***"Gimana, Papa setuju enggak?""Enggak. Papa enggak setuju sama ide yang kamu kasih. Jadi jangan pernah coba-coba realisasiin itu karena Papa bakalan marah. Lagipula seperti yang papa bilang, kamu cukup marah sama Mama dan ada di pihak Papa. Soal hukuman, biar Papa yang urus."Mendengar langsung ide Kirania yang katanya ingin ikut menghukum Senja, penolakan tersebut lantas dilontarkan Juan setelah ide yang dipakai sang putri menurutnya cukup gila.Mengajak Davion berpacaran kemudian membawa pria itu ke rumah agar Senja sakit hati, itulah ide Kirania dan Juan jelas tak setuju, karena selain dia tak mau melibatkan sang putri dalam balas dendamnya terhadap Mentari, Juan juga merasa Kirania masih terlalu dini untuk berpacaran."Pa, aku juga pengen hukum Tante Senja," ucap Kirania setengah mendesah. "Lagian dibanding kesalahan Mama ke Papa, hukuman Tante Senja itu masih belum apa-apa. Dia cuman dijadiin pembantu di sini dan-""Kira
***"Aku pilih kartu atmku. Kalau Mas mau hukum Senja, silakan. Kali ini aku enggak akan bantu."Setelah berpikir selama beberapa saat, jawaban tersebut akhirnya dilontarkan Gian pada sang kakak. Di luar dugaan, Juan terlihat kaget dengan apa yang dikatakan sang adik. Namun, meskipun begitu raut wajah tenang tetap ditunjukannya sebelum kemudian buka suara."Jadi kali ini kamu enggak masalah Senja bersihin kolam?""Nja," panggil Gian pada Senja. "Enggak apa-apa, kan?""Enggak apa-apa," kata Senja pasrah. "Kamu pasti butuh uangnya. Jadi enggak masalah. Lagian asalkan ads pompa, bersihin kolam kayanya bukan sesuatu yang sulit."Senja kecewa ataupun marah setelah mendengar pilihan Gian? Jawabannya tentu saja tidak, karena tak hanya uang pria itu, di rekening yang Gian pegang terdapat uangnya juga sehingga ketika adik Juan tersebut memilih untuk menyelamatkan rekening, maka uangnya pun ikut terselamatkan."Oke kalau gitu," ka
***"Tante Senja!"Senja yang barusaja selesai memasang selang, seketika menoleh setelah panggilan tersebut dilontarkan Kirania dari ambang pintu.Tak ada raut wajah ramah, seperti biasa gadis enam belas tahun itu terlihat judes. Namun, meskipun begitu—demi Mentari, Senja tetap bersikap baik pada sang keponakan dengan menjawab tenang panggilan yang dilontarkan untuknya."Ya, kenapa?""Tante Senja enggak tahu malu ya?" tanya Kirania tanpa basa-basi. "Yang disuruh buat kuras kolam renang tuh Tante sendiri, kenapa jadi berdua sama Om Gian? Mau caper?""Heh! Diajarin siapa kamu ngomong kaya gitu?" tanya Gian yang tentu saja tak suka dengan ucapan sang keponakan. Tak diam, dia yang barusaja selesai memasang pompa, seketika melangkah menuju Kirania dan tak sendiri, langkahnya tersebut diikuti Senja dari belakang."Disuruh Papa kamu ya kamu ngomong kaya gitu hah?" tanya Gian sesampainya di depan Kirania. "Benci atau e
***"Heh, bangun kalian. Jam berapa ini?"Berdiri dengan posisi tubuh sedikit membungkuk, perintah tersebut lantas dilontarkan Juan untuk sepasang muda-mudi yang kini terlelap di kursi panjang di pinggir kolam renang.Bukan orang asing, kedua orang yang terlihat meringkuk itu adalah Gian dan Senja. Entah sejak kapan keduanya terlelap, Juan sendiri tak tahu. Namun, yang jelas pagi ini dia sedikit kesal karena kolam renang di belakang rumahnya kering tanpa air.Padahal, dugaannya kolam renang yang semalam dikuras Gian dan Senja sudah terisi penuh dengan air baru yang lebih bersih dari air sebelumnya."Senja, Gian, bangun. Enggak enak kalau dilihat Caca."Usaha pertama gagal, Juan kembali membangunkan dua muda-mudi tersebut sampai akhirnya respon pun ditunjukan Gian mau pun Senja. Tidur dengan posisi saling membelakangi, keduanya perlahan membuka mata hingga tak berselang lama Gian yang menyadari kehadiran Juan, buka suara.
