Sesampainya di penthouse, Katherine dikejutkan dengan keadaan Leon yang kacau. Dia membantu Christian membasuh wajah memar Leon dengan handuk basah lalu menggantikan pakaian putra bungsunya itu dan terlelap di sampingnya.Keesokan paginya penghuni penthouse—Christian, Christoph dan Katherine—tengah sibuk di pantry menikmati omelette dan kopi serta susu untuk Christoph demi mengisi perut lapar mereka. Kegiatan itu tampak indah tanpa terkecuali di mata Leon yang saat ini mengendap menuruni tangga."Paman Leon, kaukah itu?!" seru Christoph menunjuk si pengintip.Leonard terpaksa keluar dari persembunyiannya dan menghampiri mereka. Dia sempat mengingat kejadian semalam saat Arabelle mendatanginya. Lantas dirinya ingin berpura-pura merajuk pada Christopher."Morning, Paman!" seru Christopher menyapa."Ya, Morning," jawab Leon dingin dan singkat."Leon, ini sarapanmu. Makanlah dulu," tawar Katherine menyodorkan omelette dan segelas susu agar pegar akibat mabuk semalam hilang.Akan tetapi, L
Malam pun tiba.Leonard termangu di dalam mobil yang hendak dia kendarai. Ucapan Christian pagi tadi sangat mengganggu kewarasannya. Akan tetapi, ia belum juga menemukan cara untuk bicara pada Arabelle. Jika pertemuannya di dalam gedung—untuk launching product parfum—dengan Arabelle kali ini tak ada pembicaraan awal dari Arabelle padanya, maka hilang sudah kesempatan yang ada.Leonard dan egonya tak ingin memulai pembicaraan lebih dulu. Sekalipun sapaan terjadi, Leonard tetap tak tahu bagaimana memulai pembahasan ini dengan Arabelle. Namun, kalau malam ini dia tak mencoba memperbaiki hubungan maka kemungkinan dia akan kehilangan kesempatan. Sama seperti masa lalunya dengan Lily yang berakhir atas kebodohannya hingga membuat ia menyesal sampai saat ini. Dia tahu Christian tak akan bermain-main dengan ucapannya dan hal itulah yang saat ini mengganggu kewarasannya."Hah, sial! Seandainya semalam aku lebih cepat bergerak, mungkin saat ini aku tengah menjemputnya untuk pergi bersama!" rutuk
Sepanjang acara berlangsung Leonard dan Eve diminta untuk menuju backstage. Keduanya tengah mempersiapkan diri untuk tampil saat pemutaran video klip selesai disiarkan. Namun, selagi pembawa acara melakukan penyambutan dan ucapan terima kasih dari pemilik brand, Leonard dan Eve sudah harus standby berdiri di belakang layar besar yang nantinya akan terbuka.Selama mereka berdiri, keduanya terlihat canggung dalam diam. Berkecamuk dengan pikiran masing-masing sampai akhirnya Eve mengalah dan membuka suara lebih dulu."Hm, apa semalam kau baik-baik saja?" tanya Eve."Apa menurutmu aku akan ada di sini jika aku tak dalam keadaan baik?" Alih-alih menjawab Leonard malah membalikan pertanyaan Eve dengan sarkas.Hal tersebut membuat Eve menunduk. "Maaf," ucapnya pelan hampir berbisik."Maaf untuk apa?" tanya Leon.Eve menoleh pada sosok yang bahkan hanya fokus melihat ke depan."Untuk semuanya. Aku tahu ini sangat terlambat dan semua yang sudah kuusahakan mungkin tak akan berarti lagi, tapi ak
"Nothing special, hah?" Eve bergumam diiringi kekehan miris seraya melepaskan tangan dari genggaman Leonard. "Sebelumnya aku mengira kau hanya cemburu pada Christian. Namun, ternyata kau hanya terlalu bodoh dan naif mengira aku sama dengan masa lalumu yang lebih memilih Chris dibandingkan dirimu!""Oh, c'mon, Eve. Kau tahu aku–-""Ya, aku sangat memahamimu yang hampir tak kukenali lagi saat ini." sela Eve berusaha tenang menahan gejolak perih yang melanda bergemuruh di dadanya. "Kuakui kesalahanku padamu sangat membuatmu sakit dan terluka, Leon bahkan mungkin mengingatkanmu pada masa lalu dengan Lilian."Namun, kau tak harus membalasku di depan semua orang. Memutar balikan semua hal yang kuucapkan seolah hanya aku yang merasa diperlakukan berbeda, sampai memposisikan aku layaknya wanita lain yang sempat dipermainkan olehmu.""Eve, dengarkan aku tak—""Tidak, Leon. Kau yang dengarkan aku, perlu kau tahu bahwa aku cukup menyesal berusaha membuat citramu berbeda karena nyatanya kau meman
