Arabelle yang tertunduk menangis dalam diam akhirnya mendongak menatap punggung Leonard dan berkata, "Karena aku tak sanggup, Leon." Ucapan itu sukses menghentikan langkah Leonard lagi, meski tetap membelakangi Arabelle dan Christian."Arabelle." Christian memanggilnya lirih hendak mendekati wanita itu."No, Chris. Kali ini aku akan jujur padanya." Arabelle menghentikan Christian menatap pria itu penuh permohonan, Arabelle kembali menoleh pada punggung Leonard. "Kau bertanya kenapa tak kukatakan sejak awal di setiap ada kesempatan, maka jawaban yang bisa kuberikan adalah aku tak sanggup melihatmu seperti saat ini. Tatapan terluka dan kecewa itu membuatku tak tahan. Kau mungkin tak tahu seberapa besar rasa takutku akan kehilanganmu, tetapi aku lebih takut melihat luka dari matamu setiap kau menatapku."Lantas sejak kemarin aku membiarkan egoku menguasai, aku merasa jika bisa meninggalkan kenangan indah tentangku dimatamu lalu menghilang darimu, setidaknya aku tak harus melihatmu sepert
Hubungan antara Leonard dan Eve pada akhirnya harus kandas sebelum dimulai. Semenjak kejadian satu minggu yang lalu Leon tak pernah menunjukkan keberadaannya di mana pun. Meski Arabelle berusaha tetap kembali menjalankan pekerjaannya sebagai guru dan ia juga memaksa untuk tetap menjadi pengasuh Christopher. Dia sangat menyayangi Christoph dan berpikir kejadian dirinya dengan Leon dan Chris tak bisa dijadikan alasan untuk membuat anak laki-laki itu bersedih. Hanya saja setiap hari ia tak lagi menginap di sana. Saat Christian sudah tiba di penthousenya, Arabelle akan pulang dan paginya ia akan tiba sebelum Christian pergi.Sementara itu Christian sudah bisa menerima kekalahannya. Dia sudah tahu tak bisa memaksakan hati Arabelle untuknya lantas Christian mulai membiasakan diri menganggap Arabelle seperti sahabat. Meski sulit, tapi ia tetap melakukannya. Namun, kepergiannya satu minggu yang lalu membuat Christian berpikir dan menata ulang hatinya serta berusaha mengikhlaskan wanita itu ber
Siang hari pun tiba, seperti rencananya pagi tadi Arabelle berniat mengajak Christoph mampir ke supermarket. Klakson dari sedan silver memanggil Arabelle dan Christoph untuk menghampirinya. Mereka mendapati Katherine di dalamnya. Mereka pun bertolak ke supermarket untuk membeli beberapa bahan kue. Tak lupa ketiganya pun berniat mengisi perut lebih dulu sebelum pulang ke penthouse.Namun, ada kejadian tak terduga saat tengah menunggu makanan mereka di sebuah restoran di pusat kota. Mendadak Christoph memekik heboh tepat setelah Katherine pamit ke toilet."Paman Leon!" seru Christoph sontak membuat Arabelle terdiam.Posisinya saat ini tengah duduk berhadapan dengan Christoph dan itu artinya ia tengah membelakangi sosok yang dimaksud anak laki-laki itu.Namun, biar bagaimanapun semua itu membuat jantung Arabelle mendadak berdebar tak karuan. Meskipun ia sangat merindukan sosok itu, tetapi dirinya masih tak tahu harus bersikap bagaimana untuk sekedar menyapa pria tersebut."Arabelle, liha
Setelah membaca pesan Leon dari ponsel Christoph. Tak lama ponsel Arabelle pun berbunyi. Layar pintar itu menunjukkan nama Jayden di sana, segera ia menjawab panggilan itu. Jayden mengatakan tentang pertemuan launching perdana iklan yang akan ditayangkan secara full nantinya. Pria itu juga mengatakan bahwa ini adalah kesempatannya untuk bicara dengan Leon.Arabelle menutup panggilannya dan mengonfirmasi bahwa pesan dari Leon untuk Christoph memang benar."Bagaimana jika hari ini kau yang mengantarku ke tempat pamanku, Arabelle?""Christoph benar. Jika bisa hari ini kenapa kau harus menunggu besok?" sahut Katherine."Tapi—""Aku yakin Leon tak mengira bahwa kini Christoph tahu permasalahan kalian." Katherine kembali menyela dengan semangat.Disusul Christopher yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Aku bisa mengatakan padanya bahwa aku yang mengajakmu ke tempatnya untuk memberikan kue permintaan maaf. Aku akan merasa seolah-olah paman marah karena tak mengajaknya membuat kejutan unt
