Beranda / Pernikahan / Terjerat Cinta Kakak Ipar / 2). Lamaran Kedua untuk Senja

Share

2). Lamaran Kedua untuk Senja

***

"Hai, Sayang."

Alih-alih membalas sapaan, Senja justru sedikit menggeram setelah di depan rumahnya kini—persis di balik sebuah pohon berukuran sedang, seorang pria berdiri dengan senyuman melengkung di bibir.

Bukan orang lain, dia adalah Davion—kekasih Senja yang beberapa menit lalu menelepon dan tentunya karena panggilan dari dia, Senja mau tak mau berbohong dengan berkata jika ada kurir paket yang mencarinya sehingga tanpa banyak menunda, dia pergi meninggalkan keluarganya di ruang tengah.

"Kamu ngapain ke sini mendadak?" tanya Senja sesampainya di dekat Davion. Tak diam, dia meraih tangan kekasihnya itu bahkan memberikan tarikan agar menjauh dari area rumah. "Kan kamu tahu sendiri ayah enggak suka kamu. Kalau diusir gimana?"

"Aku mau ketemu sama ayah kamu," ucap Davion yang justru tersenyum. "Papa aku baru aja dapat warisan dari mendiang Opa dan aku dapat jatahnya seratus juta. Jadi rencananya aku mau lamar kamu. Gimana, mau, kan?"

"Bercanda kamu?" tanya Senja yang tentu saja dilanda rasa kaget.

"Kok bercanda sih, Nja? Seriuslah," kata Davion tanpa melunturkan senyuman di bibirnya. "Ayah kamu kan enggak ngerestuin aku karena aku enggak punya kerjaan. Nah, sekarang aku emang belum punya kerja, tapi aku ada uang buat nikahin kamu. Jadi ayo bawa aku ketemu Ayah dan-"

"Davion jangan," potong Senja yang refleks meraih lengan Davion usai kekasihnya tersebut melangkah begitu saja, dan apa yang dia lakukan tentunya berhasil membuat sang kekasih dilanda rasa penasaran.

"Kok jangan sih, Nja?" tanya Davion. "Kamu enggak mau emangnya nikah sama aku? Katanya cinta, diajak nikah kok enggak mau? Ada gebetan lain ya?"

"Enggak usah sembarangan deh!" seru Senja yang seketika dilanda rasa gugup karena pertanyaan Davion membuat dia teringat pada lamaran Juan bahkan keputusannya untuk mau dinikahi sang kakak ipar. "Mana ada aku punya gebetan."

"Terus kenapa larang aku buat ketemu Ayah?" tanya Davion. "Baik lho niat aku ini. Masa dihalangi?"

"Ya aku tahu, tapi kalau niat kamu ketemu Ayah buat minta izin nikahin aku, waktunya enggak tepat karena Ayah lagi ada tamu."

"Siapa?" tanya Davion sambil menaikkan sebelah alis. "Bukan cowok lain yang lagi lamar kamu, kan?"

"Apa sih kamu?!" tanya Senja dengan rasa kesal yang kini datang karena entah bagaimana bisa, tebakan-tebakan Davion benar.

Namun, tentunya Senja tak bisa berkata jujur karena setidaknya sampai dia menemukan solusi untuk hubungannya dengan Davion, lamaran bahkan rencana pernikahan dia dan Juan harus dirahasiakan dari sang kekasih.

"Kok nyolot sih, Nja?" tanya Davion. "Mana gugup juga mukanya? Kaya beneran aja kamu lagi dilamar orang."

"Enggak usah ngaco kamu," ucap Senja. "Siapa emang yang lamar aku orang kamu yang notabenenya pacar aku aja ada di sini. Aneh."

"Ya udah kalau kamu emang enggak lagi dilamar orang, izinin aku masuk dan ketemu Ayah buat ungkapin niat baik aku," ucap Davion. "Enggak langsung nikah deh, tapi lamaran dulu. Gimana, setuju?"

Tak menjawab, Senja justru diam dengan perasaan bingung dan hal tersebut tentunya membuat Davion kembali bertanya,

"Kenapa diem? Enggak lagi sembunyiin sesuatu, kan? Kalau iya mendingan jujur karena bohong itu enggak ba-"

"Ada apa kok kaya lagi berantem?"

Tak selesai Davion bicara, sebuah pertanyaan tiba-tiba saja terdengar dari jarak tak jauh—membuat dia mau pun Senja tentunya mengalihkan atensi dan di luar dugaan, yang datang menghampiri dia juga Senja sekarang adalah Juan.

Entah bagaimana Juan bisa menyusul, Senja tak tahu. Namun, yang jelas rasa takut sang kakak ipar membongkar semuanya di depan Davion kini muncul—membuat degupan jantung perempuan dua puluh dua tahun tersebut seketika tak tenang.

"Mas Juan."

