Satu minggu menjelang hari pernikahan Sena, sosok sahabat yang semakin kesini aku menjadi engan menyebutkan sahabat. Demi Tuhan! dia tidak pernah bosan buat mengganggu ketenanganku, ada saja masalah yang dikeluhkannya.
"Aku bingung, Nisya. Rasanya aku sudah tidak bisa berpikir lagi saking gugupnya."Dan aku sama sekali tidak ingin merespon ucapanya, kubiarkan saja dia dengan keluhan yang menurutku tidak begitu penting.
"Kamu dengerin aku nggak, sih?" tangannya terulur merebut benda persegi yang tengah kumainkan."Sena!" seruku tidak terima dan mencoba meraih kembali ponsel yang direbutnya."Salah sendiri aku ngomong panjang lebar tidak kamu hiraukan malah asyik sama game bercocok tanam yang nggak guna itu." Sungutnya tidak terima karena aku abaikan."Tanpa aku dengar pun di kepalaku sudah terekam jelas apa saja yang kamu omongin dari sejam yang lalu Arsena! jadi berhenti mengoceh dan kembalikan ponselku," kurebut kembali ponsel dari t"Nis, tolong jangan pergi dulu mas bisa jelasin sama kamu tanpa berdebat lagi, bisa?" Aku menggeleng. "Kupikir, Mas hanya akan mengajaknya saja untuk sekedar bermain dan bersenang-senang, nyatanya aku sudah terlalu berprasangka baik pada Mas. Lebih dari itu, aku bahkan melihat kalian sedang asyik berbelanja dan mengabaikan keberadaan Alshad. Mas, sorry kalau ini terdengar kasar tapi aku tidak tahan lagi untuk tidak berkata 'bodoh' buat kalian selaku orang tuanya!"Tuntas sudah amarahku untuk mereka, aku tidak tahan lagi untuk meluapkan emosiku dihadapannya langsung. Sementara itu Mas Ryan, hanya bisa diam tertunduk dan tidak mampu melakukan pembelaan lagi. Dan seperti itu lah dia, yang terlalu menurut sama mantan istrinya. Benar-benar devinisi bucin parah, iya kalau bucinnya sama istri tidak ada larangannya. Nah dia, susah untuk aku jelaskan dengan kata-kata.Untuk menghindari drama yang akan mereka lakukan, aku menyeret paksa Sena agar segera pergi. Ka
Semakin kesini, aku semakin bingung dengan perasanku sendiri. Ingin abai seperti dulu mengenai hubungan Mas Ryan dengan masa lalunya, tapi tidak bisa. Ingin juga mengatakan yang sebenarnya, kalau aku tidak suka melihat kedekatannya dengan Mbak Sarah, tapi egoku seakan melarangnya. Namun jika harus memendamnya terus menerus aku jugabyang merasakan sakitnya.Mungkin dulu aku belum memiki perasaan ini, tapi sekarang aku mulai merasa tidak rela jika perhatian Mas Ryan terbagi apalagi sama perempuan selainku. Meskipun itu mantan istrinya, dan aku membenci itu sekarang. Melihat interaksi yang mereka lakukan sudut terdalamku ingin sekali memerontak, terlebih jika itu menyangkut masalah anak. Ingin sekali aku berteriak sekencangnya jika aku tidak suka."Kenapa tidak di angkat?" tanyaku.Bisa kulihat dari tempatku duduk jika sedari tadi ponselnya tak berhenti berdering, dengan nama Mbak Sarah yang muncul di layar utamanya."Nanti kamu marah, kalau mas sibuk dengan
"Ini," Mas Ryan menyodorkan sebuah amplop berwarna cokelat padaku."Apa?""Buka dan baca sendiri, jika mas yang mengatakannya pasti kamu tidak akan percaya."Dengan hati-hati kubuka amplop itu lekas membacanya, "berapa lama?""Satu minggu, itu sudah paling lama.""Berarti masih ada kemungkinan kalau lebih cepat, kan?""Ada, tapi mas sendiri nggak bisa janji."Benar apa yang dikatakannya, mungkin jika aku tidak membaca sendiri isi amplop yang ternyata berisi surat tugas dari kantor, pasti aku mengira jika ini hanya upayanya saja untuk menghindariku. Namun setelah melihat bukti tertulis yang masih berada di genggamanku ini, mau tidak mau aku harus menerima jika kepergiannya memang murni untuk sebuah tugas."Kapan berangkatnya?""Besok pagi," jawabnya singkat.Menghela napas kasar, aku beranjak untuk segera menyiapkan keperluannya. Melihatku yang memasuki kamar, sepertinya Mas
