Leonard mengendarai mobilnya berpulang ke apartemen dengan perasaan jengkel. Tak habis pikir Eve lagi-lagi mempermainkannya untuk kesekian kali. Padahal sejak senja wanita itu tampak manis dan mengakui keinginan hatinya.Sial! Apa Eve sungguh hanya mempermainkanku dengan memberiku harapan padahal dirinya bersama Jayden?Leonard menggeleng dan berdecak hampir tak percaya dengan pemikiran bodoh itu."Tidak! Dia bodoh jika lebih memilih Jay dibanding denganku? Apa yang salah denganku?" Erang Leon menggebrak setir mobilnya karena frustrasi akan keadaan saat ini.Ia sudah mencoba menghubungi Eve saat melihat wanita itu pergi begitu saja tanpa meninggalkan pesan apa pun padanya. Namun, seperti yang sudah-sudah bahwa nomor tersebut memang tak akan aktif jika bukan Eve yang menghubunginya lebih dulu.Lantas setelah sampai di apartemennya ia mencoba berpikir jernih dan bertanya pada satu-satunya orang yang ia percaya serta berkaitan dengan Jayden juga Eve."Nick, apa kau bersama Kim?" tanya Le
Malam hari tiba Leonard sudah bersiap di mobilnya hendak mengikuti arahan pada maps di ponsel yang didapat dari Jayden. Siang tadi Jayden tak bisa berkata banyak. Setelah melihat tatapan dan keseriusan Leon, pria itu tak menyangkal maupun mengiyakan semua dugaan Leonard. Dirinya malah memberikan titik gps dari ponselnya agar mengikutinya malam ini ke suatu acara yang akan menjawab semua pertanyaan pria itu.Sebelumnya Jayden lebih dulu memeringatinya agar tak melakukan kekacauan di sana. Leonard menyetujuinya dan bersabar hingga detik ini. Kendaraan Jayden akhirnya bergerak dari butik Chloe. Lantas Leonard pun menjalankan mobilnya dari apartemen. Perjanjian siang tadi memaksanya pergi dari butik Chloe sebelum wanita itu menyadari sesuatu dari Leonard.Alhasil setelah perjalanan Jayden berhenti di satu titik, Leonard mempercepat lajunya sampai dirinya sungguh tiba di sebuah perumahan di kawasan Brooklyn. Perasaannya sudah tak karuan mengingat tempat itu sempat ia datangi. Sampai di saa
"Leon," gumam Arabelle menelan keluh salivanya yang tak bisa berkata apa pun."Wow, aku seperti mendapat kejutan sekarang," komentar Leonard terkekeh miris."Leon kau harus mendengar penjelasan Arabelle lebih dulu baru menilai," sahut Christian.Ekspresi Leonard berganti heran dengan alis naik sebelah ia menatap tajam sang kakak."Kenapa hanya aku yang harus mendengar, bukankah kita yang harus mendengar penjelasannya?" Leonard membalas telak perkataan Christian. "Ah, aku tahu. Kau pasti sudah mengetahui semua ini dan hanya diam membiarkanku jatuh pada pesona penuh tipu muslihatnya. Sehingga kau pun hanya diam dan memilih tetap melanjutkan hubungan?""Kau sudah salah paham, Leon! Arabelle tak bermaksud begitu, dia-""Heh! C'mon, Brother." Leonard menyela tanpa menyurutkan tatapan penuh amarah pada Arabelle yang membeku dengan mata memerah siap meneteskan aliran panas dari pelupuknya. "Chris sadarlah ..., ini yang dia inginkan, dia merasa hebat bisa mempermainkan kita hingga membuat kit
Arabelle yang tertunduk menangis dalam diam akhirnya mendongak menatap punggung Leonard dan berkata, "Karena aku tak sanggup, Leon." Ucapan itu sukses menghentikan langkah Leonard lagi, meski tetap membelakangi Arabelle dan Christian."Arabelle." Christian memanggilnya lirih hendak mendekati wanita itu."No, Chris. Kali ini aku akan jujur padanya." Arabelle menghentikan Christian menatap pria itu penuh permohonan, Arabelle kembali menoleh pada punggung Leonard. "Kau bertanya kenapa tak kukatakan sejak awal di setiap ada kesempatan, maka jawaban yang bisa kuberikan adalah aku tak sanggup melihatmu seperti saat ini. Tatapan terluka dan kecewa itu membuatku tak tahan. Kau mungkin tak tahu seberapa besar rasa takutku akan kehilanganmu, tetapi aku lebih takut melihat luka dari matamu setiap kau menatapku."Lantas sejak kemarin aku membiarkan egoku menguasai, aku merasa jika bisa meninggalkan kenangan indah tentangku dimatamu lalu menghilang darimu, setidaknya aku tak harus melihatmu sepert
