***
"Ki, bisa keluar sebentar enggak?"Setelah sebelumnya mengetuk pintu kamar sang putri sambung, pertanyaan tersebut lantas Senja lontarkan. Tak dengan penampilan biasa, Senja kini sudah rapi dengan setelan atasan dan rok karena tak akan berdiam diri di rumah, malam ini dia akan pergi menemui sang ayah.Diajak bertemu lewat chat, Senja tak bisa menolak karena katanya ada hal penting yang harus dibicarakan. Entah apa, dia sendiri tak tahu. Namun, yang jelas Senja beruntung karena sampai saat ini para penghuni rumah yang sejak pagi tadi pergi, belum kembali.Juan masih di perjalanan pulang sementara Gian sendiri masih di luar untuk mengerjakan tugas sehingga permintaan Haikal untuk tak memberitahu siapa-siapa pun bisa dia kabulkan."Ada apa?"Setelah menunggu kurang dari dua menit, pertanyaan tersebut lantas didapatkan Senja dari Kirania yang kini berdiri di ambang pintu."Tante mau pergi, titip rumah," kata Senja. "Maka***Plak!"Ini hukuman untuk perempuan yang enggak bisa jaga kehormatan suaminya setelah menikah."Selesai mendaratkan gesper yang dia pegang di punggung Senja, ucapan tersebut dilontarkan Haikal yang kini berdiri di samping sang putri.Menyambut Senja dengan tamparan begitu putri bungsunya itu datang, Haikal tanpa ragu memberikan hukuman lain setelah laporan tentang Senja yang katanya sering membawa pria lain ke rumah Juan, diterimanya pagi tadi.Tak mau mendengar penjelasan apa pun dari Senja, Haikal memilih percaya pada foto juga pernyataan sang cucu, Kirania, sehingga tanpa memedulikan pembelaan yang dilontarkan Senja, permintaan untuk duduk di sofa dilontarkannya beberapa waktu lalu.Bukan ayah yang lembut, faktanya Haikal adalah orang tua yang selalu menggunakan hukuman fisik ketika anak-anaknya melakukan kesalahan, dan setelah sekian lama aman, malam ini Senja harus pasrah menahan sakit dicambuk karena memang hukuman itula
***"Nih perempuan belagu banget. Aku telepon malah dimatiin."Sambil memandang layar ponsel yang dia genggam di tangan kiri, ucapan tersebut lantas Juan lontarkan setelah Senja menolak panggilannya.Masih berada di jalan, beberapa waktu lalu Juan tiba-tiba saja ingin membeli martabak. Punya niat baik membelikan Senja makanan manis tersebut, Juan menelepon sang istri untuk bertanya martabak apa yang disukai. Namun, niatnya itu gagal setelah panggilannya pada Senja justru tak dijawab—membuat rasa kesal jelas melanda."Enggak pengen dibaikin emang kayanya Senja."Tak mencoba untuk menghubungi lagi Senja, setelahnya Juan menyimpan ponsel miliknya di dashboard. Fokus mengemudi, mobilnya membelah jalanan malam kota Bandung hingga setelah sepuluh menit, dia berhenti di dekat penjual martabak.Turun untuk memesan makanan manis tersebut, Juan membeli tiga kotak dengan rasa berbeda yaitu; keju kesukaan Kirania, coklat kesukaan Caca kemudi
***"Kalau ada apa-apa sama Senja, aku salahin Mas Juan ya, Mas. Senja kaya gini pasti karena kecapean."Di sela kegiatan mengemudi, ucapan bernada sinis itu lantas Gian lontarkan pada Juan yang kini duduk di sebelah kiri. Tak lagi di rumah, saat ini dia dan sang abang tengah berada di perjalanan menuju tempat Senja berada karena setelah dibuat khawatir, kabar dari Senja akhirnya datang.Namun, bukan kabar baik, yang Gian terima justru kabar buruk tentang pingsannya Senja di samping pemakaman Mentari. Ditemukan seorang pria penjaga warung, Senja katanya tergeletak di samping sebuah pusara dan setelah ditolong, perempuan itu kini berada di warung yang letaknya tak jauh dari tempat pemakaman.Entah apa alasan yang membawa Senja ke makam Mentari ketika hari tak lagi siang, Gian mau pun Juan sama-sama tak tahu. Namun, yang jelas di waktu yang sama kedua pria itu dilanda khawatir sehingga tanpa ba bi bu, keduanya pun bergegas."Kenap
***"Shit!"Masih dengan posisi tubuh membungkuk, Juan spontan mendesis setelah garis demi garis memar didapatinya di punggung Senja. Tak satu, ada tiga buah bekas memar yang dia lihat dan tak perlu bertanya, Juan tahu jika memar tersebut adalah bekas sabetan gesper.Mendengar Senja mengigau di tengah perjalanan, beberapa waktu lalu Gian memberhentikan mobil dan karena curiga akan sesuatu, keputusan mengecek kondisi