***"Kenapa berhenti?"Melihat dan mengikuti Gian yang tiba-tiba berhenti, pertanyaan tersebut Diandra lontarkan dengan perasaan yang heran.Tak sedang di sembarang tempat, saat ini Diandra dan Gian berada di salah satu mall besar karena memang sepulangnya dari kampus di hari ini, Gian mengajak Diandra pergi ke mall.Ketika ditanya tujuan, Gian katanya ingin menghibur Diandra dengan mengajak perempuan itu pergi ke tempat ramai, dan karena ucapan Gian cukup menyentuh, Diandra manut sehingga ketika Gian terus membawanya berjalan-jalan, gadis itu tak protes sedikit pun hingga Gian pun berhenti di depan sebuah toko perhiasan."Mau masuk ke sini enggak?" tanya Gian. "Siapa tahu ada cincin nikah yang pas buat kita.""Cincin nikah?" tanya Diandra kaget."Iya," kata Gian. "Inget ucapan gue kemarin yang bilang ke lo mau ajak ke seuatu tempat? Nah, tempat yang gue maksud tuh toko perhiasan.""Gi.""Kenapa?" tanya
***"Daritadi gue perhatiin lo banyak diem, kenapa sih? Lagi mikirin sesuatu apa gimana?"Setelah sejak tadi diam, pertanyaan tersebut akhirnya Gian lontarkan pada Diandra. Bukan tanpa alasan, dirinya bertanya demikian setelah sejak meninggalkan mall, sang calon istri banyak diam.Awalnya Gian pikir Diandra mungkin merasa lelah. Namun, karena durasi diamnya perempuan itu cukup lama, dia merasa khawatir karena bisa saja Diandra tengah meratapi sedih seperti kemarin."Enggak kenapa-kenapa kok, gue cuman pengen diem aja," kata Diandra—membuat Gian menoleh sekilas sebelum kemudian fokus kembali pada jalanan."Bohong ah," kata Gian setelahnya. "Kalau cuman pengen diem biasanya enggak lama, sementara sekarang? Lo diem sejak tadi kita ninggalin mall sampai setengah jalan. Ada apa? Kalau ada sesuatu yang lo pikirin, bilang ke gue karena sebagai calon pasangan suami istri, kita harus saling terbuka dalam hal apa pun.""Gue cuman kepikiran
***"Mengundur pernikahan Gian sama Diandra."Mendengar ucapan tersebut dilontarkan Juan, kerutan di kening Senja seketika terbentuk. Heran sekaligus penasaran dengan alasan saran tersebut didapat Juan, selanjutnya itulah yang dia rasakan sehingga tanpa banyak menunda, Senja pun bertanya,"Kok bisa saran itu dikasih, Mas? Apa ada alasannya?""Ada, tapi ayo lanjutin ngobrolnya di kamar biar enak," kata Juan. "Ini obrolan serius soalnya.""Oh oke."Tak banyak membantah, selanjutnya Senja dan Juan kembali melangkah. Sampai di kamar, keduanya masuk dan yang Senja tuju pertama kali adalah sofa. Tak mau lebih lama menunggu, Senja kembali bertanya, "Jadi apa, Mas, alasannya? Eh, apa mau ganti baju dulu?""Enggak usah, aku langsung jelasin aja," kata Juan. Mendekati Senja, dia duduk persis di samping istri dan tanpa banyak menunda, Juan berkata, "Jadi alasannya tuh karena dua minggu dari sekarang, Diandra ada kemungkinan hamil, Nja, sementara kan dalam agama kita menikah dalam kondisi hamil tu
***"Kiran, Caca, kalian duluan ke atas ya. Mama dan Papa mau ngobrol dulu sama Om Gian dan Kak Diandra. Nanti setelah selesai, Mama cek kalian."Makan malam usai, ucapan tersebut lantas Senja lontarkan pada Kirania dan Caca. Bukan tanpa alasan, dirinya berkata demikian karena obrolan dia, Juan, Gian, dan Diandra obrolan serius sehingga Kirania dan Caca tak seharusnya bergabung.Untuk Kiran, gadis itu bisa saja ikut. Namun, jika Kirania tak ke atas lebih dulu, Caca pun pasti tak mau sehingga Senja pun harus memerintahkan kedua putrinya sekaligus."Enggak boleh ikutan?" tanya Kirania."Enggak, ini obrolan orang gede dan kamu masih bau kencur," celetuk Gian yang dijawab delikkan sang keponakan."Iya deh iya si paling tua."Tak diam, selanjutanya Kirania beranjak dan tentunya tak sendiri, gadis itu membawa sang adik pergi sehingga di ruang makan kini hanya tinggal empat orang saja yang siap