Leonard bersandar di balik pintu mendengarkan apa yang dikatakan Arabelle sambil menahan diri untuk tetap mengacuhkan wanita itu. Egonya terlalu tinggi untuk memaafkan Arabelle secepat ini. Rasanya belum cukup memberi pelajaran pada wanita itu untuk meyakinkan dirinya. Meski demikian, di dalam hati Leon tampak sangat tersiksa.Masalahnya, bukan hanya mengagumi sosok Arabelle yang selama ini ia kenal sebagai Eve, melainkan dirinya juga begitu jatuh hati pada kepribadian wanita itu. Lantas bagaimana mungkin seorang badboy seperti Leonard tak merasa tersakiti? Mulai dari hati yang kecewa sampai egonya pun tergores.Selama satu pekan ini, dia sangat menekan diri untuk melupakan dan melepaskan wanita itu. Sekalipun, dialah pria yang dipilih Arabelle. Akan tetapi, setiap mengingat kenyataan yang ada Leon kembali marah. Dalam dirinya tak menerima kenyataan bahwa selama ini hanya dia yang tak mengetahui kebenarannya.Sempat berpikir Christopher turut dalam hal ini. Namun, saat bocah itu mengi
Leon?Christian melihat sekilas mobil yang melaju melewati posisinya. Sekelebat kendaraan berkaki empat dengan warna biru metalik itu tampak seperti milik sang adik dan diyakini dengan plat nomor yang Christian ingat adalah benar milik Leonard.Oh, ya ampun Leonard pasti salah paham setelah melihat keadaanku dengan Arabelle saat ini. Christian meyakini dalam hati.Christian melerai pelukannya saat merasa Arabelle sudah cukup tenang dan mau diantarkan pulang olehnya. Tak hanya itu dia juga memberikan handuk kecil pada wanita itu dan membawa Arabelle mampir ke apotik untuk memberikannya obat flu sebelum akhirnya dia menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Arabelle."Kau harus meminum obatnya, Arabelle." Christian mengingatkan sekaligus menyadarkan Arabelle bahwa kini mereka sudah sampai.Wanita itu akhirnya menoleh setelah sebelumnya ia bergeming dan tetap melamun sepanjang perjalanan.Lengkungan terpaksa dari bibir disematkan Arabelle dengan mata sedikit membengkak, ia pun berujar,
Satu jam sebelumnya ...."Shit! Shit! Shit!" erang Leonard setelah melintasi Christian dan Arabelle berpelukan.Dirinya kesal lantaran selalu kalah cepat dari Christian. Leonard mengingat kembali pesan Christian satu minggu lalu yang memberinya peringatan saat dia berada di villa pribadi mereka.[Kuberi kau waktu berpikir, Leon. Perlu kau ketahui saat ini Arabelle hanya menginginkanmu. Aku tak akan merebutnya darimu. Namun, kalau kau terus seperti pengecut yang tak ingin memperjuangkannya maka jangan salahkan jika aku memaksanya untuk mencintaiku. Kau tahu aku bisa melakukannya, Leon. Jadi jangan buat aku bertindak sejauh itu!]Gebrakan pada setir mobilnya kembali terdengar. Leonard tampak murka dengan wajah memerah dan sorot tajam dari matanya begitu jelas tergambar."Why you, Chris? Kau tahu aku tak bisa jika itu kau!" Erang lagi Leonard tampak melemah jika saingannya sang kakak akibat trauma yang membuatnya selalu berpikir bahwa Christian harus lebih diutamakan. "Hah, keadaan beren
Arabelle baru saja hendak menghubungi Christian untuk mencari tahu Leon. Setengah jam dia berpikir bagaimana harus mencari tahu keberadaan pria itu. Namun, tetap tak menemukan cara lain saat ini, bukannya dia mau merepotkan Christian, tetapi pikirannya telah buntu dan ia hanya ingin mencari tahu keadaan Leonard.Namun, panggilan pada ponsel Christian terhubung sibuk dengan panggilan lain. Arabelle menghela napas dan tetap berusaha dengan mengetikkan pesan berharap Christian segera membacanya. Akan tetapi, saat hendak mengirimkan pesan teks pada pria itu, Arabelle dikejutkan dengan panggilan masuk dari Chloe hingga tak sengaja malah menjawab panggilan tersebut."Arabelle kau di mana?" tanpa berbasa basi, Chloe langsung menembak Arabelle dengan nada mendesak."Aku di rumahku. Ada apa, Chloe?""Ara apa kau tahu saat ini Leon sedang viral di medsos! Cepat lihat!""Ap-apa?""Aku sudah mengirimkan link beritanya dari pengguna medsos. Cepat buka! Aku dalam perjalanan ke rumahmu!" seru Chloe
