"Kamu tahu Nis ...."
"Enggak," selaku, sengaja memotong perkataannya."Aku belum selesai ngomong, Nisya Kailandra!" serunya.Tersenyun aku menanggapi kekesalan Sena, yang sudah hampir dua minggu kami tidak bisa bertatap muka. Dan ini merupakan pertemuan pertama kami setelah pernikahannya. Tepatnya Sena, menghubungiku saat jam mengajarku baru saja usai, dia memintaku untuk menemuinya di cafe dekat dengan kantor suaminya, Mas Biru."Sabar Sen, marah-marah melulu apa jatah dari Mas Biru kurang?" sarkasku."Bukanya kebalik Nisya, kamu yang nggak dapat jatah dari Mas Ryan, sudah hampir tiga hari gimana rasanya Nis, pasti meriang, bukan?" ucapnya berbalik menyerangku."Ada perlu apa kamu menyuruhku ke sini, karena kalau sampai apa yang mau kamu omongon itu nggak penting, sumpah kamu kurang kerjaan banget."Sengaja aku alihkan pembicaraan, sebab jika aku meladeninya pasti Sena akan semakin menjadi, dan akulah yangKubuka bagasi belakang sesuai dengan perintahnya, setelah selesai menaruh barang bawaannya dia menghampiriku yang masih duduk di balik kemudi. Kusambut dirinya seperti biasa, juga masih kudapatkan sebuah kecupan singkat di keningku."Terima kasih, maaf mas merepotkanmu," ucapnya sambil memberi kode untukku turun sebab dia akan mengambil alih kemudi mobilnya.Siang tadi, Mas Ryan menghubungiku untuk yang pertama kali setelah kepergiannya, bermaksud untuk menanyakan bersedia atau tidak aku menjemputnya di bandara.Aku iyakan permintaannya, walau sesungguhnya aku belum siap untuk berhadapan langsungdengannya. Ketakutanku semakin besar jika apa yang sudah dua hari ini kupikirkan akan benar-benar terjadi, ditambah dengan adanya foto yang entah siapa pengirimnya dan apa maksud dari orang tersebut mengirimkan foto itu kepadaku."Ada apa?"Aku menatapnya dan menggelengkan kepala, "Nggak papa," jawabku"Ada y
"Jangan dipaksakan, jika memang belum sehat betul.""Mas sudah nggak masuk kerja dua hari, nggak enak ninggalin kerjaan lama-lama apalagi setelah perjalanan tugas yang kemarin, mas belum bertemu langsung sama atasan mas.""Bukanya surat dari dokter menyuruh Mas untuk istirahat selama tiga hari? Laporan juga sudah Mas berikan kepada Bayu, kan?"Repotnya jadi pegawai apalagi dalam naungan pemerintah, apa-apa harus ada bukti tertulis yang menyatakan bahwa kita memang benar-benar dalam keadaan tidak bisa hadir untuk bekerja."Iya, nggak usah cemberut, ayo kalau begitu mas antar kamu ke sekolah.""No! Nisya bisa berangkat sendiri.""Dan mas, juga masih bisa buat antar kamu.""Mas! kenapa nyebelin banget, sih," kesalku."Apanya yang nyebelin sih, Sayang! Mas cuma mau ngantar istri mas berangkat kerja, dari pada di rumah nggak ngapa-ngapain.""Mas bisa istirahat, tidur, b