memulai obrolan."Jadi a
***"Aku datang bulan, Kak, aku enggak hamil."Berucap sambil tersenyum, itulah yang Diandra lakukan sekarang ketika bicara dengan Senja yang dia hubungi beberapa waktu lalu. Berada di kamar mandi kampus, Diandra duduk sendiri di atas closet dan tentunya pagi ini dia bahagia, karena setelah menunggu selama beberapa hari, hasil baik datang.Bukan tak menginginkan kehadiran anak, tapi di usia dan kondisinya yang sekarang, Diandra belum siap jika harus diberi keturunan sehingga ketika pagi ini datang bulan datang, dia bahagia."Serius, Di?" tanya Senja dengan suara yang terdengar kaget. "Kapan? Kok baru bilang?""Kemarin sebenarnya, Kak," ucap Diandra dengan senyuman yang tak luntur. "Sore tuh udah ada flek sebenarnya, cuman karena pas aku baca di internet, orang hamil pun suka ngeflek, aku nunggu. Katanya kalau hamil, fleknya ilang muncul sementara kalau datang bulan pasti muncul terus.""Lalu?""Ya aku tunggu sa
***"Saudara Giandra Bimasena, saya nikah dan kawin kan engkau dengan Diandra Sagita Pramono binti Harun Pramono, dengan mas kawin satu set perhiasan dibayar tunai!""Saya terima nikah dan kawinnya Diandra Sagita Pramono binti Harun Pramono dengan mas kawin satu set perhiasan dibayar tunai!""Bagaimana saksi, sah?""Sah.""Sah."Langsung mendaftarkan pernikahan setelah Diandra dipastikan tak hamil, pagi ini—tepat sepuluh hari pasca pendaftaran, Gian akhirnya resmi menikahi Diandra.Tak ada pikiran yang berubah meskipun Diandra tak hamil, Gian memang tetap mantap menikahi sahabatnya tersebut sehingga didampingin keluarganya, hari ini dia datang ke KUA.Tak di rumah, Gian dan Diandra memang sepakat untuk menikah di KUA setelah tawaran tersebut dilontarkan salah satu petugas. Tak ada pesta, keduanya juga sepakat untuk menikah secara sederhana dan karena bukan keputusan aneh, Juan tentunya memberi izin."Se
***"Nja, Mas, aku sama Diandra pergi dulu ya. Kalian baik-baik di sini dan jangan lupa kabarin kalau ada apa-apa. Soal oleh-oleh, jangan ragu buat chat karena aku bakalan bawa apa pun yang kalian mau terutama Senja. Demi bumil pokoknya."Diantar sampai ke dekat mobil, kalimat pamit tersebut lantas Gian lontarkan pada Senja dan Juan. Sehari pasca menikah, Gian memang tak akan berdiam diri di rumah karena kemarin sebuah hadiah didapatkannya dari Juan.Bukan barang, yang Gian terima adalah tiket bulan madu untuknya dan Diandra. Bukan luar negeri, tiket tersebut adalah tiket menuju Labuan Bajo karena memang alih-alih di luar, Juan katanya ingin sang adik honeymoon di dalam negeri.Gian dan Diandra senang? Jawabannya adalah iya, karena sebelum pernikahan, keduanya tak memikirkan bulan madu sehingga ketika Juan tiba-tiba mengatur semuanya, pasangan suami istri tersebut berterima kasih.Tak hanya masalah bulan madu, Juan juga mengurus cuti kuli
***"Ada apa, Pak?"Berdiri di ambang pintu dengan raut wajah sedikit ditekuk, pertanyaan tersebut lantas Juan dapatkan dari sang pemilik ruangan kerja yang siang ini dia datangi.Bukan ruangan kerja orang lain, Juan mendatangi ruangan Davion karena memang setelah berpikir selama beberapa detik, dia memutuskan untuk menurunkan ego dengan mengabulkan ngidam sang istri yang menurutnya aneh.Ingin menyantap tempe orek yang dimasak Davion di dapur rumah Juan, itulah yang Senja inginkan dan mau tak mau, suka tak suka Juan harus mengabulkan keinginan tersebut karena katanya jika tidak, Senja akan marah selama tiga hari tiga malam."Kamu kenapa enggak istirahat?" tanya Juan—masih dengan raut wajah yang terlihat bete, karena meskipun sudah berpikiran sepositif mungkin, membayangkan Davion memasak di depan Senja membuat hatinya panas. "Ini udah mau jam setengah satu padahal. Mau sok rajin?""Ya enggak, Pak," kata Davion. "Cuman saya baru