Leonard tak sabar menunggu jawaban Arabelle lebih lama lagi. Lantas dirinya melangkah maju dan berhenti tepat di hadapan wanita itu.“A-apa yang kau lakukan di sini, Leon?” Arabelle mendadak panik.“Membuktikan ucapan tadi tentangmu yang lebih memilihku dibandingkan Chris!” jawab Leonard sontak menarik pinggang juga tengkuk Arabelle dan menyematkan ciuman lembut secara perlahan serta menyalurkan kehangatan.Membawa tubuh Arabelle mundur hingga tersudut di wastafel dan Leonard mengangkat tubuh itu tanpa melepaskan pagutannya.Arabelle terenyuh dan berusaha menahan tangis walau pada akhirnya aliran itu enggan bertahan dan lolos begitu saja dari pelupuk, membasahi pipi meratapi perih hingga bibirnya bergetar.Leonard melepas pagutannya dan menarik wajahnya untuk menatap Arabelle. Mata berlapis air bening itu terbuka dan menunjukkan kekecewaan yang mendalam.“Maafkan aku …,” bisik Leonard pelan seraya mengusap lembut air mata Arabelle.Wanita itu menggeleng dan tangisnya semakin pecah. “N
“Jadi kau sungguh tak ingin bersama? Kau ingin kita berpisah?” tanya Leonard tak percaya.Arabelle mengangkat tangan dan mengusap rahang Leonard. Netra abu itu terpejam menikmati sentuhan hangat Arabelle. “Bukan itu maksudku, Leon. Aku tahu apa yang terjadi pada kita sudah membuka kenangan masa lalumu dengan Lily. Tanpa sadar kau juga telah mengucapkannya. Kau tahu, tak ada satu pun wanita yang mau dibandingkan dengan masa lalu.”“Jadi karena aku kelepasan bicara, kau menjadikan itu alasan untuk meninggalkanku?”Arabelle meraih kembali rahang Leonard yang sempat mengalihkan pandangan. “Jujur itu cukup menyakitkan, tetapi tak akan sampai membuatku ingin meninggalkanmu. Aku hanya tak ingin kita membawa masa lalu untuk menuju masa depan. Kau ingin ini berhasil untuk sementara atau selamanya?”“Tak ada hubungan yang ingin sementara, Ara.”“Anggaplah ini sebuah persimpangan jalan dalam hubungan kita, Leon. Percayalah jalan ini akan mengarah ke satu tujuan, dan kita akan dipertemukan ke jal
Sudah tiga bulan lamanya Leonard mondar mandir apartemen dan rumah Arabelle, tetapi tak mendapati keberadaan wanita itu. Sebelumnya selama satu bulan dia sudah membiarkan Arabelle tak menghubunginya. Namun, hanya itu waktu yang mampu dia tahan untuk tak bertemu dengan wanita yang dia cintai. Firasatnya semakin tak tenang ketika tak mendapati keberadaan Arabelle di mana pun. Dirinya sudah sempat menanyakannya pada Kim, Nick juga Jayden yang diperkirakan mengetahui keberadaan wanita itu melalui Chloe. Namun, tetap tak menemukan titik terang. Keberadaan Arabelle seakan hilang ditelan bumi. Leonard cukup frustrasi dan berniat menanyakannya pada Christian. Pikirannya buntu hingga mengira Christianlah yang membantu Arabelle pergi bersembunyi darinya. Lantas, di sinilah Leonard sekarang. Sesampainya ia di kediaman Christian, waktu sudah cukup malam dan Leon baru saja pulang usai berkeliling mencari Arabelle. Sialnya, hari ini pun hasilnya nihil sehingga membuat otaknya semakin kacau dan
Leonard kembali dengan perasaan kesal dan dongkol. Berpikir dengan menemui Christian ia akan mendapatkan titik terang, tetapi malah membuatnya semakin merasa bersalah pada sang kakak. Dia tahu dirinya sudah sangat keterlaluan dengan menuduh Christian menyembunyikan Arabelle. Namun, kepalanya sudah hampir pecah untuk mencari celah demi menemukan wanitanya. Malam yang sunyi dan terasa sepi itu membuat Leonard memutuskan untuk kembali ke apartemen. Berusaha menghindari masalah baru adalah pilihan terbaik. Diakuinya selama tiga bulan terakhir, emosinya begitu mudah meluap. Kembali ke apartemennya bukan berarti dirinya menyerah. Ia hanya berusaha untuk tenang agar bisa memikirkan cara lain untuk menemukan Arabelle. Setibanya Leonard di apartemennya, dia langsung melemparkan tubuhnya ke atas sofa seraya mengusap wajah penatnya dan memijat pelan pelipis kepala yang terasa pusing. Hal yang ingin dilakukannya adalah mengguyur tubuh dengan air dingin, berharap bisa menjernihkan seluruh pikira