencari tahu di mana dan siapa saja yang berada di sekitarnya saat ini.Sebuah helaan napas penuh kelegaan terdengar, setelah ia sadar bahwa tak ada Reno di sana. Pria di balik kemudi yang kini menatapnya khawatir adalah Arnes, Paman Dokternya. Dan kini, ia sudah berada di dalam mobil yang membawa mereka kembali ke rumah sang dokter."Paman ada di sana?" tanyanya penasaran."Petugas keamanan bilang kau pergi dari rumah dan aku tahu kau pasti kembali ke rumah itu," jawab Arnes.Sheila membuang muka karena malu sudah melakukan kesalahan. Tangannya merogoh kantong, di mana kunci duplikat berada. Senyumnya merekah begitu tahu benda penting itu masih ada di sana."Mengapa Paman pergi ke sana?" tanya gadis itu begitu polosnya.Entah apa yang ada dalam kepala Arnes hingga meninggalkan kehidupannya dan mengejar Sheil

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Bersikap Semestinya

    Arnes bangun dengan penuh keterkejutan, karena ia sama sekali tak menemukan gadis kecil yang dipeluknya semalam. Kakinya berputar ke seluruh ruangan, tapi tak nampak ada sosok itu di sana. "Sheila!" teriaknya keluar dari kamar.Merasa tak ada jawaban, Arnes turun ke bawah dan berlari keluar rumah. Namun halaman rumahnya masih sama. Mobil hitam masih terparkir di teras, dan suasana sunyi senyap. "Bau ini..." bisiknya pada diri sendiri begitu menyadari hidungnya mencium sesuatu.Arnes berlari ke dapur untuk memastikan bahwa gadis itu ada di sana. Dan benar saja, langkahnya terhenti begitu melihat senyum ceria Sheila yang sudah memegangi semangkuk sup ayam."Pagi!" sapanya penuh kebahagiaan."K-kamu...""Tadi aku bangun jam lima. Tapi karena Paman kelihatan lelap, jadinya aku turun lebih dulu," katanya seolah tahu pertanyaan yang akan diajukan Arnes.Gadis itu menarik tangan Paman Dokternya untuk duduk bersama di meja makan. Sudah ada nasi hangat, sup dan telur dadar buatan Sheila. Sem

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Kembali Pulang

    "Kemasi barang-barangmu!" perintah Arnes begitu masuk ke dalam kamar Sheila.Gadis itu terpaku sejenak, memandangi wajah paman dokter yang begitu ia idolakan. Tubuhnya baru bergerak begitu Arnes memaksanya untuk bangkit dari tempat tidur. Wajahnya menunjukkan amarah tertahan, tapi nyatanya begitu nampak di mata Sheila."Aku tunggu di bawah," katanya seraya pergi dari kamar.Sheila masih tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh pria itu. Tapi tangannya bergerak mengemasi barang-barang yang dianggapnya penting, sesuai perintah, walau dalam kepalanya penuh tanya.Tubuh mungil itu menuju ruang tamu dengan satu tas besar yang biasa di bawa ke sekolah. Sedangkan koper besarnya ia tinggal di kamar. Karena gadis itu tak merasa akan meninggalkan rumah besar Arnes."Ke mana barangmu yang lain?" tanya Arnes yang sudah siap di ambang pintu dengan kunci mobil di tangan."Masih di atas," jawab gadis itu polos.Arnes mendengus kesal. Tapi ia enggan menunggu lagi, hingga akhirnya memberi kode agar

