"Leon?" kening Eve berkerut, tetapi tak menutupi tatapan sendunya pada pria itu.Jauh di lubuk hati Eve, ia sangat merasa sedih dan tak rela harus berakhir seperti ini. Jatuh cinta pada Leon bukanlah bagian dari rencana Eve. Namun, pertemuan dan kedekatannya tak bisa terelakkan. Terlebih kini pria itu pun memiliki rasa yang sama.Tergambar jelas dari tatapan netra abu milik Leon. Pria itu melangkah ke arahnya semakin dekat tanpa mengeluarkan sepatah kata pun Eve tahu dan sadar bahwa tatapan penuh cinta itu tak dapat disembunyikan oleh Leon.Hal tersebut membuat Eve tersadar ia harus segera mengakhiri itu. Lantas dirinya berbalik saat jarak Leon hanya tinggal beberapa langkah."Kenapa kau ke sini? Aku hendak mengganti pakaian," cicit Eve tak dapat menutupi kegugupannya.Semua itu tercetak dari pantulan wajahnya pada cermin di hadapannya. Wajah yang gelisah dan tatapan redup Eve membuat Leon tak sanggup lagi untuk bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.Alih-alih pe
"Benar bahwa hatiku menginginkan ini!" sahut Eve menatap tegas Leonard yang tercengang dengan pengakuannya.Sontak membuat Leonard tak tahan dan langsung memagut kembali bibir menggemaskan itu. Melumat dalam dan meraih pinggang Eve guna mempererat dekapan sampai melupakan kondisi air jernih menunjukkan setiap sentuhan yang ia berikan pada Eve terlihat jelas betapa Leon tampak geram pada keadaan mereka.Terbukti dari lumatan kuat dan tuntutan serta remasan tangannya pada bokong Eve membuat ia terlihat begitu berengsek. Leon memaksa otaknya untuk mengendalikan diri dari hasrat sialan yang menginginkan lebih. Lantas dengan sangat terpaksa ia melepaskan pagutan berhasrat itu dan menatap bibir Eve yang membengkang.Napas tersengal membuat keduanya terkekeh sesekali saling mengecup kecil diselingi senyum. "Kau dan semua hal yang membuatku tak habis pikir. Kau tahu aku sangat gemas akan keadaan kita saat ini dan berpikir apa kau sengaja harus mengatakannya di sini, di depan semuanya agar aku
Malam hari seperti tradisi setelah selesai melakukan syuting semua pekerja akan merayakannya dengan makan malam besar-besaran. Semua orang tampak senang dan menikmati makan malam yang diselingi musik serta beberapa ada yang menari juga melakukan kegiatan konyol hingga menambah semarak perayaan berakhirnya project varian parfum tersebut.Namun, berbeda dengan Leon dan Eve yang masih dilanda asmara. Keduanya memilih makan malam berdua di tepi pantai dengan suasana romantis. Meski masih dalam satu area pantai yang sama, tetapi setidaknya mereka memiliki privasi untuk bicara lebih tenang.Menikmati hembusan lembut angin laut dan ombak yang cukup tenang, keduanya tampak bahagia menyantap hidangan yang tersedia. Seusai memakan hidangan penutup, Leon menyetel musik jazz dari ponselnya untuk mengajak Eve berdansa.Awalnya Eve terkekeh geli melihat Leonard bertingkah begitu romantis. Akan tetapi, karena ia tak ingin merusak usaha pria itu untuk membuatnya terkesan, Eve hanya mengikuti arahan d
Sesampainya mereka di penginapan beberapa kru masih tampak sibuk memindahkan makanan juga minuman di tengah gazebo tempat berpesta sejak tadi.Melihat kekacauan acara akibat hujan yang mengguyur area pantai secara mendadak, membuat Leonard kembali menarik Eve agar berpindah ke lantai atas yang lebih tenang. Di sana hanya ada sederet kamar dan balkon luas untuk duduk dan bersantai. Namun, melihat halaman balkon yang juga diguyur hujan membuat pria itu berbalik arah.Pada akhirnya Leon mengajak wanita itu langsung ke kamarnya dan memberikan handuk juga pakaian ganti."Basuh dirimu dengan handuk ini dan gantilah pakaianmu sebelum kau terkena flu," ujar Leon sembari membuka kemejanya yang kuyup seraya berjalan ke kamar mandi dan mengambil handuk lain untuknya.Eve terdiam di dekat pintu menatap handuk dan pakaian kering milik Leonard. "Leon, tapi aku bisa meminta kunci kamarku pada asistenku agar aku bisa mengam-""Mereka tampak sibuk, Eve. Lagi pula kau masih harus memberikan penjelasan