"Nis, kamu pegang kelas mana tahun ini?""Xl IPA 3, tapi aku belum lihat juga sih daftar muridnya.""Agaknya kamu belum beruntung tahun ini, dan sepertinya kamu juga harus lebih bisa berbesar hati. Untuk menghadapi anak didikmu yang dapat kupastikan mereka akan sedikit menyulitkanmu nantinya."Melihat senyum aneh Sena, aku jadi penasaran apa ada sesuatu yang tak kuketahui."Kenapa ekspresi mu seperti itu! apa ada yang aneh sama penampilanku?""Kamu cantik, selalu setiap harinya Nisya Kailandra! Tapi mulai besok aku jadi ingin lihat seperti apa penampilanmu setelah menghadapi para murid yang mungkin berbeda dari yang sebelumnya kamu pegang.""Biasa saja, masih kelas IPA juga kan?""Ya sudah, kalau ada kesulitan jangan kau panggil-panggil namaku, ingat itu wahai sahabatku!"Sena berlalu masih dengan senyum anehnya,aku mulai curiga jika ada yang disembunyikan dia dariku, tapi apa? Kulihat penampilanku juga nggak ada
"Kenapa?"Dengan langkah pasti Mas Ryan menghampiriku yang sedang duduk di depan meja rias, usai melakukan ritua malamku selepas mandi. Tangannya diletakkan di atas kedua pundakku dan membalas tatapan netraku lewat pantulan kaca."Mas, kenapa nggak bilang kalau akan bawa dia menjemput Nisya!""Dia punya nama, Sayang! Mas sengaja nggak bilang dulu karena mas ingin kasih kejutan buat kamu.""Dan selamat Mas berhasil, Nisya sangat-sangat terkejut sampai tidak tahu lagi harus berkata apa. Jujur keadaan seperti ini sangatlah tidak enak, Mas, bukan Nisya yang tidak ingin menyapanya, melainkan perasaan Nisya sendiri yang sulit untuk Nisya kendalikan.""Mas mengerti, ayo kita temui dia lagi yang pastinya juga sudah kangen sama bundanya."Tiga bulan lebih aku tidak bertatap muka dengan anak itu, Alshad. Sesungguhnya aku begitu rindu dan ingin segera membawa tubuh mungilnya kedalam pelukakanku. Tapi lagi-lagi itu tidak bi
"Sayang, ikut mas yuk!""Mau kemana?" balasku tanpa menoleh kearahnya, dan masih betah pada posisiku bersandar di bahunya, menatap layar televisi yang menampilkan film yang kotonton."Mas ada pertemuan sebentar nanti siang, setelahnya kita bisa jalan-jalan atau pergi kemana yang kamu ingin."Kuangkat kepalaku menghadapnya "Ini hari sabtu Mas, masih saja sibuk sama pekerjaan," proteku dengan wajah masam."Sebentar doang, Sayang! mau ya, ikut mas?" Tangannya menangkup wajahku setelahnya ditarik untuk bersandar di dada bidangnya, "sekalian jalan berdua, mas belum pernah jalan bareng sama kamu selama menikah," sambungnya.Benar juga, selama ini aku bahkan hampir tidak pernah jalan bareng ataupun belanja ditemani Mas Ryan. Biasanya aku lakukan kegiatan itu berdua dengan Sena, tapi sekarang mulai susah menariknya untuk menemaniku. Sudah pasti Sena juga akan sibuk dengan Mas Biru, mungkin mulai sekarang aku harus terbiasa menyeret Mas
"Tidak ada orang di dalam, Sayang! Mungkin Sarah sedang mengajaknya pergi."Andai Mas tahu apa yang sedang Mbak Sarah lakukan sekarang! Ucapku dalam hati.Setelah sekian lama kami mengetuk pintu rumah Mbak Sarah, tidak ada tanda-tanda jika ada orang di dalam. Tapi perasaanku mengatakan jika Alshad memang ada di dalam, fokusku tertuju pada jendela kamar yang tertutup dan ada sedikit celah diantara lipatan gorden yang menyingkap.Setelah aku perhatikan ternyata benar dugaanku, aku melihat ada jemari kecil terselip diantara lipitan gorden yang berusaha disingkapnya. Juga ada sepasang mata mungil yang tengah mengintip dari balik kaca jendela itu, ketika mata kami bersitubruk, Alshad, anak itu terlihat menganggukkan kepala seakan memberi isyarat jika dia memang ada di dalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Namun saat aku ingin memberi tahu ayahnya, dia menggeleng keras dengan pandangan memohon.Aku yang pahan lantas mengangguk, dia balas terse
