***
"Bisa sakit juga ternyata kamu, Mas. Aku pikir badan kamu kaya robot."Sambil merapikan lipatan handuk yang barusaja didaratkan di kening Juan, ucapan tersebut lantas Senja katakan pada suaminya yang kini tidur dengan posisi terlentang.Entah tertular demam yang kemarin dialami Senja atau mungkin faktor lain, pagi ini Juan memang dilanda penyakit yang sama dengan sang istri dan tak hanya demam, pria itu sepertinya mengalami meriang.Jika dua malam lalu Juan sigap memanggil dokter ketika Senja demam, maka Senja lebih tenang karena tak panik, perempuan itu memilih untuk mengompres dulu suaminya itu menggunakan handuk kecil yang tersedia.Juan tak tahu? Jawabannya adalah tahu, karena ketika hendak mengompres, Senja membangunkan pria itu agar mengubah posisi tidur dari menyamping jadi terlentang."Saya manusia biasa, Nja, bukan setan," gumam Juan dengan kedua mata terpejam."Aku pikir kamu enggak dengar apa yang aku omon***"Gimana Mbak aja, cuman kalau Mas Juan enggak bisa nemuin jangan marah, karena kondisinya sekarang lagi kurang baik."Dengan perasaan sebal, jawaban tersebut lantas Senja berikan setelah beberapa detik lalu Nada meminta izin untuk datang dan menjenguk Juan.Jika boleh jujur, Senja sebenarnya ingin melarang perempuan itu datang. Namun, karena Nada menurutnya adalah kesayangan Juan, dia khawatir larangannya berimbas tak baik.Tak akan diam saja, Nada pasti akan mengadu pada suaminya jika Senja melarang dan karena malas menghadapi masalah baru, mencari aman dilakukaan Senja meskipun jujur dia tak suka pada sekretaris suaminya itu."Oh oke kalau gitu aku pesenin buburnya sekarang deh, nanti mungkin setengah tujuh pagi aku sampe di sana," ucap Nada—membuat Senja memutar bola matanya malas."Gimana Mbak aja.""Oke."Tak ada obrolan panjang, selanjutnya Senja memutuskan sambungan telepon. Menurunkan ponsel dari sam
***"Ya aku mau-mau aja. Lucu juga dipanggil Mama sama Caca."Ditanya perihal keberatan atau tidaknya dipanggil Mama oleh Caca, jawaban tersebut dilontarkan Senja pada Juan dan secara tak sadar, apa yang dia katakan membuat suaminya itu tersenyum meskipun tipis."Ya udah kalau gitu.""Kamu ngizinin?" tanya Senja."Terserah kalian berdua," kata Juan. "Kalau emang Caca pengen panggil kamu Mama dan kamu sendiri enggak keberatan dipanggil gitu, ya udah, saya enggak akan larang.""Oke, habis ini aku bilang ke Caca," kata Senja. "Dia pasti senang.""Berasa spesial banget kamu ya Caca pengen panggil kamu Mama?""Kenapa nanya kaya gitu?""Kenapa emangnya, salah?""Tahu deh," kata Senja sambil beranjak. "Udahlah, daripada kepancing emosi karena ngobrol sama kamu mendingan aku bikin sarapan.""Supnya jangan lupa.""Aku bikinin kamu sup sendal jepit nanti," celetuk Senja sambil melangkah
***"Kiran, kamu salah paham. Tante enggak maksud ngomong gitu dan-""Basi, Tan. Aku bukan anak kecil yang gampang dikibulin ya, aku udah gede dan aku udah cukup paham sama apa yang Tante omongin barusan. Jadi enggak usah sok baik, Jijik aku lihatnya."Kirania.Bukan Juan, Gian, apalagi Caca, yang datang menghampiri Senja dan Nada adalah gadis itu. Turun ke ruang tengah, Kirania memang tak sengaja mendengar obrolan dari pintu depan.Penasaran, gadis itu memutuskan untuk mengecek dan persis ketika sampai, Nada terlihat sedang mengintimidasi Senja sehingga tak diam, dia yang sangat tidak suka pada Nada, turun tangan."Kiran, kamu enggak usah terlalu kasar ngomongnya," ucap Senja mengingatkan. "Gimana pun juga Mbak Nada lebih tua dari kamu.""Kamu lagi pura-pura baik ya?" tanya Nada sinis. "Sok belain aku di depan Kiran. Padahal, aslinya senang. Iya, kan?""Susah sih kalau hatinya udah busuk," ucap Kirania berkomen
***"Mas!"Juan tak menjawab pertanyaannya, panggilan bernada sedikit tinggi tersebut akhirnya Senja lontarkan—membuat Juan akhirnya buka suara, memberikan jawaban untuk apa yang dia pertanyakan."Nada telepon saya sambil nangis dan dia bilang kalau pas ke sini tadi, dia dimarahin sama Kiran. Enggak cuman Kiran, kamu juga ikut mojokin dia sampai akhirnya dia mutusin pergi karena enggak enak sama perlakuan kalian berdua."Senja tersenyum miring.Tak langsung menimpali ucapan Juan tentang apa yang katanya terjadi