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Malam Pertama di Rumah

    "Sial!" gerutu Sheila memegangi perutnya yang mulas bukan main.Baru kali ini ia merasa begitu kesal tinggal di rumah yang menyimpan begitu banyak kenangan masa kecilnya. Harusnya ia begitu bahagia, tapi yang muncul malah sebaliknya. Sheila tersiksa karena tak lagi bisa mendengar deru mobil Arnes yang datang di malam hari. Tak ada bisa diciumnya wangi makan malam buatan paman dokternya itu.Gadis itu memilih keluar dari kamarnya, namun rasa sakit di perutnya semakin menjadi. Dengan tertatih-tatih, kakinya melangkah menuju ke arah dapur. Sayangnya, ia lupa bahwa kepindahannya hanya membawa beberapa barang, tanpa makanan.Kulkas satu pintu itu kosong melompong. Hanya ada air mineral dan beberapa buah yang sudah busuk. Lemari dapur pun sama mengenaskannya. Jangankan beras, mie instan yang biasa ia simpan tandas entah ke mana."Udah laper, lagi dapet, sebel!" gerutunya meratapi nasib.Haid hari pertama membuat tubuhnya remuk. Tak hanya itu, rasa sakit yang dirasakan kini tak hanya karena t

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Ciuman Pertama

    "Paman!"Teriakan Sheila terdengar nyaring, membuat pria yang baru saja akan pergi bergerak kembali masuk ke dalam rumah. Langkah kaki yang panjang membuat waktu tak ada artinya lagi. Arnes memandang sekelilingnya yang gelap gulita. Mata tuanya ternyata memperburuk keadaan. Beruntung Sheila masih ada di ruang tamu, yang tak jauh dari pintu, sehingga ia bisa segera sampai mendekap erat sang gadis."Tenanglah, aku di sini," bisik Arnes mengelus lembut punggung Sheila."Aku takut," ujar Sheila mengeratkan pelukannya.Dengan tertatih-tatih, keduanya bergerak untuk duduk di sofa. Arnes hendak beranjak, untuk memeriksa kondisi meteran listrik. Karena nampak dari jendela tak ada rumah yang mati kecuali milik Sheila. Tetapi gadis itu menolak mentah-mentah, saking takutnya."Aku tak mau Paman pergi, titik!" serunya tegas.Arnes mendengus kesal, tapi tak tega juga meninggalkan Sheila seorang diri. Mau tak mau, ia pun mengalah dan tetap tinggal. Suasana menjadi hening dan canggung, dengan posis

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Tamu Tak Diundang

    "Ayah!" seru Sheila yang terbangun karena memimpikan cinta pertamanya.Tangis itu pecah memikirkan bagaimana mimpi pertemuan yang terasa begitu nyata. Tubuhnya masih bergetar hebat karena bayangan sang ayah tiba-tiba muncul. Tak ingin larut terlalu dalam, Sheila berusaha untuk bangkit dan memulai semua kehidupannya dari awal, tanpa orang tua. Harinya dimulai dengan mengumpulkan semua buku-buku pelajaran yang sudah lama tak tersentuh. Dirapikannya satu per satu perlengkapan sekolah agar esok bisa kembali lagi berkumpul dengan teman-temannya. "Krruk!"Sheila memegangi perut yang keroncongan. Jam dinding menunjukkan pukul sembilan pagi, sudah terlalu siang untuknya mendapat sarapan. Dengan langkah gontai ia menuju ke dapur. Tangannya begitu malas untuk sekedar menggoreng telur atau memanggang roti. Tapi cacing-cacing di perutnya sudah demo besar-besaran, memberikan rasa perih tak tertahan.Gadis itu baru saja akan menyuapkan satu tangkup besar roti selai kacang di tangannya, begitu su