Setengah jam sebelumnya, tepatnya saat Christian dengan sengaja bergegas pergi lebih dulu dari tempat Arabelle karena ingin meluruskan sesuatu pada adiknya. Sikapnya tadi memang akan terlihat berlebihan di mata Leonard, tetapi ia tak mungkin mengabaikan tangisan seorang wanita di hadapannya. Dirinya memang tak seharusnya repot-repot menjelaskan, tetapi keadaannya saat ini begitu rumit. Christian sangat hafal bagaimana pola pikir Leonard ketika melihat gelagat pembawaan mobil sang adik.Christian tahu ada kesalahpahaman yang harus dijelaskan dan kini panggilannya terus mendial ulang nomor Leonard yang selalu di reject oleh sang adik."Oh, sungguh? Kenapa kau sulit diajak bicara, Leon?!" rutuk Christian hendak kembali mencoba menghubungi pria itu. Akan tetapi, panggilan tersebut menjadi sibuk.Alhasil Christian melaju tanpa arah. Berniat menuju apartemen Leon. Dia begitu yakin Leon tak mungkin kembali ke hotel. Sambil memastikan tujuannya benar, Christian tak berhenti mendial ulang pang
"Leon bangunlah. Aku tak ingin kau pergi dari sini bersama Mom. Kita harus pergi dan bersembunyi sebelum kita dipisahkan." Christian berbisik mengguncang tubuh Leon yang terkapar usai melawan ayahnya karena menyakiti ibunya."Pergi dan bawa serta anak kurang ajarmu itu dari sini. Aku tak butuh dia. Putraku hanya Christian, jadi jangan membawanya jika kau ingin hidup tenang!" Teriakan sang ayah terdengar menggelegar malam itu."Kau sungguh keterlaluan! Leon juga putramu, dia hanya membelaku dan kau langsung memukulnya lalu kini bicara sembarangan, bagaimana jika dia mendengarnya?!" sahutan sang ibu menyusul membela Leon."Putraku tak akan melawan dan membentakku seperti tadi hanya untuk membela ibunya yang pergi keluyuran dengan pria lain!""Aku mencari pekerjaan karena tak tahan dengan kebiasaanmu yang mengajak perempuan lain ke rumah ini! Kau pikir aku bodoh dan tak tahu semua itu? Hanya Leon yang mengadukannya padaku!""Kau yang tak bisa mengimbangi keinginanku, kau juga yang menyal
Sesampainya di penthouse, Katherine dikejutkan dengan keadaan Leon yang kacau. Dia membantu Christian membasuh wajah memar Leon dengan handuk basah lalu menggantikan pakaian putra bungsunya itu dan terlelap di sampingnya.Keesokan paginya penghuni penthouse—Christian, Christoph dan Katherine—tengah sibuk di pantry menikmati omelette dan kopi serta susu untuk Christoph demi mengisi perut lapar mereka. Kegiatan itu tampak indah tanpa terkecuali di mata Leon yang saat ini mengendap menuruni tangga."Paman Leon, kaukah itu?!" seru Christoph menunjuk si pengintip.Leonard terpaksa keluar dari persembunyiannya dan menghampiri mereka. Dia sempat mengingat kejadian semalam saat Arabelle mendatanginya. Lantas dirinya ingin berpura-pura merajuk pada Christopher."Morning, Paman!" seru Christopher menyapa."Ya, Morning," jawab Leon dingin dan singkat."Leon, ini sarapanmu. Makanlah dulu," tawar Katherine menyodorkan omelette dan segelas susu agar pegar akibat mabuk semalam hilang.Akan tetapi, L
Malam pun tiba.Leonard termangu di dalam mobil yang hendak dia kendarai. Ucapan Christian pagi tadi sangat mengganggu kewarasannya. Akan tetapi, ia belum juga menemukan cara untuk bicara pada Arabelle. Jika pertemuannya di dalam gedung—untuk launching product parfum—dengan Arabelle kali ini tak ada pembicaraan awal dari Arabelle padanya, maka hilang sudah kesempatan yang ada.Leonard dan egonya tak ingin memulai pembicaraan lebih dulu. Sekalipun sapaan terjadi, Leonard tetap tak tahu bagaimana memulai pembahasan ini dengan Arabelle. Namun, kalau malam ini dia tak mencoba memperbaiki hubungan maka kemungkinan dia akan kehilangan kesempatan. Sama seperti masa lalunya dengan Lily yang berakhir atas kebodohannya hingga membuat ia menyesal sampai saat ini. Dia tahu Christian tak akan bermain-main dengan ucapannya dan hal itulah yang saat ini mengganggu kewarasannya."Hah, sial! Seandainya semalam aku lebih cepat bergerak, mungkin saat ini aku tengah menjemputnya untuk pergi bersama!" rutuk