"Kamu tahu Nis ....""Enggak," selaku, sengaja memotong perkataannya."Aku belum selesai ngomong, Nisya Kailandra!" serunya.Tersenyun aku menanggapi kekesalan Sena, yang sudah hampir dua minggu kami tidak bisa bertatap muka. Dan ini merupakan pertemuan pertama kami setelah pernikahannya. Tepatnya Sena, menghubungiku saat jam mengajarku baru saja usai, dia memintaku untuk menemuinya di cafe dekat dengan kantor suaminya, Mas Biru."Sabar Sen, marah-marah melulu apa jatah dari Mas Biru kurang?" sarkasku."Bukanya kebalik Nisya, kamu yang nggak dapat jatah dari Mas Ryan, sudah hampir tiga hari gimana rasanya Nis, pasti meriang, bukan?" ucapnya berbalik menyerangku."Ada perlu apa kamu menyuruhku ke sini, karena kalau sampai apa yang mau kamu omongon itu nggak penting, sumpah kamu kurang kerjaan banget."Sengaja aku alihkan pembicaraan, sebab jika aku meladeninya pasti Sena akan semakin menjadi, dan akulah yang
Kubuka bagasi belakang sesuai dengan perintahnya, setelah selesai menaruh barang bawaannya dia menghampiriku yang masih duduk di balik kemudi. Kusambut dirinya seperti biasa, juga masih kudapatkan sebuah kecupan singkat di keningku."Terima kasih, maaf mas merepotkanmu," ucapnya sambil memberi kode untukku turun sebab dia akan mengambil alih kemudi mobilnya.Siang tadi, Mas Ryan menghubungiku untuk yang pertama kali setelah kepergiannya, bermaksud untuk menanyakan bersedia atau tidak aku menjemputnya di bandara.Aku iyakan permintaannya, walau sesungguhnya aku belum siap untuk berhadapan langsungdengannya. Ketakutanku semakin besar jika apa yang sudah dua hari ini kupikirkan akan benar-benar terjadi, ditambah dengan adanya foto yang entah siapa pengirimnya dan apa maksud dari orang tersebut mengirimkan foto itu kepadaku."Ada apa?"Aku menatapnya dan menggelengkan kepala, "Nggak papa," jawabku"Ada y
"Jangan dipaksakan, jika memang belum sehat betul.""Mas sudah nggak masuk kerja dua hari, nggak enak ninggalin kerjaan lama-lama apalagi setelah perjalanan tugas yang kemarin, mas belum bertemu langsung sama atasan mas.""Bukanya surat dari dokter menyuruh Mas untuk istirahat selama tiga hari? Laporan juga sudah Mas berikan kepada Bayu, kan?"Repotnya jadi pegawai apalagi dalam naungan pemerintah, apa-apa harus ada bukti tertulis yang menyatakan bahwa kita memang benar-benar dalam keadaan tidak bisa hadir untuk bekerja."Iya, nggak usah cemberut, ayo kalau begitu mas antar kamu ke sekolah.""No! Nisya bisa berangkat sendiri.""Dan mas, juga masih bisa buat antar kamu.""Mas! kenapa nyebelin banget, sih," kesalku."Apanya yang nyebelin sih, Sayang! Mas cuma mau ngantar istri mas berangkat kerja, dari pada di rumah nggak ngapa-ngapain.""Mas bisa istirahat, tidur, b
"Nis, kamu pegang kelas mana tahun ini?""Xl IPA 3, tapi aku belum lihat juga sih daftar muridnya.""Agaknya kamu belum beruntung tahun ini, dan sepertinya kamu juga harus lebih bisa berbesar hati. Untuk menghadapi anak didikmu yang dapat kupastikan mereka akan sedikit menyulitkanmu nantinya."Melihat senyum aneh Sena, aku jadi penasaran apa ada sesuatu yang tak kuketahui."Kenapa ekspresi mu seperti itu! apa ada yang aneh sama penampilanku?""Kamu cantik, selalu setiap harinya Nisya Kailandra! Tapi mulai besok aku jadi ingin lihat seperti apa penampilanmu setelah menghadapi para murid yang mungkin berbeda dari yang sebelumnya kamu pegang.""Biasa saja, masih kelas IPA juga kan?""Ya sudah, kalau ada kesulitan jangan kau panggil-panggil namaku, ingat itu wahai sahabatku!"Sena berlalu masih dengan senyum anehnya,aku mulai curiga jika ada yang disembunyikan dia dariku, tapi apa? Kulihat penampilanku juga nggak ada
"Kenapa?"Dengan langkah pasti Mas Ryan menghampiriku yang sedang duduk di depan meja rias, usai melakukan ritua malamku selepas mandi. Tangannya diletakkan di atas kedua pundakku dan membalas tatapan netraku lewat pantulan kaca."Mas, kenapa nggak bilang kalau akan bawa dia menjemput Nisya!""Dia punya nama, Sayang! Mas sengaja nggak bilang dulu karena mas ingin kasih kejutan buat kamu.""Dan selamat Mas berhasil, Nisya sangat-sangat terkejut sampai tidak tahu lagi harus berkata apa. Jujur keadaan seperti ini sangatlah tidak enak, Mas, bukan Nisya yang tidak ingin menyapanya, melainkan perasaan Nisya sendiri yang sulit untuk Nisya kendalikan.""Mas mengerti, ayo kita temui dia lagi yang pastinya juga sudah kangen sama bundanya."Tiga bulan lebih aku tidak bertatap muka dengan anak itu, Alshad. Sesungguhnya aku begitu rindu dan ingin segera membawa tubuh mungilnya kedalam pelukakanku. Tapi lagi-lagi itu tidak bi