"Kakak ipar kamu kan ya ini?" tanya Davion pada Senja. Tak menunggu jawaban, setelahnya dia beralih pada Juan kemudian tanpa canggung Davion mengulurkan tangan. "Davion, pacarnya Senja."

"Juandra Bimasena," ucap Juan—ikut memperkenalkan diri.

"Oh ya, Mas Juan, ayah sama bunda ada enggak?" tanya Davion. "Saya pengen ketemu mereka buat lamar Senja."

"Ayah sama Bunda?" tanya Juan. "Ada, tapi kami lagi ada pembahasan tentang mendiang kakaknya Senja. Jadi rasanya kurang tepat kalau kamu lamar Senja sekarang karena kondisi hati kedua orang tua Senja lagi enggak baik."

"Oh gitu ya?" tanya Davion. Beralih pada Senja, setelahnya dia bertanya, "Kok enggak bilang sih kalau kamu sama orang tua kamu lagi bahas mendiang kakak kamu? Tahu gitu kan aku enggak akan maksa."

"Gimana aku mau bilang kalau kamu maksa terus buat masuk?" tanya Senja. "Setiap aku mau jelasin, kamu selalu maksa pengen ketemu Ayah sama Bunda."

"Iya deh iya aku yang salah," kata Davion. "Aku enggak tahu dan aku minta maaf."

"Enggak apa-apa."

Tak terlalu lama mengobrol, setelahnya Davion yang merasa sudah mengganggu obrolan serius Senja dan keluarganya memutuskan untuk berpamitan pulang dan dalam hitungan menit, pria itu pergi dengan kendaraannya—meninggalkan Senja dan Juan yang kini bersebelahan.

"Apa ini salah satu alasan kamu enggak mau menerima lamaran Mas, Nja?" tanya Juan yang seketika membuat Senja menoleh kemudian memandangnya.

"Iya," kata Senja. "Aku udah punya pacar makanya aku nolak lamaran Mas karena aku sayang sama pacar aku cuman ayah enggak setuju makanya aku pura-pura udah putus."

"Kenapa ayah enggak setuju?"

"Karena dia belum kerja. Padahal, Davion juga lagi berusaha buat cari kerja," ucap Senja. "Aku udah yakinin ayah buat setuju, tapi ayah tetap enggak mau. Jadi aku bilangnya udah putus."

"Dan tadi Davion mau bongkar hubungan kalian?"

"Iya," kata Senja. "Davi mau bongkar bahkan lamar aku ter-"

"Mau biayain kamu pake apa kalau kerjaan aja enggak punya?" tanya Juan dengan tatapan intensnya sebelum kemudian dia melakukan sesuatu di luar dugaan Senja yaitu; meraih telapak tangan gadis di depannya bahkan memberikan genggaman—membuat Senja tentu saja kaget.

Namun, sialnya Senja seolah kehilangan kekuatan untuk melepaskan genggaman sang kakak ipar sehingga yang dia lakukan justru pasrah.

"Mas bisa jadi suami yang jauh lebih baik buat kamu setelah kita menikah nanti dan Mas janji akan memperlakukan kamu sebaik mungkin seperti Mas memperlakukan Mentari."

"Mas," panggil Senja dengan degupan jantung yang lagi-lagi tak menentu bahkan tak hanya itu, gelenyar aneh pun kini muncul—membuat dia bingung dengan perasaannya sendiri.

"Ini berat buat kita, Nja, tapi mungkin ini yang dinamakan takdir dan Mas harap kamu mau menerima takdir yang udah digariskan Tuhan buat kita," ucap Juan yang rasanya membuat hati Senja menghangat. "Ayo belajar saling mencintai satu sama lain demi kebahagiaan kita dan mendiang kakak kamu karena inilah yang dia mau."

"Aku punya pacar, Mas."

"Dan Mas jauh lebih pantas buat kamu dari segi apa pun," ucap Juan.

"Tap-"

"Soal pertemuan kamu sama Davion, Mas pikir Ayah sama Bunda bakalan marah kalau tahu kamu masih punya hubungan sama dia."

"Tolong jangan bilang ke ayah sama Bunda," kata Senja. "Seperti yang Mas lihat, Ayah lagi enggak baik dan-"

"Mas bisa jaga rahasia, tapi dengan satu syarat."

"Apa?"

"Ayo menikah satu minggu dari sekarang dan Mas jamin hubungan kamu sama Davion aman."

"Mas Juan..."

Komen (21)
goodnovel comment avatar
Srie Rahayu
senja mau tak mau harus nerima dinikahi juan seminggu lagi. daripada dilaporin ke ayah bundanya kalo senja masih berhubungan sama davion...
goodnovel comment avatar
Srie Rahayu
ups, ketauan deh sama juan kalo yang datang itu bukan kurir melainkan pacarnya senja...
goodnovel comment avatar
Srie Rahayu
tapi kok aku rasanya nggak sreg ya kalo senja sama davion. kayak ada sesuatu aja gitu yang nggak baik buat senja dalam diri davion...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status