"Tolong ingatkan Mas, untuk berterima kasih kepada papa, juga mama.""Untuk apa?" tanyaku bingung."Untuk mengucapkan rasa terima kasih mas yang tak terhingga, karena telah menghadirkan kamu di dunia ini, juga sudah memilih mas sebagai pasanganmu," sepasang matanya menatap netraku dalam dengan tautan jemari kami yang tak kunjung dilepas sejak awal aku memulai pembicaraan ini."Mas sangat beruntung mendapatkan kamu sebagai pendamping hidup mas, kecerdasan serta ketegasan yang kamu miliki seakan menjadi pelengkap diri mas yang banyak kurangnya.""Mas, terlalu berlebihan. Nisya juga masih banyak kurangnya selama jadi istri Mas, apalagi Nisya sering banget cuekin Mas.""Wajar kamu cuekin mas, karena memang mas yang terlalu sering membuatmu kesal dan marah dengan tindakan mas yang tidak bisa seberani kamu dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah. Mas lebih memilih cara instan, yang sifatnya sementara. Sedangkan kamu apapun masalahnya sela
Kurang lebih sudah satu jam aku berada di sini, diacara yang begitu tidak kusukai. Dan ini semua permintaan Mas Ryan, yang memaksaku ikut serta menemaninya menghadiri pesta pertunangan dari anak salah satu rekan kerjanya. Apalagi melihat tatapan dari beberapa orang yang memandangku sinis, aku semakin tidak betah berlama-lama berada disatu ruangan bersama mereka yang menurutku sangat menggelikan. Bagaimana tidak! mereka seolah-olah menilaiku hanya dari penampilan saja, bagi yang belum tahu tentangku mereka dengan jelas menunjukkan sifat aslinya yang cenderung menolak keberadaanku di lingkaran pertemanan mereka hanya karena penampilanku yang cenderung biasa saja dan tidak seimbang dengan mereka semua. Berbeda dengan beberapa orang yang sudah tahu mengenai asal usulku, mereka berlomba-lomba menunjukkan kedekatannya terhadapku. Bahkan ada yang terang-terangan ingin menjadi temanku dan mengaku-ngaku jika kami adalah teman dekat. Dekat dari mananya, orang ketemu juga nggak
Dinginnya malam tidak menjadi halangan untuk sepasang suami istri yang sedang memadu kasih. Saling membelit satu sama lain, erangan juga desahan saling bersahutanMenikmati permainan yang seakan tidak akan ada kata puas bagi keduaanya. "Ah.. Sayang.. Mas akan segera sampai." "Tetap pada posisi Mas ya, please ...," Tidak mengindahkan permohonan sang istri, ketika dirasa puncak kenikmatan akan segera diraih sang suami yang semula bergarak lincah di atas istrinya mendadak melepaskan diri dari liang yang semula memberinya kenikmatan. Ia merelakan sedikit kenikmatan itu terenggut demi melindungi sang istri, menurutnya. Namun bukan ucapan terima kasih yang didapatkan, melainkan aksi merajuk dari istrinya setelah ia berhasil menumpahkan buah dari hasil pergulatan panas mereka di atas perut sang istri.
