"Kenapa?"
Dengan langkah pasti Mas Ryan menghampiriku yang sedang duduk di depan meja rias, usai melakukan ritua malamku selepas mandi. Tangannya diletakkan di atas kedua pundakku dan membalas tatapan netraku lewat pantulan kaca. "Mas, kenapa nggak bilang kalau akan bawa dia menjemput Nisya!""Dia punya nama, Sayang! Mas sengaja nggak bilang dulu karena mas ingin kasih kejutan buat kamu.""Dan selamat Mas berhasil, Nisya sangat-sangat terkejut sampai tidak tahu lagi harus berkata apa. Jujur keadaan seperti ini sangatlah tidak enak, Mas, bukan Nisya yang tidak ingin menyapanya, melainkan perasaan Nisya sendiri yang sulit untuk Nisya kendalikan.""Mas mengerti, ayo kita temui dia lagi yang pastinya juga sudah kangen sama bundanya."Tiga bulan lebih aku tidak bertatap muka dengan anak itu, Alshad. Sesungguhnya aku begitu rindu dan ingin segera membawa tubuh mungilnya kedalam pelukakanku. Tapi lagi-lagi itu tidak bi"Sayang, ikut mas yuk!""Mau kemana?" balasku tanpa menoleh kearahnya, dan masih betah pada posisiku bersandar di bahunya, menatap layar televisi yang menampilkan film yang kotonton."Mas ada pertemuan sebentar nanti siang, setelahnya kita bisa jalan-jalan atau pergi kemana yang kamu ingin."Kuangkat kepalaku menghadapnya "Ini hari sabtu Mas, masih saja sibuk sama pekerjaan," proteku dengan wajah masam."Sebentar doang, Sayang! mau ya, ikut mas?" Tangannya menangkup wajahku setelahnya ditarik untuk bersandar di dada bidangnya, "sekalian jalan berdua, mas belum pernah jalan bareng sama kamu selama menikah," sambungnya.Benar juga, selama ini aku bahkan hampir tidak pernah jalan bareng ataupun belanja ditemani Mas Ryan. Biasanya aku lakukan kegiatan itu berdua dengan Sena, tapi sekarang mulai susah menariknya untuk menemaniku. Sudah pasti Sena juga akan sibuk dengan Mas Biru, mungkin mulai sekarang aku harus terbiasa menyeret Mas
"Tidak ada orang di dalam, Sayang! Mungkin Sarah sedang mengajaknya pergi."Andai Mas tahu apa yang sedang Mbak Sarah lakukan sekarang! Ucapku dalam hati.Setelah sekian lama kami mengetuk pintu rumah Mbak Sarah, tidak ada tanda-tanda jika ada orang di dalam. Tapi perasaanku mengatakan jika Alshad memang ada di dalam, fokusku tertuju pada jendela kamar yang tertutup dan ada sedikit celah diantara lipatan gorden yang menyingkap.Setelah aku perhatikan ternyata benar dugaanku, aku melihat ada jemari kecil terselip diantara lipitan gorden yang berusaha disingkapnya. Juga ada sepasang mata mungil yang tengah mengintip dari balik kaca jendela itu, ketika mata kami bersitubruk, Alshad, anak itu terlihat menganggukkan kepala seakan memberi isyarat jika dia memang ada di dalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Namun saat aku ingin memberi tahu ayahnya, dia menggeleng keras dengan pandangan memohon.Aku yang pahan lantas mengangguk, dia balas terse
"Tolong ingatkan Mas, untuk berterima kasih kepada papa, juga mama.""Untuk apa?" tanyaku bingung."Untuk mengucapkan rasa terima kasih mas yang tak terhingga, karena telah menghadirkan kamu di dunia ini, juga sudah memilih mas sebagai pasanganmu," sepasang matanya menatap netraku dalam dengan tautan jemari kami yang tak kunjung dilepas sejak awal aku memulai pembicaraan ini."Mas sangat beruntung mendapatkan kamu sebagai pendamping hidup mas, kecerdasan serta ketegasan yang kamu miliki seakan menjadi pelengkap diri mas yang banyak kurangnya.""Mas, terlalu berlebihan. Nisya juga masih banyak kurangnya selama jadi istri Mas, apalagi Nisya sering banget cuekin Mas.""Wajar kamu cuekin mas, karena memang mas yang terlalu sering membuatmu kesal dan marah dengan tindakan mas yang tidak bisa seberani kamu dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah. Mas lebih memilih cara instan, yang sifatnya sementara. Sedangkan kamu apapun masalahnya sela
