Sesampainya mereka di penginapan beberapa kru masih tampak sibuk memindahkan makanan juga minuman di tengah gazebo tempat berpesta sejak tadi.Melihat kekacauan acara akibat hujan yang mengguyur area pantai secara mendadak, membuat Leonard kembali menarik Eve agar berpindah ke lantai atas yang lebih tenang. Di sana hanya ada sederet kamar dan balkon luas untuk duduk dan bersantai. Namun, melihat halaman balkon yang juga diguyur hujan membuat pria itu berbalik arah.Pada akhirnya Leon mengajak wanita itu langsung ke kamarnya dan memberikan handuk juga pakaian ganti."Basuh dirimu dengan handuk ini dan gantilah pakaianmu sebelum kau terkena flu," ujar Leon sembari membuka kemejanya yang kuyup seraya berjalan ke kamar mandi dan mengambil handuk lain untuknya.Eve terdiam di dekat pintu menatap handuk dan pakaian kering milik Leonard. "Leon, tapi aku bisa meminta kunci kamarku pada asistenku agar aku bisa mengam-""Mereka tampak sibuk, Eve. Lagi pula kau masih harus memberikan penjelasan
Dini hari tepatnya di waktu pagi hampir menjelang Leonard terbangun dan tak mendapati Eve di sampingnya. Sontak seluruh matanya terbuka menatap ke sekeliling ruangan, tak ada pakaian wanita itu di mana-mana juga. Lantas ia pun beranjak mengecek kamar mandi. Namun, nihil wanita itu sungguh tak ada di setiap sudut ruangannya."Apa Eve kembali ke kamarnya?" Pikir Leonard bergumam sendiri.Kemudian ia pun mengenakan kembali pakaian dan membasuh wajahnya sebentar lalu melihat jam di pergelangan tangannya. "Masih pukul setengah empat?" pekiknya.Tak ingin berlama-lama, Leonard mengusap wajahnya dengan handuk kering lalu meraih jaket di dekat sofa dab bergegas keluar dari ruangannya. Namun, saat ia keluar serta hendak mendatangi kamar Eve, ia mendengar suara langkah dari arah sebaliknya. Lantas Leon pun berbalik arah menuju balkon tempat tadi ia dan Eve duduk. Ia melihat siluet dua orang yang baru saja memasukan barang ke dalam mobil suv hitam di bawah sana tepatnya di area parkiran seperti
Leonard mengendarai mobilnya berpulang ke apartemen dengan perasaan jengkel. Tak habis pikir Eve lagi-lagi mempermainkannya untuk kesekian kali. Padahal sejak senja wanita itu tampak manis dan mengakui keinginan hatinya.Sial! Apa Eve sungguh hanya mempermainkanku dengan memberiku harapan padahal dirinya bersama Jayden?Leonard menggeleng dan berdecak hampir tak percaya dengan pemikiran bodoh itu."Tidak! Dia bodoh jika lebih memilih Jay dibanding denganku? Apa yang salah denganku?" Erang Leon menggebrak setir mobilnya karena frustrasi akan keadaan saat ini.Ia sudah mencoba menghubungi Eve saat melihat wanita itu pergi begitu saja tanpa meninggalkan pesan apa pun padanya. Namun, seperti yang sudah-sudah bahwa nomor tersebut memang tak akan aktif jika bukan Eve yang menghubunginya lebih dulu.Lantas setelah sampai di apartemennya ia mencoba berpikir jernih dan bertanya pada satu-satunya orang yang ia percaya serta berkaitan dengan Jayden juga Eve."Nick, apa kau bersama Kim?" tanya Le
Malam hari tiba Leonard sudah bersiap di mobilnya hendak mengikuti arahan pada maps di ponsel yang didapat dari Jayden. Siang tadi Jayden tak bisa berkata banyak. Setelah melihat tatapan dan keseriusan Leon, pria itu tak menyangkal maupun mengiyakan semua dugaan Leonard. Dirinya malah memberikan titik gps dari ponselnya agar mengikutinya malam ini ke suatu acara yang akan menjawab semua pertanyaan pria itu.Sebelumnya Jayden lebih dulu memeringatinya agar tak melakukan kekacauan di sana. Leonard menyetujuinya dan bersabar hingga detik ini. Kendaraan Jayden akhirnya bergerak dari butik Chloe. Lantas Leonard pun menjalankan mobilnya dari apartemen. Perjanjian siang tadi memaksanya pergi dari butik Chloe sebelum wanita itu menyadari sesuatu dari Leonard.Alhasil setelah perjalanan Jayden berhenti di satu titik, Leonard mempercepat lajunya sampai dirinya sungguh tiba di sebuah perumahan di kawasan Brooklyn. Perasaannya sudah tak karuan mengingat tempat itu sempat ia datangi. Sampai di saa