"Kak, ikut Papa, yuk.""Mbak juga diajak kan, Pah?"Dedek ikut!""Jadi kalian semua mau ikut Papa? Boleh asal nanti tidak ada yang rewel cari-cari Bunda.""Mbak gak mau ikut.""Dedek mo cama Bunda.""Nah itu lebih baik, karena Papa akan pergi bersama Kakak lama sekali. Jadi kalian para princesnya Papa di rumah sama Bunda, ya."Dua anak perempuan yang tak lain adalah Arsy, dan Risya itu pun mengangguk patuh menatap pria dewasa yang dipanggilnya Papa. Keduanya harus merelakan sang Kakak yang akan pergi bersama Papanya untuk sementara waktu. Putri dari Ryan dan Nisya yang sudah berusia 6 dan 2 tahun itu kini hanya bisa memandang punggung kakaknya yang semakin menjauh dan menghilang dari pandangannya."Ayah, kapan Kakak Al pulangnya?""Mbak, Kakak baru saja pergi sudah ditanyain kapan pul
"Bunda, susu."Balita berusia 4 tahun itu menarik-narik baju yang dikenakan oleh ibunya. Adalah Nisya yang sedang memangku putrinya yang baru saja terlelap."Ngomongnya yang baik gimana, Sayang? Bunda kan sudah ajarkan, Mbak Arsy.""Bunda, minta tolong buatkan susu.""Subhanallah pintarnya anak Bunda, tunggu sebentar bisa? Tapi bunda juga minta tolong sama Mbak jagain Dedek bayi, boleh?""Kakak Al?""Kakak Al kan masih sekolah.""Ayah?""Mbak lupa emangnya tadi pagi Ayah pamit mau kemana?""Mo kelja, cali uangna buat beli susu Mbak, sama Dedek bayi.""Artinya Mbak sekarang mau dong tolongin Bunda jaga Dedek?"Balita perempuan itu mengangguk, meski setengah hati. Ia bukan tidak ingin menjaga adiknya, tetapi balita 4 tahun itu merasa takut karen
"Jangan bebaskan aku, Mbak. Biarkan aku menebus kesalahanku, dan dosaku di sini.""Tidak, kamu memang sempat bersalah tapi karena kamu juga nyawa Mbak dan anak Mbak terselamatkan. Jadi sebagai rasa terima kasih Mbak, tolong terima lah bantuan Mbak demi Ibu.""Bahkan untuk bertatap muka dengan Ibu aku sudah tidak berani, Mbak. Ibu pasti kecewa banget sama aku.""Siapa bilang? Ibu sangat menunggu putranya bisa segera bebas dan bisa berkumpul kembali."Tidak ada jawaban dari pemuda di hadapan Nisya, hanya isak tangis tertahan yang keluar dari mulutnya. Reno, pemuda itu terlihat begitu menyesali tindakannya yang gegabah. Demi rasa dendamnya yang salah, ia harus rela mendekam di balik jerusi besi."Kamu sudah menyesali perbuatanmu, itu sudah cukup buat Mbak, Ren. Mbak tahu kalau kamu sebenarnya tidak sejahat itu, terbukti kamu juga yang sudah selamatkan Mbak."
"Al, ayah minta tolong bisa?""Iya, Ayah. Minta tolong apa?""Tolong jaga adik-adik sebentar, ya.""Ayah mau kemana?""Ayah ada urusan, nanti kalau mereka rewel tolong panggil Nenek, atau Bibik di bawah.""Ayah, apa ayah akan ke tempat Bunda?""Iya, kalian di tunggu di rumah saja, ya. Ayah janji tidak akan lama.""Apa.. Al, boleh ikut, Yah?""Kalau Al ikut nanti yang bantu Ayah jaga adek siapa? Di rumah saja, ya. Ayah hanya sebentar setelah iku kita bisa jagain adek sama-sama."Anak itu mengangguk patuh, mengambil alih tanggung jawab dari sang ayah. Lalu mulai mengajak kedua adik perempuannya untuk bermain. Tidak terlalu sulit karena dua adiknya sangat mengerti situasi, kecuali yang paling kecil. Alshad masih belum bisa untuk mengatasi jika sedang rewel, kondisinya yang masih sangat l
"Mas, jangan banyak bergerak dulu. Bekas oprasi di kepala Mas masih sangat rentan, Didi gak mau kalau di suruh nangis lagi. Mas pikir gak capek apa nangis dua hari dua malam.""Mas mau bertemu Mbak, Dek. Gimana keadaannya?""Mbak baik, Mas jangan khawatir soal itu. Kita semua di sini untuk kesembuhan Mas Mbak dan juga anak kalian.""Dia, apa dia masih bertahan, Dek?""Tentu, karena dia anak yang kuat. Sangat kuat, Mas sepatutnya berbangga sama dia.""Dek, apa tidak bisa ruang perawatan kita di satukan saja?""Mas kata ini hotel bisa tawar menawar?""Tapi Mas beneran ingin ketemu mereka, Dek. Kalian tidak sedang menutu-nutupi sesuatu dari Mas, kan?"Diandra menatap netra Ryan dalam diam, berusaha sekuat tenaga agar terlihat biasa saja di hadapan Mas-nya, yang baru saja bangun dari tidur panjangnya.
