Setengah jam sebelumnya, tepatnya saat Christian dengan sengaja bergegas pergi lebih dulu dari tempat Arabelle karena ingin meluruskan sesuatu pada adiknya. Sikapnya tadi memang akan terlihat berlebihan di mata Leonard, tetapi ia tak mungkin mengabaikan tangisan seorang wanita di hadapannya. Dirinya memang tak seharusnya repot-repot menjelaskan, tetapi keadaannya saat ini begitu rumit. Christian sangat hafal bagaimana pola pikir Leonard ketika melihat gelagat pembawaan mobil sang adik.Christian tahu ada kesalahpahaman yang harus dijelaskan dan kini panggilannya terus mendial ulang nomor Leonard yang selalu di reject oleh sang adik."Oh, sungguh? Kenapa kau sulit diajak bicara, Leon?!" rutuk Christian hendak kembali mencoba menghubungi pria itu. Akan tetapi, panggilan tersebut menjadi sibuk.Alhasil Christian melaju tanpa arah. Berniat menuju apartemen Leon. Dia begitu yakin Leon tak mungkin kembali ke hotel. Sambil memastikan tujuannya benar, Christian tak berhenti mendial ulang pang
"Leon bangunlah. Aku tak ingin kau pergi dari sini bersama Mom. Kita harus pergi dan bersembunyi sebelum kita dipisahkan." Christian berbisik mengguncang tubuh Leon yang terkapar usai melawan ayahnya karena menyakiti ibunya."Pergi dan bawa serta anak kurang ajarmu itu dari sini. Aku tak butuh dia. Putraku hanya Christian, jadi jangan membawanya jika kau ingin hidup tenang!" Teriakan sang ayah terdengar menggelegar malam itu."Kau sungguh keterlaluan! Leon juga putramu, dia hanya membelaku dan kau langsung memukulnya lalu kini bicara sembarangan, bagaimana jika dia mendengarnya?!" sahutan sang ibu menyusul membela Leon."Putraku tak akan melawan dan membentakku seperti tadi hanya untuk membela ibunya yang pergi keluyuran dengan pria lain!""Aku mencari pekerjaan karena tak tahan dengan kebiasaanmu yang mengajak perempuan lain ke rumah ini! Kau pikir aku bodoh dan tak tahu semua itu? Hanya Leon yang mengadukannya padaku!""Kau yang tak bisa mengimbangi keinginanku, kau juga yang menyal
Sesampainya di penthouse, Katherine dikejutkan dengan keadaan Leon yang kacau. Dia membantu Christian membasuh wajah memar Leon dengan handuk basah lalu menggantikan pakaian putra bungsunya itu dan terlelap di sampingnya.Keesokan paginya penghuni penthouse—Christian, Christoph dan Katherine—tengah sibuk di pantry menikmati omelette dan kopi serta susu untuk Christoph demi mengisi perut lapar mereka. Kegiatan itu tampak indah tanpa terkecuali di mata Leon yang saat ini mengendap menuruni tangga."Paman Leon, kaukah itu?!" seru Christoph menunjuk si pengintip.Leonard terpaksa keluar dari persembunyiannya dan menghampiri mereka. Dia sempat mengingat kejadian semalam saat Arabelle mendatanginya. Lantas dirinya ingin berpura-pura merajuk pada Christopher."Morning, Paman!" seru Christopher menyapa."Ya, Morning," jawab Leon dingin dan singkat."Leon, ini sarapanmu. Makanlah dulu," tawar Katherine menyodorkan omelette dan segelas susu agar pegar akibat mabuk semalam hilang.Akan tetapi, L
Malam pun tiba.Leonard termangu di dalam mobil yang hendak dia kendarai. Ucapan Christian pagi tadi sangat mengganggu kewarasannya. Akan tetapi, ia belum juga menemukan cara untuk bicara pada Arabelle. Jika pertemuannya di dalam gedung—untuk launching product parfum—dengan Arabelle kali ini tak ada pembicaraan awal dari Arabelle padanya, maka hilang sudah kesempatan yang ada.Leonard dan egonya tak ingin memulai pembicaraan lebih dulu. Sekalipun sapaan terjadi, Leonard tetap tak tahu bagaimana memulai pembahasan ini dengan Arabelle. Namun, kalau malam ini dia tak mencoba memperbaiki hubungan maka kemungkinan dia akan kehilangan kesempatan. Sama seperti masa lalunya dengan Lily yang berakhir atas kebodohannya hingga membuat ia menyesal sampai saat ini. Dia tahu Christian tak akan bermain-main dengan ucapannya dan hal itulah yang saat ini mengganggu kewarasannya."Hah, sial! Seandainya semalam aku lebih cepat bergerak, mungkin saat ini aku tengah menjemputnya untuk pergi bersama!" rutuk