"Leon," gumam Arabelle menelan keluh salivanya yang tak bisa berkata apa pun."Wow, aku seperti mendapat kejutan sekarang," komentar Leonard terkekeh miris."Leon kau harus mendengar penjelasan Arabelle lebih dulu baru menilai," sahut Christian.Ekspresi Leonard berganti heran dengan alis naik sebelah ia menatap tajam sang kakak."Kenapa hanya aku yang harus mendengar, bukankah kita yang harus mendengar penjelasannya?" Leonard membalas telak perkataan Christian. "Ah, aku tahu. Kau pasti sudah mengetahui semua ini dan hanya diam membiarkanku jatuh pada pesona penuh tipu muslihatnya. Sehingga kau pun hanya diam dan memilih tetap melanjutkan hubungan?""Kau sudah salah paham, Leon! Arabelle tak bermaksud begitu, dia-""Heh! C'mon, Brother." Leonard menyela tanpa menyurutkan tatapan penuh amarah pada Arabelle yang membeku dengan mata memerah siap meneteskan aliran panas dari pelupuknya. "Chris sadarlah ..., ini yang dia inginkan, dia merasa hebat bisa mempermainkan kita hingga membuat kit
Arabelle yang tertunduk menangis dalam diam akhirnya mendongak menatap punggung Leonard dan berkata, "Karena aku tak sanggup, Leon." Ucapan itu sukses menghentikan langkah Leonard lagi, meski tetap membelakangi Arabelle dan Christian."Arabelle." Christian memanggilnya lirih hendak mendekati wanita itu."No, Chris. Kali ini aku akan jujur padanya." Arabelle menghentikan Christian menatap pria itu penuh permohonan, Arabelle kembali menoleh pada punggung Leonard. "Kau bertanya kenapa tak kukatakan sejak awal di setiap ada kesempatan, maka jawaban yang bisa kuberikan adalah aku tak sanggup melihatmu seperti saat ini. Tatapan terluka dan kecewa itu membuatku tak tahan. Kau mungkin tak tahu seberapa besar rasa takutku akan kehilanganmu, tetapi aku lebih takut melihat luka dari matamu setiap kau menatapku."Lantas sejak kemarin aku membiarkan egoku menguasai, aku merasa jika bisa meninggalkan kenangan indah tentangku dimatamu lalu menghilang darimu, setidaknya aku tak harus melihatmu sepert
Hubungan antara Leonard dan Eve pada akhirnya harus kandas sebelum dimulai. Semenjak kejadian satu minggu yang lalu Leon tak pernah menunjukkan keberadaannya di mana pun. Meski Arabelle berusaha tetap kembali menjalankan pekerjaannya sebagai guru dan ia juga memaksa untuk tetap menjadi pengasuh Christopher. Dia sangat menyayangi Christoph dan berpikir kejadian dirinya dengan Leon dan Chris tak bisa dijadikan alasan untuk membuat anak laki-laki itu bersedih. Hanya saja setiap hari ia tak lagi menginap di sana. Saat Christian sudah tiba di penthousenya, Arabelle akan pulang dan paginya ia akan tiba sebelum Christian pergi.Sementara itu Christian sudah bisa menerima kekalahannya. Dia sudah tahu tak bisa memaksakan hati Arabelle untuknya lantas Christian mulai membiasakan diri menganggap Arabelle seperti sahabat. Meski sulit, tapi ia tetap melakukannya. Namun, kepergiannya satu minggu yang lalu membuat Christian berpikir dan menata ulang hatinya serta berusaha mengikhlaskan wanita itu ber
Siang hari pun tiba, seperti rencananya pagi tadi Arabelle berniat mengajak Christoph mampir ke supermarket. Klakson dari sedan silver memanggil Arabelle dan Christoph untuk menghampirinya. Mereka mendapati Katherine di dalamnya. Mereka pun bertolak ke supermarket untuk membeli beberapa bahan kue. Tak lupa ketiganya pun berniat mengisi perut lebih dulu sebelum pulang ke penthouse.Namun, ada kejadian tak terduga saat tengah menunggu makanan mereka di sebuah restoran di pusat kota. Mendadak Christoph memekik heboh tepat setelah Katherine pamit ke toilet."Paman Leon!" seru Christoph sontak membuat Arabelle terdiam.Posisinya saat ini tengah duduk berhadapan dengan Christoph dan itu artinya ia tengah membelakangi sosok yang dimaksud anak laki-laki itu.Namun, biar bagaimanapun semua itu membuat jantung Arabelle mendadak berdebar tak karuan. Meskipun ia sangat merindukan sosok itu, tetapi dirinya masih tak tahu harus bersikap bagaimana untuk sekedar menyapa pria tersebut."Arabelle, liha