Kurang lebih sudah satu jam aku berada di sini, diacara yang begitu tidak kusukai. Dan ini semua permintaan Mas Ryan, yang memaksaku ikut serta menemaninya menghadiri pesta pertunangan dari anak salah satu rekan kerjanya. Apalagi melihat tatapan dari beberapa orang yang memandangku sinis, aku semakin tidak betah berlama-lama berada disatu ruangan bersama mereka yang menurutku sangat menggelikan. Bagaimana tidak! mereka seolah-olah menilaiku hanya dari penampilan saja, bagi yang belum tahu tentangku mereka dengan jelas menunjukkan sifat aslinya yang cenderung menolak keberadaanku di lingkaran pertemanan mereka hanya karena penampilanku yang cenderung biasa saja dan tidak seimbang dengan mereka semua. Berbeda dengan beberapa orang yang sudah tahu mengenai asal usulku, mereka berlomba-lomba menunjukkan kedekatannya terhadapku. Bahkan ada yang terang-terangan ingin menjadi temanku dan mengaku-ngaku jika kami adalah teman dekat. Dekat dari mananya, orang ketemu juga nggak
Maaf buat teman-teman yang sudah baca cerita ini, ada kesalahan dalam publish bab yang tidak urut sebagaimana mestinya, untuk bab yang berjudul 'Teman Baru' seharusnya publish setelah bab 'Terlalu Sulit Dipercaya'. Mungkin nanti akan ada perubahan tetapi mengingat itu butuh waktu yang lumayan lama jadi saya bikin pemberitahuan di sini. Agar kalian semua bisa mengerti yang alur cerita ini yang sebenarnya. Harap maklum ya teman-teman semuanya, saya ucapkan banyak terima kasih kepada kalian yang sudah menyempatkan waktu untuk membaca karya receh saya ini. Jangan bosan untuk terus mengikuti kisah perjalan Nisya dan suaminya. Terima kasih sekali saya ucapkan atas perhatian dan pengertian kalian semua. Happy reading.😘
"Lebih baik Mas pertimbangkan kembali keputusan Mas. Bukan apa, ini jangka panjang Mas, nggak hitungan minggu atau bulan lagi.""Sudahlah Sayang, lagian kita masih bisa kok merawatnya bersama walau tidak tinggal serumah. Mungkin kamu bisa mencoba berhubungan baik dengan Sarah mulai sekarang." "Jangankan berhubungan baik, selama ini Nisya diam saja sudah membuat mantan istri Mas itu sangat membenci Nisya. Padahal Nisya sama sekali nggak pernah berbuat yang macam-macam sama dia." Sampai kapanpun aku tidak akan bisa cocok dengan Mbak Sarah, terlalu jauh perbedaan diantara kami berdua, dan itu saling bertolak belakang. Tepat enam bulan batas waktu yang disepakati antara Mas Ryan dan Mbak Sarah dulu ketika meminta hak asuh anaknya. Dan pada akhirnya anak itu akan tetap tinggal bersama Mbak Sarah, aku yang tahu fakta sebenarnya tentu saja tidak terima dengan keputusan yang diambil mereka berdua.Akan jadi apa Alshad nantinya jika terus tinggal bareng
Belum pernah terjadi sebelumnya aku terlalu masuk lebih dalam mencampuri urusan orang lain, termasuk sahabat terdekatku sendiri Sena, juga Yasa. Kami memang dekat tapi untuk mencampuri urusan pribadi masing-masing kami tidak pernah melakukan itu, kecuali jika salah satu diantaranya meminta pendapat baru kami akan berdiskusi semata-mata untuk mencari jalan keluar dari masalah itu sendiri.Beda halnya dengan yang kulakukan saat ini, aku menjadi lebih berani buat masuk lebih dalam lagi kesetiap urusan Mas Ryan. Terutama menyangkut anaknya yang masih berada dinaungan mantan istrinya yang tidak tahu diri. Mungkin kata-kataku terdengar kasar, tapi apa boleh buat memang begitulah kenyataannya.Mas Ryan, paling tidak suka melihatku berbicara kasar, ada saja aksi yang dilakukannya demi untuk mencegahku mengatakan kata-kata kasar yang akan kuucapkan. Selain tidak tahu diri, agaknya Mbak Sarah juga semakin tidak tahu malu, asli aku baru menjumpai orang sepertinya. Adab so
"Mungkin saya bisa membantu permasalahan yang Ibu alami sekarang!" ucapnya membuatku terdiam memikirkan maksud dari perkataannya."Masalah apa?" Aku mengernyit bingung, karena masih belum mengerti arah pembicaraan Arka."Masalah yang sedang ibu alami saat ini, saya bisa membantu jika ibu bersedia," tegasnya."Yang bermasalah di sini itu kamu, Arka!" seruku.Sedangkan anak itu terlihat tengah serius menatapku, yang sedang dilanda kebingungan akibat ungkapannya yang seolah tahu jika benar aku sedang ada masalah sekarang ini."Maaf Bu, bukan maksud saya lancang hanya saja saya memang tahu kalau ibu menerima teror dari seseorang yang tak dikenal. Benar begitu, Bu Nisya?""Arka! apa kamu meretas data pribadi ibu juga?""Tidak Bu, Ibu jangan salah paham dulu saya tidak melakukan itu kepada Ibu, sumpah," ucapnya meyakinkanku."Lantas, kenapa kamu bisa tahu apa yang ibu alami?"Arka betul-betul membua