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Pahlawan Walau Kesiangan

    "Sadarlah, ku mohon!"Bisikan kalimat itu terus berulang di telinga Sheila. Matanya masih tertutup rapat, tapi ia tahu bahwa dirinya tak lagi berada di rumah. Karena ia merasa badannya bergerak, bersama deru kendaraan yang begitu halus.Sayang, gadis itu tak bisa banyak bergerak. Ingin sekali ia membuka mata, tapi rasa sakit masih menghiasi sekujur tubuhnya. Ia tak yakin apa yang telah terjadi, namun satu hal yang pasti, badannya kini babak belur setelah dihajar oleh Reno."Sebentar lagi kita sampai," bisik Arnes menggenggam tangan Sheila yang dingin bak es.Mobil sedan berkecepatan penuh itu rasanya berjalan begitu lamban saat ia ingin sekali sampai. Beberapa kali maniknya menangkap kondisi gadis di kursi penumpang yang basah kuyup berlumuran darah. Tubuh mungil yang terselimuti handuk itu terkulai lemah bersama jas dokter yang sengaja ya kenakan di bagian atasnya untuk sekedar mengurangi rasa dingin."Siapkan ruangan, ini darurat!" seru Arnes begitu sampai di kliniknya.Beberapa per

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Mengakhiri Semua Drama

    "Dan kau merahasiakan ini semua dariku?" Arnes bertanya dengan tatapan tajam ke arah manik cokelat kekasihnya. Sesekali diliriknya perut Sheila yang mulai membesar. Tanda-tanda kehamilan tak keduanya rasakan saat bersama terakhir kali. Sehingga pria itu masih tak percaya jika wanita di hadapannya benar tengah mengandung."Aku hanya tak ingin merepotkan Paman!" jawab Sheila dengan penuh penekanan.Semua yang ia lakukan tiada lain karena ingin membantu kekasihnya itu. Semakin Arnes fokus, semakin masalah mereka akan selesai, dan pada akhirnya akan bertemu tanpa ada masa lalu yang perlu diurus. Dengan begitu keduanya akan hidup damai sejahtera, seperti mimpi yang pernah dirajut bersama."Kau boleh menyimpan semuanya, tapi tidak dengan informasi sepenting ini! Apa kau pikir aku tega meninggalkanmu berdua saja menjalani hari dengan kondisi begini? Laki-laki macam apa yang tega membiarkan wanita yang dicintainya menderita, Sheila?" cecar Arnes yang diakhiri dengan adegan menjambak rambutn

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Merindukan Arnes

    "Aku akan kirimkan uang untuk kebutuhanmu sebulan ini. Kau tak perlu khawatir tak ada pasien."Sheila mendengarkan celoteh dan juga nasihat-nasihat Arnes yang tak bisa ia rasakan kehadirannya. Sudah berbulan-bulan lamanya dan ia mulai merasa jengah. Ucapan yang sama selalu ia dengar, mulai dari jaga diri, jangan telat makan dan bergembira.Kata terakhir sungguh menyiksanya. Ia harus hidup tanpa pria yang sudah menghamilinya. Dan yang paling menyebalkan adalah, Arnes belum tahu jika Sheila mengandung. Semua disembunyikan sedemikian rupa hanya untuk membuat fokus sang dokter tertuju pada rumah sakit. Harapannya tentu saja penyelesaian masalah menjadi cepat dan keduanya segera bertemu."Tapi sampai kapan aku harus menunggu di sini?" tanya Sheila dengan nada yang begitu rendah, nyaris tak terdengar.Wanita yang tengah mengelus-elus perutnya yang mulai membesar itu hanya bisa meratapi nasib ditinggal berdua dengan sang bibi, tanpa kejelasan dari sang kekasih. Jangankan mengajak ke pernikah

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Kehidupan Baru

    "Hari ini enggak ada pasien?" tanya Sheila sembari keluar dari ruang praktinya dengan wajah penasaran.Wanita paruh baya yang duduk manis di meja pendaftaran menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan dari sang keponakan. Nina menoleh ke arah teras klinik kecil yang biasanya ramai. Tapi entah mengapa sudah beberapa hari terakhir nampak sepi pengunjung.Sudah beberapa bulan terakhir masyarakat Desa Waduk menghampiri klinik sekaligus tempat tinggal Sheila dan Nina untuk berobat. Hal ini dikarenakan Puskesmas yang letaknya cukup jauh. Jika menggunakan motor saja bisa satu jam lamanya. Itupun belum tentu mendapatkan antrean, karena keterbatasan tenaga kesehatan dan membludaknya pasien yang meliputi beberapa Desa."Tumben ya, Bi?" tanya Sheila sembari mengelus perutnya yang mulai membesar.Nina tersenyum kecut. Wanita berbedan besar itu sebenarnya tahu betul apa yang membuat masyarakat enggan pergi ke tempat mereka. Tapi bibirnya kelu, tak sanggup menjelaskan alasan itu pada Sheila. Ia t