Hubungan antara Leonard dan Eve pada akhirnya harus kandas sebelum dimulai. Semenjak kejadian satu minggu yang lalu Leon tak pernah menunjukkan keberadaannya di mana pun. Meski Arabelle berusaha tetap kembali menjalankan pekerjaannya sebagai guru dan ia juga memaksa untuk tetap menjadi pengasuh Christopher. Dia sangat menyayangi Christoph dan berpikir kejadian dirinya dengan Leon dan Chris tak bisa dijadikan alasan untuk membuat anak laki-laki itu bersedih. Hanya saja setiap hari ia tak lagi menginap di sana. Saat Christian sudah tiba di penthousenya, Arabelle akan pulang dan paginya ia akan tiba sebelum Christian pergi.Sementara itu Christian sudah bisa menerima kekalahannya. Dia sudah tahu tak bisa memaksakan hati Arabelle untuknya lantas Christian mulai membiasakan diri menganggap Arabelle seperti sahabat. Meski sulit, tapi ia tetap melakukannya. Namun, kepergiannya satu minggu yang lalu membuat Christian berpikir dan menata ulang hatinya serta berusaha mengikhlaskan wanita itu ber
Siang hari pun tiba, seperti rencananya pagi tadi Arabelle berniat mengajak Christoph mampir ke supermarket. Klakson dari sedan silver memanggil Arabelle dan Christoph untuk menghampirinya. Mereka mendapati Katherine di dalamnya. Mereka pun bertolak ke supermarket untuk membeli beberapa bahan kue. Tak lupa ketiganya pun berniat mengisi perut lebih dulu sebelum pulang ke penthouse.Namun, ada kejadian tak terduga saat tengah menunggu makanan mereka di sebuah restoran di pusat kota. Mendadak Christoph memekik heboh tepat setelah Katherine pamit ke toilet."Paman Leon!" seru Christoph sontak membuat Arabelle terdiam.Posisinya saat ini tengah duduk berhadapan dengan Christoph dan itu artinya ia tengah membelakangi sosok yang dimaksud anak laki-laki itu.Namun, biar bagaimanapun semua itu membuat jantung Arabelle mendadak berdebar tak karuan. Meskipun ia sangat merindukan sosok itu, tetapi dirinya masih tak tahu harus bersikap bagaimana untuk sekedar menyapa pria tersebut."Arabelle, liha
Setelah membaca pesan Leon dari ponsel Christoph. Tak lama ponsel Arabelle pun berbunyi. Layar pintar itu menunjukkan nama Jayden di sana, segera ia menjawab panggilan itu. Jayden mengatakan tentang pertemuan launching perdana iklan yang akan ditayangkan secara full nantinya. Pria itu juga mengatakan bahwa ini adalah kesempatannya untuk bicara dengan Leon.Arabelle menutup panggilannya dan mengonfirmasi bahwa pesan dari Leon untuk Christoph memang benar."Bagaimana jika hari ini kau yang mengantarku ke tempat pamanku, Arabelle?""Christoph benar. Jika bisa hari ini kenapa kau harus menunggu besok?" sahut Katherine."Tapi—""Aku yakin Leon tak mengira bahwa kini Christoph tahu permasalahan kalian." Katherine kembali menyela dengan semangat.Disusul Christopher yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Aku bisa mengatakan padanya bahwa aku yang mengajakmu ke tempatnya untuk memberikan kue permintaan maaf. Aku akan merasa seolah-olah paman marah karena tak mengajaknya membuat kejutan unt
Arabelle menatap lekat pintu itu sekali lagi dengan sisa air bening di sudut matanya. Menarik dan mengembuskan napas seraya berbalik meninggalkan tempat itu. Tatapannya lurus meratapi karpet di sepanjang koridor menuju lift. Dia memencet tombol turun tanpa semangat. Merenungi apa yang dialaminya sembari menunggu pintu lift terbuka untuknya benar-benar pergi dari sana.Sampai di mana lift tersebut terbuka dan dirinya masuk membawa serta rasa sesaknya menuruni tempat tersebut. Beberapa kali lift tersebut berhenti dan dimasuki pengunjung lain, tetapi Arabelle tak sedikit pun mengalihkan pandangan selain tertunduk lesu. Hingga di saat pintu lift tiba di lantai terbawah semua orang keluar menyisakan Arabelle berada paling akhir yang baru menyadari bahwa tujuannya sudah sampai.Arabelle pun keluar masih dengan tatapan kosong dan sesekali dirinya mengembuskan napas."Arabelle?"Panggilan dari suara pria yang tak asing itu bahkan tak digubris sedikit pun oleh Arabelle. Dirinya seolah menjadi