***"Kiran, Caca, kalian duluan ke atas ya. Mama dan Papa mau ngobrol dulu sama Om Gian dan Kak Diandra. Nanti setelah selesai, Mama cek kalian."Makan malam usai, ucapan tersebut lantas Senja lontarkan pada Kirania dan Caca. Bukan tanpa alasan, dirinya berkata demikian karena obrolan dia, Juan, Gian, dan Diandra obrolan serius sehingga Kirania dan Caca tak seharusnya bergabung.Untuk Kiran, gadis itu bisa saja ikut. Namun, jika Kirania tak ke atas lebih dulu, Caca pun pasti tak mau sehingga Senja pun harus memerintahkan kedua putrinya sekaligus."Enggak boleh ikutan?" tanya Kirania."Enggak, ini obrolan orang gede dan kamu masih bau kencur," celetuk Gian yang dijawab delikkan sang keponakan."Iya deh iya si paling tua."Tak diam, selanjutanya Kirania beranjak dan tentunya tak sendiri, gadis itu membawa sang adik pergi sehingga di ruang makan kini hanya tinggal empat orang saja yang siap memulai obrolan."Jadi a
***"Aku datang bulan, Kak, aku enggak hamil."Berucap sambil tersenyum, itulah yang Diandra lakukan sekarang ketika bicara dengan Senja yang dia hubungi beberapa waktu lalu. Berada di kamar mandi kampus, Diandra duduk sendiri di atas closet dan tentunya pagi ini dia bahagia, karena setelah menunggu selama beberapa hari, hasil baik datang.Bukan tak menginginkan kehadiran anak, tapi di usia dan kondisinya yang sekarang, Diandra belum siap jika harus diberi keturunan sehingga ketika pagi ini datang bulan datang, dia bahagia."Serius, Di?" tanya Senja dengan suara yang terdengar kaget. "Kapan? Kok baru bilang?""Kemarin sebenarnya, Kak," ucap Diandra dengan senyuman yang tak luntur. "Sore tuh udah ada flek sebenarnya, cuman karena pas aku baca di internet, orang hamil pun suka ngeflek, aku nunggu. Katanya kalau hamil, fleknya ilang muncul sementara kalau datang bulan pasti muncul terus.""Lalu?""Ya aku tunggu sa
***"Saudara Giandra Bimasena, saya nikah dan kawin kan engkau dengan Diandra Sagita Pramono binti Harun Pramono, dengan mas kawin satu set perhiasan dibayar tunai!""Saya terima nikah dan kawinnya Diandra Sagita Pramono binti Harun Pramono dengan mas kawin satu set perhiasan dibayar tunai!""Bagaimana saksi, sah?""Sah.""Sah."Langsung mendaftarkan pernikahan setelah Diandra dipastikan tak hamil, pagi ini—tepat sepuluh hari pasca pendaftaran, Gian akhirnya resmi menikahi Diandra.Tak ada pikiran yang berubah meskipun Diandra tak hamil, Gian memang tetap mantap menikahi sahabatnya tersebut sehingga didampingin keluarganya, hari ini dia datang ke KUA.Tak di rumah, Gian dan Diandra memang sepakat untuk menikah di KUA setelah tawaran tersebut dilontarkan salah satu petugas. Tak ada pesta, keduanya juga sepakat untuk menikah secara sederhana dan karena bukan keputusan aneh, Juan tentunya memberi izin."Se
***"Nja, Mas, aku sama Diandra pergi dulu ya. Kalian baik-baik di sini dan jangan lupa kabarin kalau ada apa-apa. Soal oleh-oleh, jangan ragu buat chat karena aku bakalan bawa apa pun yang kalian mau terutama Senja. Demi bumil pokoknya."Diantar sampai ke dekat mobil, kalimat pamit tersebut lantas Gian lontarkan pada Senja dan Juan. Sehari pasca menikah, Gian memang tak akan berdiam diri di rumah karena kemarin sebuah hadiah didapatkannya dari Juan.Bukan barang, yang Gian terima adalah tiket bulan madu untuknya dan Diandra. Bukan luar negeri, tiket tersebut adalah tiket menuju Labuan Bajo karena memang alih-alih di luar, Juan katanya ingin sang adik honeymoon di dalam negeri.Gian dan Diandra senang? Jawabannya adalah iya, karena sebelum pernikahan, keduanya tak memikirkan bulan madu sehingga ketika Juan tiba-tiba mengatur semuanya, pasangan suami istri tersebut berterima kasih.Tak hanya masalah bulan madu, Juan juga mengurus cuti kuli
***"Ada