***"Mau ngapain kamu ke sini?"Menoleh setelah pintu kamar tiba-tiba saja terbuka, pertanyaan tersebut lantas Juan lontarkan pada Senja yang kini masuk ke dalam kamar.Tak ada raut santai, wajah gadis dua puluh dua tahun itu terlihat tegang dan tak perlu bertanya tentang alasan, Juan tahu jika istrinya itu kini dilanda takut."Kotak P3K di kamar ini, kan? Aku mau ambil," kata Senja."Buat apa? Ngobatin Gian?" tanya Juan sinis. "Enggak usah dimanja, luka dia enggak seberapa.""Enggak seberapa menurut kamu, tapi menurut aku beda," kata Senja. "Lagipula habis mukul adik sendiri bukannya merasa bersalah malah kaya gitu.""Gian yang mulai kenapa harus saya yang minta maaf?" tanya Juan. "Kalau dia enggak pukul duluan, saya enggak akan balas."Senja mendelik. "Iya, tapi harusnya sebagai kakak kamu ngalah, mas," ucapnya kemudian. "Kamu ini abang dan usia kamu enam belas tahun lebih tua dari dia. Jadi-""Berisi
***"Kak Davion."Barusaja tiba di dekat gerbang sekolah, Kirania tersenyum ketika nama Davion terpampang di layar ponsel. Menoleh untuk memastikan Juan tak ada, setelahnya dia mencari tempat untuk menjawab panggilan dan di bawah pohon, Kirania mantap menggeser gambar gagang telepon di layar ponselnya."Halo.""Gue udah buka semua foto yang lo kirim dan gue enggak nemuin problem," kata Davion tanpa basa-basi. "Semua pose menurut gue wajar dan yang Om lo daratin telunjuk di bibir Senja, ekspresi Senja juga enggak ada yang kelihatan gening. Jadi kesimpulannya ucapan lo bohong. Senja enggak genit kaya yang lo omongin."Kirania merutuk.Punya niat membuat Senja sakit hati dengan berpura-pura memacari Davion, semalam dia memang menjelekan sang tante di depan pria tersebut agar langkah untuk mengajak Davion berpacaran, mudah.Namun, alih-alih berhasil, rencana Kirania justru gagal karena tak mudah dipengaruhi, Davion sepertiny
***"Senja."Tengah menunggu roti di panggangan matang, Senja spontan menoleh setelah panggilan tersebut dilontarkan Juan dari dekat meja makan.Berdiri dengan setelan kantor, seperti biasa Juan memasang raut wajah serius bahkan dingin. Namun, Senja tak takut lagi karena hampir sepuluh hari menikah, wajah Juan yang seperti itu sudah menjadi makanannya sehari-hari."Mas Juan, ada apa?""Cuman mau bilang kalau hari ini saya mau ke Bogor buat cek kerjaan," kata Juan. "Titip rumah dan anak-anak karena saya pasti pulang malam.""Oh oke.""Enggak perlu anterin Kiran, kamu cuman cukup antar jemput Caca karena hari ini Kiran enggak sekolah," kata Juan. "Dia enggak enak badan katanya.""Lho, sakit apa?""Enggak tahu," kata Juan. "Dia cuman bilang enggak enak badan aja dan enggak ada yang darurat. Jadi enggak usah terlalu khawatir karena Kiran bukan anak kecil.""Oh ya udah.""Itu aja dari saya
***"Tante Senja, Tante mau ke mana, Tan? Tante!"Tiba persis di samping mobil, Senja seketika berhenti setelah Kirania yang sejak beberapa saat lalu mengejarnya, berseru.Kaget setelah mendapati Davion di ruang tengah, tanpa basa-basi Senja memang berbalik kemudian pergi begitu saja meninggalkan sang mantan. Tak dikejar oleh Davion langsung, langkah Senja diikuti Kirania sampai akhirnya setelah sejak beberapa menit lalu mencoba acuh, dia menoleh pada sang keponakan yang kini berada di teras."Tante Senja mau ke mana? Itu tamunya samperin ih!""Bilangin ke dia pulang, Kiran. Tante enggak mau ketemu.""Enggak!" tolak Kirania dengan segera. "Aku enggak mau usir tamu itu. Jadi kalau mau dia pergi, samperin terus usir sendiri. Lagian Tante Senja enggak ngehargain banget. Dia datang dari Jakarta lho. Masa enggak mau ditemuin?"Mendengar ucapan sang adik, Senja menghela napas. "Kamu enggak tahu apa-apa, Kiran.""Aku e