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Pilihan Sulit

    Sheila menatap bayangannya di cermin. Pakaian dan tangannya masih penuh darah, bersama air mata yang mengalir penuh sesal. Tangisnya pecah, menunduk dalam. Tubuhnya bergetar hebat setelah mengalami sekaligus menjadi saksi sebuah kejadian yang tak akan pernah ia lupakan seummur hidup."Sheila!"Suara bariton yang cukup ia kenal memanggil dari balik pintu kamar mandi. Tubuhnya begitu berat untuk bergerak. Tapi ia tetap melakukannya, sembari memutar kenop pintu pelan."Polisi bilang kita sudha boleh pulang," katanya sembari melepaskan jas putih dokter miliknya dan meletakkannya di bahu Sheila. "Aku akan mengantarmu pulang, setelah itu...""Aku ingin ke rumah sakit!" katanya setengah merengek. "Aku ingin tahu kondisi Paman Reno dan Andrew," tambahnya melemah.Entah apakah Sheila masih pantas menyebut dua nama itu ketika semua masalahnya malah membawa kedua orang itu ke dalam derita. Tapi ia hanya ingin melihat dua orang yang kini menjadi korban dari tembakan brutal Mia."Kau tak perlu ke

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Serangan Mendadak

    "Kenapa Paman baru angkat teleponku?" tanya Sheila dengan kesal.Sudah sejak 30 menit yang lalu ia menghubungi pria paruh baya itu. Namun baru kali ini teleponnya dijawab. Rasa khawatir dan panik muncul setelah muncul beberapa video Arnes yang muncul di beranda sosial medianya."Apa yang kau lakukan? Kau ingin hancur sendirian, hah? Apa begini caramu memulai hidup denganku?" cecarnya berapi-api.Sheila belum melihat secara utuh hasil konferensi pers yang baru saja dilakukan paman dokternya itu. Tapi dari potongan-potongan yang beredar saja, ia sudah bisa memastikan bahwa Arnes berniat mengarahkan semua amarah padanya. Padahal kenyataannya tak demikian."Temui aku sekarang atau kau tak akan pernah bertemu denganku lagi!" ancamnya seraya menutup telepon.Emosinya meletup-letup, tak terima dengan semua pernyataan yang tentu akan menghancurkan nama baik Arnes. Padahal selama puluhan tahun ia memupuk rasa percaya pada pasiennya, memberikan pelayanan terbaik, berusaha untuk mengembangkan il

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Perpisahan

    "Jadi kau akan memilih perempuan itu, hah?" Mia memandang ke luar jendela, di mana langit biru dengan terik sinar mentari yang mulai tinggi. Panasnya menjalar ke hati yang kini membara setelah mendengar keputusan sang suami. Sementara jari-jarinuya sudah sejak tadi mencengkeram tas tangan yang sejak tadi ia bawa."Kau benar-benar akan membuang semua yang kau miliki saat ini? Demi dia?" cecarnya memaksa Arnes untuk menjawab pertanyaan itu di depan wajahnya langsung.Pria paruh baya itu memandang wanita cantik yang sampai saat ini tak pernah berubah sejak pertama kali ia temui. Tanda-tanda penuaan mungkin nampak, tapi tak terlalu jelas bagi seorang Mia yang memiliki banyak waktu dan uang untuk mengalokasikan kecantikannya sebagai tujuan utama. Kakinya melangkah maju, mendekati istri yang sudah lebih dari dua puluh tahun menemaninya."Aku tak bisa menjadi Arnes yang terus berada di belakangmu untuk mendapat apa yang dia inginkan. Aku harus berusaha dan sedikit berkorban untuk tahu rasan