Arabelle menatap lekat pintu itu sekali lagi dengan sisa air bening di sudut matanya. Menarik dan mengembuskan napas seraya berbalik meninggalkan tempat itu. Tatapannya lurus meratapi karpet di sepanjang koridor menuju lift. Dia memencet tombol turun tanpa semangat. Merenungi apa yang dialaminya sembari menunggu pintu lift terbuka untuknya benar-benar pergi dari sana.Sampai di mana lift tersebut terbuka dan dirinya masuk membawa serta rasa sesaknya menuruni tempat tersebut. Beberapa kali lift tersebut berhenti dan dimasuki pengunjung lain, tetapi Arabelle tak sedikit pun mengalihkan pandangan selain tertunduk lesu. Hingga di saat pintu lift tiba di lantai terbawah semua orang keluar menyisakan Arabelle berada paling akhir yang baru menyadari bahwa tujuannya sudah sampai.Arabelle pun keluar masih dengan tatapan kosong dan sesekali dirinya mengembuskan napas."Arabelle?"Panggilan dari suara pria yang tak asing itu bahkan tak digubris sedikit pun oleh Arabelle. Dirinya seolah menjadi
Leonard bersandar di balik pintu mendengarkan apa yang dikatakan Arabelle sambil menahan diri untuk tetap mengacuhkan wanita itu. Egonya terlalu tinggi untuk memaafkan Arabelle secepat ini. Rasanya belum cukup memberi pelajaran pada wanita itu untuk meyakinkan dirinya. Meski demikian, di dalam hati Leon tampak sangat tersiksa.Masalahnya, bukan hanya mengagumi sosok Arabelle yang selama ini ia kenal sebagai Eve, melainkan dirinya juga begitu jatuh hati pada kepribadian wanita itu. Lantas bagaimana mungkin seorang badboy seperti Leonard tak merasa tersakiti? Mulai dari hati yang kecewa sampai egonya pun tergores.Selama satu pekan ini, dia sangat menekan diri untuk melupakan dan melepaskan wanita itu. Sekalipun, dialah pria yang dipilih Arabelle. Akan tetapi, setiap mengingat kenyataan yang ada Leon kembali marah. Dalam dirinya tak menerima kenyataan bahwa selama ini hanya dia yang tak mengetahui kebenarannya.Sempat berpikir Christopher turut dalam hal ini. Namun, saat bocah itu mengi
Leon?Christian melihat sekilas mobil yang melaju melewati posisinya. Sekelebat kendaraan berkaki empat dengan warna biru metalik itu tampak seperti milik sang adik dan diyakini dengan plat nomor yang Christian ingat adalah benar milik Leonard.Oh, ya ampun Leonard pasti salah paham setelah melihat keadaanku dengan Arabelle saat ini. Christian meyakini dalam hati.Christian melerai pelukannya saat merasa Arabelle sudah cukup tenang dan mau diantarkan pulang olehnya. Tak hanya itu dia juga memberikan handuk kecil pada wanita itu dan membawa Arabelle mampir ke apotik untuk memberikannya obat flu sebelum akhirnya dia menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Arabelle."Kau harus meminum obatnya, Arabelle." Christian mengingatkan sekaligus menyadarkan Arabelle bahwa kini mereka sudah sampai.Wanita itu akhirnya menoleh setelah sebelumnya ia bergeming dan tetap melamun sepanjang perjalanan.Lengkungan terpaksa dari bibir disematkan Arabelle dengan mata sedikit membengkak, ia pun berujar,
Satu jam sebelumnya ...."Shit! Shit! Shit!" erang Leonard setelah melintasi Christian dan Arabelle berpelukan.Dirinya kesal lantaran selalu kalah cepat dari Christian. Leonard mengingat kembali pesan Christian satu minggu lalu yang memberinya peringatan saat dia berada di villa pribadi mereka.[Kuberi kau waktu berpikir, Leon. Perlu kau ketahui saat ini Arabelle hanya menginginkanmu. Aku tak akan merebutnya darimu. Namun, kalau kau terus seperti pengecut yang tak ingin memperjuangkannya maka jangan salahkan jika aku memaksanya untuk mencintaiku. Kau tahu aku bisa melakukannya, Leon. Jadi jangan buat aku bertindak sejauh itu!]Gebrakan pada setir mobilnya kembali terdengar. Leonard tampak murka dengan wajah memerah dan sorot tajam dari matanya begitu jelas tergambar."Why you, Chris? Kau tahu aku tak bisa jika itu kau!" Erang lagi Leonard tampak melemah jika saingannya sang kakak akibat trauma yang membuatnya selalu berpikir bahwa Christian harus lebih diutamakan. "Hah, keadaan beren