Senja pun dilakukan.Tak oleh Gian, mengecek tubuh Senja dilakukan oleh Juan selaku suami dari perempuan itu dan benar saja dugaan dia juga sang adik, Senja tak baik-baik saja sehingga setelah menutup kembali punggung sang istri, Juan menarik tubuhnya dari mobil."Gimana? Apa ada sesuatu?" tanya Gian yang sejak beberapa menit lalu menunggu."Senja tadi bilang enggak mau ketemu sama siapa?" Alih-alih menjawab, Juan justru balik bertanya."Sama siapanya enggak bilang, tapi Senja ngomong kalau dia mau ketemu sam
***"Halo, Bunda."Duduk di sofa sambil memandang Senja yang masih tak sadar, sapaan penuh ragu tersebut lantas Juan lontarkan setelah sambungan telepon dengan sang mertua, terhubung.Sempat dilema antara menghubungi Nirmala malam ini atau besok, Juan memang mengambil keputusan untuk menelepon sang mertua sekarang., dan beruntung panggilannya dijawab."Halo, Nak Juan.""Bunda udah istirahat belum, Bun? Barangkali Juan ganggu," ucap Juan—memastikan lebih dulu sebelum mengungkap tujuannya menelepon."Belum, Nak Juan. Kebetulan Bunda lagi nungguin Ayah. Belum pulang soalnya.""Ayah emang ke mana, Bun? Kok jam segini belum pulang?"Hening.Tak ada jawaban untuk pertanyaan darinya, yang Juan dengar adalah hening sehingga setelah beberapa detik berlalu tanpa obrolan, dia buka suara."Jawabannya pasti ke Bandung ya, Bun?""Nak.""Juan pengen nanyain sesuatu sebenarnya sama Bunda, da
***"Editan atau bukan, Juan sendiri belum tahu, Bunda, tapi yang jelas Juan yakin Senja enggak selingkuh apalagi rutin bawa pacarnya ke rumah, karena setiap malam Juan selalu cek cctv rumah dan enggak pernah tuh Juan lihat Davion. Jadi, tolong sampaikan ke Ayah buat enggak marah lagi karena Senja enggak seperti yang dituduhkan."Membahas tentang foto yang Nirmala terima, ucapan panjang lebar tersebut lantas Juan lontarkan pada sang mertua. Sejenak melupakan dendamnya pada Mentari, Juan membela Senja karena meskipun istrinya itu hanya bahan pelampiasan dendam, entah kenapa ketika tuduhan berselingkuh dilayangkan, dia tak suka."Ya Allah gitu ya, Nak Juan?" tanya Nirmala. "Ya sudah nanti Bunda sampein ke Ayah setelah beliau pulang ya. Kalau perlu, Bunda nyuruh ayah minta maaf ke Senja karena udah nuduh yang enggak macam-macam.""Iya, Juan juga minta maaf kalau apa yang dilakuin Kiran bikin Bunda sama Ayah salah paham," kata Juan. "Nanti J
***"Mas Juan lagi ngapain?"Tengah mengisi mangkuk besar dengan air panas dari dispenser, Juan spontan menoleh setelah pertanyaan tersebut dilontarkan Gian yang tiba-tiba saja datang ke dapur."Kamu.""Itu lagi ngapain?" tanya Gian—mengarahkan dagu pada mangkuk besar di tangan Juan. "Di rak gelas habis emangnya sampe minum aja pake mangkuk gede.""Ini buat Senja.""Senja udah sadar?" tanya Gian dengan raut wajah antusias. "Gimana kondisi dia sekarang? Masih sakit enggak katanya bekas gesper di punggung?""Enggak tahu.""Lah, enggak ditanyain?"Juan menghela napas. "Gimana mau nanyain orang baru belasan menit sadar, Senja pingsan lagi," ucapnya. "Tuh demam dia sekarang makanya Mas bikin air kompresan.""Enggak dibawa ke rumah sakit aja, Mas?" tanya Gian dengan raut khawatir yang tercetak jelas. "Takutnya ada apa-apa atau parahnya justru luka dalam.""Mas udah minta Dokter Fika ke sini
***"Aku pengen ngomong sesuatu sama Mas Juan."Mendengar jawaban tersebut dilontarkan Mentari, Juan mengerjapkan mata beberapa kali untuk memastikan. Tak hilang, Mentari masih ada di sofa sehingga sambil membenarkan posisi duduk, dia bertanya,"Mau bicarain apa?""Tentang Senja," ucap Mentari sambil menoleh sekilas pada sang adik, sebelum kemudian kembali pada Juan. "Aku mau nanyain sesuatu ke kamu dan ini berhubungan sama dia.""Apa?" tanya Juan dengan raut wajah ketus, karena melihat wajah Mentari, dia teringat lagi perselingkuhaan yang dilakukan istrinya itu."Kamu mau sampai kapan menyakiti dia dengan memberikan hukuman yang enggak seharusnya Senja dapat, Mas?" tanya Mentari. "Aku tahu perselingkuhan yang aku lakuin sangat menyakiti kamu, tapi enggak seharusnya kamu melampiaskan semuanya ke Senja. Dia enggak tahu apa-apa dan dia cuman gadis polos, Mas. Aku minta kamu nikahin dia supaya kamu bisa lindungi Senja, bukan sebalik