pada Nada, untuk beberapa saat Senja diam sampai akhirnya sang suami kembali buka suara."Saya tahu kamu mungkin enggak suka sama Nada, tapi seharusnya kamu enggak usah pengaruhi Kiran buat bersikap enggak sopan ke dia, karena bagaimanapun juga Nada sekretaris saya dan-""Kamu percaya gitu aja sama ucapan Mbak Nada, Mas?" tanya Senja—memotong ucapan Juan dengan perasaan tak habis pikir. "Nada cerita ke s
***"Ada yang kurang enggak?"Satu suapan nasi beserta sup masuk ke mulut Juan, pertanyaan tersebut lantas Senja berikan pada sang suami yang kini sibuk mengunyah.Juan mau meminta maaf untuk tuduhan yang sempat dilayangkan, Senja pada akhirnya mau menyuapi sang suami sehingga tak ada perdebatan, suasana di kamar lebih kondusif dibanding sebelumnya."Enggak," kata Juan sambil mengunyah."Enggak apa?" tanya Senja. "Jawab yang jelas jangan ambigu."Juan yang kembali duduk bersandar, lantas mendelik. Tak langsung menjawab pertanyaan dari Senja, dia memilih untuk menyelesaikan kegiatannya menguyah hingga setelah makanan berhasil ditelan, Juan buka suara."Pas saya lagi makan, bisa enggak kamu diem?" tanya Juan. "Nanyanya setelah ngunyah.""Oh oke, maaf."Tak menjawab, Juan hanya mendelik sebagai respon sementara Senja sendiri menyiapkan kembali nasi yang akan dia suapkan."Aaa ... eh, sebentar."
***[Kiran, nanti di rumah kalau Papa kamu nanyain soal kamu yang beneran apa enggak mau pergi nonton sama Tante, kamu jawab iya aja ya. Bilang kalau kita mau pergi hari minggu jam sepuluh terus habis itu mau ke toko buku. Oke? Awas kalau enggak.]Baru membuka ponsel setelah beberapa jam fokus dengan pelajaran, Kirania cukup mengernyit setelah pesan tersebut tiba-tiba saja diterimanya dari Senja.Entah apa maksud chat dari sang tante, dia sendiri bingung sehingga setelah meminta teman-temannya pergi lebih dulu ke kantin, Kirania menghubungi Senja."Halo, Kiran."Hanya menunggu selama beberapa detik, suara Senja bisa Kiran dengar sehingga tanpa basa-basi dia pun bertanya,"Maksud dari chat Tante apa? Kok tiba-tiba bahas nonton?""Oh itu emang rencana Tante, Kiran," kata Senja. "Hari minggu nanti kamu sama Tante kan mau ketemu Tante Nabila. Nah, tadi karena Tante pikir Tante punya kesempatan berdua sama Papa kamu, Tante minta izin ke dia cuman ya enggak bilang yang sebenarnya karena Pap
***"Harsa Atmaja."Setelah beberapa waktu lalu Senja dan Kiran kompak terkejut, kini kedua perempuan beda usia tersebut mengerutkan kening di waktu yang sama setelah sebuah nama terlontar dari mulut Nabila.Asing.Sekiranya itulah yang Senja mau pun Kiran rasakan usai mendengar nama tersebut, hingga tak berselang lama Kirania buka suara lebih dulu—bertanya tentang siapakah orang dari pemilik nama tersebut."Dia siapa, Tante? Kok aku enggak tahu.""Mantan pacar Mama kamu waktu kuliah, Kiran," ungkap Nabila yang lagi-lagi membuat Kirania mau pun Senja terkejut. "Meskipun tante enggak sekampus sama Mama kamu, tapi dia sempat cerita soal ini dan kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum Mama kamu selingkuh?""Apa, Tante?""Perusahaan Papa kamu drop," ungkap Nabila—mengungkap dengan sangat hati-hati apa saja yang terjadi. "Harsa Atmaja ini enggak suka banget sama Papa kamu yang katanya udah ambil Mama kamu dari
***"Kiran."Sampai beberapa detik lalu setelah sebelumnya terjebak macet, panggilan tersebut lantas Senja lontarkan pada sang keponakan yang kini tengah menangis di sebuah pusara.Tak sekadar duduk kemudian meneteskan air mata, Kirania kini menangis sambil memeluk gundukan tanah merah di depannya dan hal tersebut jelas membuat Senja sakit, karena dari tangis gadis enam belas tahun itu, dia bisa melihat luka yang begitu menganga."Mama ayo bangun dan hidup lagi, Ma, aku mau cium kaki Mama sebagai bentuk permintaan maaf atas semua tuduhan dan rasa benci aku selama ini. Aku jahat sama Mama dan aku pengen minta maaf. Jadi tolong temui aku biar aku bisa peluk Mama."Mengabaikan panggilan Senja, ungkapan hati tersebut lantas dikatakan Kirania di tengah kegiatannya memeluk pusara sang mama dan tentunya tak ada sandiwara, sakit yang dirasakan Kirania sekarang benar-benar nyata.Gadis itu merasa bersalah bahkan berdosa karena sudah menud