apa, Pak?"Berdiri di ambang pintu dengan raut wajah sedikit ditekuk, pertanyaan tersebut lantas Juan dapatkan dari sang pemilik ruangan kerja yang siang ini dia datangi.Bukan ruangan kerja orang lain, Juan mendatangi ruangan Davion karena memang setelah berpikir selama beberapa detik, dia memutuskan untuk menurunkan ego dengan mengabulkan ngidam sang istri yang menurutnya aneh.Ingin menyantap tempe orek yang dimasak Davion di dapur rumah Juan, itulah yang Senja inginkan dan mau tak mau, suka tak suka Juan harus mengabulkan keinginan tersebut karena katanya jika tidak, Senja akan marah selama tiga hari tiga malam."Kamu kenapa enggak istirahat?" tanya Juan—masih dengan raut wajah yang terlihat bete, karena meskipun sudah berpikiran sepositif mungkin, membayangkan Davion memasak di depan Senja membuat hatinya panas. "Ini udah mau jam setengah satu padahal. Mau sok rajin?""Ya enggak, Pak," kata Davion. "Cuman saya baru
***"Teman, Pak. Saya izin angkat dulu ya."Ditanya dari siapakah panggilan yang kini masuk ke ponselnya, jawaban tersebut lantas Davion lontarkan pada Juan. Mendapat izin untuk menjawab panggilan, selanjutnya yang dia lakukan adalah pergi meninggalkan dapur.Tak berdiri di ruang tengah, Davion memilih teras untuk dia jadikan tempat mengobrol dan di kursi yang berada di teras, dirinya duduk sambil menggeser gambar gagang telepon di layar."Halo, Ki, ada apa?""Kenapa lama banget jawabnya, Kak? Lagi makan siang sama cewek ya di kantor?"Tak ada basa-basi, pertanyaan tersebut langsung Davion dapat dari gadis yang kini menghubunginya. Bukan orang lain, dia adalah Kirania—putri sulung Juan."Aku di rumah kamu," kata Davion sambil sesekali menoleh ke belakang, untuk memastikan tak ada Juan di ambang pintu. "Lagi makan siang.""Kok bisa di rumah aku?" tanya Kirania dengan suara yang terdengar kaget. "Sama siapa? Awas
***"Ma, Mama masih tidur?"Berdiri di depan pintu kamar Senja, pertanyaan tersebut lantas Kirania lontarkan setelah sebelumnya mendaratkan ketukan. Sampai di rumah hampir setengah jam lalu, kabar tentang sang mama sambung yang katanya tidur siang, didapatkan Kirania dari sang bibi sehingga tak langsung menemui Senja, dia memilih untuk mengganti pakaian bahkan makan siang.Ada yang ingin dibicarakan, itulah ucapan Senja pada Kirania tadi lewat telepon sehingga tak mampir ke mana-mana dulu, Kirania memutuskan untuk langsung pulang ke rumah sambil membawa rasa penasaran."Mama masih tidur apa gimana ya?" tanya Kirania setelah sebelumnya tak ada sautan dari dalam kamar. "Apa coba cek dulu?"Berpikir selama beberapa detik, setelahnya Kirania memutuskan untuk mengecek, sehingga pelan sekali dia membuka pintu. Menyembulkan kepala, atensi Kirania langsung tertuju pada kasur tempat sang mama berbaring. "Masih tidur ternyata,"
***"Putus."Kompak memasang raut wajah kaget, itulah Senja dan Kirania setelah ucapan tersebut dilontarkan Juan dengan raut wajah seriusnya.Mengikuti saran Senja, malam ini Kirania jujur tentang hubungannya dengan Davion. Tak ada respon baik, Juan nampak tak suka mendengar kabar yang diberikan sang putri sehingga setelah Kirania menjawab serius tentang hubunganya dan sang kekasih, pria itu meminta sang putri putus."Maksud kamu apa, Mas?" tanya Senja yang membuat atensi Juan beralih."Ya putus," kata Juan. "Aku mau Kiran sama Davion putus. Apa enggak jelas ucapan barusan?""Enggak bisa gitu dong, Pa," kata Kirania yang membut Juan kembali memandangnya. "Aku cinta sama Kak Davion begitu pun sebaliknya. Jadi enggak ada tuh putus-putus.""Jadi kamu lebih pilih Davion dibanding Papa? Iya?" tanya Juan. "Kamu masih kecil, Kiran, bahkan tujuh belas tahun pun kurang. Bisa-bisanya pacaran sama orang dewasa. Aneh tahu enggak?"