Dini hari tepatnya di waktu pagi hampir menjelang Leonard terbangun dan tak mendapati Eve di sampingnya. Sontak seluruh matanya terbuka menatap ke sekeliling ruangan, tak ada pakaian wanita itu di mana-mana juga. Lantas ia pun beranjak mengecek kamar mandi. Namun, nihil wanita itu sungguh tak ada di setiap sudut ruangannya."Apa Eve kembali ke kamarnya?" Pikir Leonard bergumam sendiri.Kemudian ia pun mengenakan kembali pakaian dan membasuh wajahnya sebentar lalu melihat jam di pergelangan tangannya. "Masih pukul setengah empat?" pekiknya.Tak ingin berlama-lama, Leonard mengusap wajahnya dengan handuk kering lalu meraih jaket di dekat sofa dab bergegas keluar dari ruangannya. Namun, saat ia keluar serta hendak mendatangi kamar Eve, ia mendengar suara langkah dari arah sebaliknya. Lantas Leon pun berbalik arah menuju balkon tempat tadi ia dan Eve duduk. Ia melihat siluet dua orang yang baru saja memasukan barang ke dalam mobil suv hitam di bawah sana tepatnya di area parkiran seperti
Leonard mengendarai mobilnya berpulang ke apartemen dengan perasaan jengkel. Tak habis pikir Eve lagi-lagi mempermainkannya untuk kesekian kali. Padahal sejak senja wanita itu tampak manis dan mengakui keinginan hatinya.Sial! Apa Eve sungguh hanya mempermainkanku dengan memberiku harapan padahal dirinya bersama Jayden?Leonard menggeleng dan berdecak hampir tak percaya dengan pemikiran bodoh itu."Tidak! Dia bodoh jika lebih memilih Jay dibanding denganku? Apa yang salah denganku?" Erang Leon menggebrak setir mobilnya karena frustrasi akan keadaan saat ini.Ia sudah mencoba menghubungi Eve saat melihat wanita itu pergi begitu saja tanpa meninggalkan pesan apa pun padanya. Namun, seperti yang sudah-sudah bahwa nomor tersebut memang tak akan aktif jika bukan Eve yang menghubunginya lebih dulu.Lantas setelah sampai di apartemennya ia mencoba berpikir jernih dan bertanya pada satu-satunya orang yang ia percaya serta berkaitan dengan Jayden juga Eve."Nick, apa kau bersama Kim?" tanya Le
Malam hari tiba Leonard sudah bersiap di mobilnya hendak mengikuti arahan pada maps di ponsel yang didapat dari Jayden. Siang tadi Jayden tak bisa berkata banyak. Setelah melihat tatapan dan keseriusan Leon, pria itu tak menyangkal maupun mengiyakan semua dugaan Leonard. Dirinya malah memberikan titik gps dari ponselnya agar mengikutinya malam ini ke suatu acara yang akan menjawab semua pertanyaan pria itu.Sebelumnya Jayden lebih dulu memeringatinya agar tak melakukan kekacauan di sana. Leonard menyetujuinya dan bersabar hingga detik ini. Kendaraan Jayden akhirnya bergerak dari butik Chloe. Lantas Leonard pun menjalankan mobilnya dari apartemen. Perjanjian siang tadi memaksanya pergi dari butik Chloe sebelum wanita itu menyadari sesuatu dari Leonard.Alhasil setelah perjalanan Jayden berhenti di satu titik, Leonard mempercepat lajunya sampai dirinya sungguh tiba di sebuah perumahan di kawasan Brooklyn. Perasaannya sudah tak karuan mengingat tempat itu sempat ia datangi. Sampai di saa
"Leon," gumam Arabelle menelan keluh salivanya yang tak bisa berkata apa pun."Wow, aku seperti mendapat kejutan sekarang," komentar Leonard terkekeh miris."Leon kau harus mendengar penjelasan Arabelle lebih dulu baru menilai," sahut Christian.Ekspresi Leonard berganti heran dengan alis naik sebelah ia menatap tajam sang kakak."Kenapa hanya aku yang harus mendengar, bukankah kita yang harus mendengar penjelasannya?" Leonard membalas telak perkataan Christian. "Ah, aku tahu. Kau pasti sudah mengetahui semua ini dan hanya diam membiarkanku jatuh pada pesona penuh tipu muslihatnya. Sehingga kau pun hanya diam dan memilih tetap melanjutkan hubungan?""Kau sudah salah paham, Leon! Arabelle tak bermaksud begitu, dia-""Heh! C'mon, Brother." Leonard menyela tanpa menyurutkan tatapan penuh amarah pada Arabelle yang membeku dengan mata memerah siap meneteskan aliran panas dari pelupuknya. "Chris sadarlah ..., ini yang dia inginkan, dia merasa hebat bisa mempermainkan kita hingga membuat kit