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Akhir Sandiwara

    "Pernikahan yang kami jalani, berbeda dari pernikahan kebanyakan," kata Arnes membuka ceritanya dengan sebuah kalimat yang membuat semua mata tertuju kepadanya.Beberapa media semakin mengarahkan kamera ke arahnya. Mulai dari tampak depan, samping kanan dan kiri, semuanya tak lepas dari sorot yang menunjukkan ekspresi wajahnya kini. Kejujuran itu nyata, tanpa ada lagi sandiwara seperti biasa.Para pewarta sibuk menuliskan keterangan penuh kontroversi yang disebutkan oleh direktur sekaligus suami dari pemilik rumah sakit tersebut. Berbagai macam pasang mata menyaksikannya dengan tatapan yang berbeda-beda. Mulai dari mencemooh, sedih, kecewa bahkan marah, hadir di sana.Aula yan dipenuhi dengan banyak orang itu mulai riuh. Ada beberapa pertanyaan yang mereka bisikkan satu sama lain. Namun tak ada satupun dari mereka yang mengangkat tangan untuk bertanya secara langsung kepada Arnes yang mash berdiri tegak di atas panggung. Mereka semua menunggu penjelasan lanjutan yang disampaikan penuh

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Keputusan Besar Arnes

    "Paman!"Sheila bangun dalam keadaan tak ada orang di sisinya. Sinar mentari masuk dari balik jendela yang sudah terbuka. Tapi matanya langsung berkeliling mencari seseorang yang harusnya sejak semalam ada di sana, bersamanya. "Paman!" serunya lagi, berharap pria itu bisa mendengar suaranya yang mulai kencang.Tapi beberapa menit berselang, tak ada tanda-tanda bahwa Arnes ada di sana. Hingga akhirnya Sheila memutuskan untuk bangkit dan bergerak menuju keluar dari kamar. Tujuan utamanya langsung ke arah dapur yang nyatanya kosong melompong."Kok enggak ada?" tanyanya pada diri sendiri.Kakinya mulai menjelajahi setiap sudut di rumah sederhana yang dibangun sang ayah dengan penuh cinta. Mulai dari kamar mandi, kamar tamu sampai halaman depan. Namun tak ada tanda-tanda kehadiran Arnes di sana. Bahkan mobil pria itupun tak nampak.Sheila mulai mengerutkan kening. Tangannya memutar-mutar ponsel yang sejak tadi diam tanpa suara. Tak ada tanda-tanda akan ada pesan atau telepon masuk dari sa

  • Terjerat Cinta Paman Dokter   Rencana Rahasia

    "Jangan bergerak!" seru Sheila yang masih sibuk dengan kegiatannya mengobati seorang pasien yang nyatanya begitu menyebalkan.Sudah hampir setengah jam Sheila berkutat dengan obat-obatan dan tak ada tanda-tanda akan segera selesai. Kali ini pasiennya terlalu banyak mengeluh, menolak dan mengelak setiap kali ia mendekatkan kapas ke arah lukanya."Kapan aku bisa selesai kalau Paman terus begini?" gerutunya kesal.Arnes memanyunkan bibir, tak suka ketika gadisnya mulai memarahi dirinya yang tentu lebih tua banyak tahun dari Sheila. Sementara tak ada tatap mengalah dari manik cokelat yang terus melotot tajam. "Kalau enggak cepat diobati nanti jadi berbekas, belum lagi kalau infeksi, terus..."CUP!Arnes memberikan sebuah kecupan yang akhirnya mampu membuat Sheila berhenti mengoceh. Itu adalah satu-satunya cara yang ada dalam kepalanya. "Kau tak lupa kalau aku juga seorang dokter, kan?" tanyanya merasa dipermainkan.Namun dengan wajah galak, Sheila melipat kedua tangannya di depan dada. I

DMCA.com Protection Status