"Pa, sudah ada kabar dari orang suruhan papa?""Belum, Sa. Mereka masih menyelidiki setiap sudut rumah sakit ini yang memungkinkan bisa terpantau oleh kamera cctv.""Apa menurut Papa ini orang sama?""Kalau dari Nisya mungkin iya, tapi kita tidak tahu dari Ryan. Bisa jadi di pihak lain ada yang ingin menjatuhkan Ryan, sehingga melakukan ini semua."Abraham merasa kecolongan atas apa yang menimpa anak dan menantunya. Dia pikir keadaan sudah aman terkendali, nyatanya dia melupakan sesuatu jika dalang dari semua teror yang diterima putrinya dulu masih belum berhasil di tangkap kembali oleh pihak polisi."Maaf bukan maksud lancang, tapi jika diperbolehkan saya bisa membantu masalah ini. Kebetulan saya punya kenalan detektif juga yang selama ini membantu saya."Langit, Kakak dari Biru suami Sena yang kebetulan datang menjenguk Ryan ikut bersuara. Ia m
"Eengghh!"Nisya sudah mulai tersadar dari efek obat bius yang diberikan oleh perawat yang membawanya pergi dari rumah sakit. Untuk sesaat Nisya melihat sekeliling ruangan yang ditempatinya. Otaknya berpikir keras apa saja yang diingatnya, sampai ia sadar jika saat ini dirinya sedang dalam bahaya.Nisya ingat terakhir dia berada di basment yang tiba-tiba kesadaranya menghilang karena perawat yang membawanya membekapnya sehingga dia tidak sadarkan diri.Entah sudah berapa lama ia tertidur karana kini efek obat bius sudah mulai terasa efek sampingnya. Nisya merasa pusing yang teramat, berikut mual yang tak tertahankan. Ia ingin mengeluarkan isi perutnya saat ini juga. Tapi keadaan yang memaksa Nisya untuk menahannya, kedua tangan serta kakinya sudah terikat dengan erat menyatu pada sebuah kursi.Ceklek!Suara pintu yang terbuka dari luar membuat Nisya
"Dok, tolong jangan ucapkan kata itu. Kami semua tidak ingin mendengar kata 'maaf'.""Saya mengerti, tapi dengan berat hati saya harus mengatakan jika memang oprasinya telah berjalan dengan lancar. Tapi mohon maaf, pasien kami nyatakan koma untuk waktu yang belum bisa kami pastikan akan sampai kapan."Fakta itu membuat semua yang ada di sana tertunduk lesu, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Selain pasrah akan vonis dokter yang menangani Ryan. Setelah menjelaskan kondisi Ryan, juga berpesan untuk tidak dulu memperbolehkan membesuk Ryan yang sudah dipindahkan ke ruangan ICU.Mereka hanya bisa melihat tubuh Ryan yang terbujur di atas brangkar dengan berbagai alat yang menempel di tubuhnya."Gimana dengan Nisya? Apa kita akan mengatakan yang sebenarnya?""Sebaiknya memang jangan, dia sudah sangat shock atas kejadian ini. Jika dia tahu kondisi Ryan koma, dia pasti akan