Sepanjang acara berlangsung Leonard dan Eve diminta untuk menuju backstage. Keduanya tengah mempersiapkan diri untuk tampil saat pemutaran video klip selesai disiarkan. Namun, selagi pembawa acara melakukan penyambutan dan ucapan terima kasih dari pemilik brand, Leonard dan Eve sudah harus standby berdiri di belakang layar besar yang nantinya akan terbuka.Selama mereka berdiri, keduanya terlihat canggung dalam diam. Berkecamuk dengan pikiran masing-masing sampai akhirnya Eve mengalah dan membuka suara lebih dulu."Hm, apa semalam kau baik-baik saja?" tanya Eve."Apa menurutmu aku akan ada di sini jika aku tak dalam keadaan baik?" Alih-alih menjawab Leonard malah membalikan pertanyaan Eve dengan sarkas.Hal tersebut membuat Eve menunduk. "Maaf," ucapnya pelan hampir berbisik."Maaf untuk apa?" tanya Leon.Eve menoleh pada sosok yang bahkan hanya fokus melihat ke depan."Untuk semuanya. Aku tahu ini sangat terlambat dan semua yang sudah kuusahakan mungkin tak akan berarti lagi, tapi ak
"Nothing special, hah?" Eve bergumam diiringi kekehan miris seraya melepaskan tangan dari genggaman Leonard. "Sebelumnya aku mengira kau hanya cemburu pada Christian. Namun, ternyata kau hanya terlalu bodoh dan naif mengira aku sama dengan masa lalumu yang lebih memilih Chris dibandingkan dirimu!""Oh, c'mon, Eve. Kau tahu aku–-""Ya, aku sangat memahamimu yang hampir tak kukenali lagi saat ini." sela Eve berusaha tenang menahan gejolak perih yang melanda bergemuruh di dadanya. "Kuakui kesalahanku padamu sangat membuatmu sakit dan terluka, Leon bahkan mungkin mengingatkanmu pada masa lalu dengan Lilian."Namun, kau tak harus membalasku di depan semua orang. Memutar balikan semua hal yang kuucapkan seolah hanya aku yang merasa diperlakukan berbeda, sampai memposisikan aku layaknya wanita lain yang sempat dipermainkan olehmu.""Eve, dengarkan aku tak—""Tidak, Leon. Kau yang dengarkan aku, perlu kau tahu bahwa aku cukup menyesal berusaha membuat citramu berbeda karena nyatanya kau meman
Leonard tak sabar menunggu jawaban Arabelle lebih lama lagi. Lantas dirinya melangkah maju dan berhenti tepat di hadapan wanita itu.“A-apa yang kau lakukan di sini, Leon?” Arabelle mendadak panik.“Membuktikan ucapan tadi tentangmu yang lebih memilihku dibandingkan Chris!” jawab Leonard sontak menarik pinggang juga tengkuk Arabelle dan menyematkan ciuman lembut secara perlahan serta menyalurkan kehangatan.Membawa tubuh Arabelle mundur hingga tersudut di wastafel dan Leonard mengangkat tubuh itu tanpa melepaskan pagutannya.Arabelle terenyuh dan berusaha menahan tangis walau pada akhirnya aliran itu enggan bertahan dan lolos begitu saja dari pelupuk, membasahi pipi meratapi perih hingga bibirnya bergetar.Leonard melepas pagutannya dan menarik wajahnya untuk menatap Arabelle. Mata berlapis air bening itu terbuka dan menunjukkan kekecewaan yang mendalam.“Maafkan aku …,” bisik Leonard pelan seraya mengusap lembut air mata Arabelle.Wanita itu menggeleng dan tangisnya semakin pecah. “N
“Jadi kau sungguh tak ingin bersama? Kau ingin kita berpisah?” tanya Leonard tak percaya.Arabelle mengangkat tangan dan mengusap rahang Leonard. Netra abu itu terpejam menikmati sentuhan hangat Arabelle. “Bukan itu maksudku, Leon. Aku tahu apa yang terjadi pada kita sudah membuka kenangan masa lalumu dengan Lily. Tanpa sadar kau juga telah mengucapkannya. Kau tahu, tak ada satu pun wanita yang mau dibandingkan dengan masa lalu.”“Jadi karena aku kelepasan bicara, kau menjadikan itu alasan untuk meninggalkanku?”Arabelle meraih kembali rahang Leonard yang sempat mengalihkan pandangan. “Jujur itu cukup menyakitkan, tetapi tak akan sampai membuatku ingin meninggalkanmu. Aku hanya tak ingin kita membawa masa lalu untuk menuju masa depan. Kau ingin ini berhasil untuk sementara atau selamanya?”“Tak ada hubungan yang ingin sementara, Ara.”“Anggaplah ini sebuah persimpangan jalan dalam hubungan kita, Leon. Percayalah jalan ini akan mengarah ke satu tujuan, dan kita akan dipertemukan ke jal