Ruangan yang dimaksud nyonya Paxley bertuliskan ruang magister tingkat menengah. Pintunya amat lebar, sejenak Tanoa ragu-ragu untuk membukanya. Ia menatap ke arah Violet, yang ditatap mengangguk. Lalu yang menyambut kedatangan mereka setelah pintu terbuka sempurna adalah sosok yang membuat kedua mata Violet terbelalak lebar.
Tanoa melangkah masuk tanpa pertimbangkan, lalu spontan terhenti saat seseorang menahan tangannya.
"Kenapa, Violet-chan?"
Gadis itu malah menggeleng, cara alisnya yang mengkerut cukup memberitahu Tanoa keadaannya.
"Oh, apa kita salah ruangan?"
Bukan, bukan begitu, alis yang hampir menyatu itu mengartikan rasa khawatir.
"Apa kalian dua gadis yang hendak mendaftar? Kalau iya, ini adalah yang ruangan yang kalian tuju."
Ada dua pria paruh baya yang duduk di sana, satunya berambut coklat, yang satu sudah dipenuhi uban.
"Ah, ini ruangan yang benar Violet-chan, ayo!"
"Tu-Tunggu, Tanoa!" Violet menyemb
Meja taman itu, belum lagi diduduki seseorang sedari pagi. Meski ia yakin dengan apa yang akan ia lakukan nantinya, Fara yang tengah memegang sapu halaman merasakan kesepian itu.Tak banyak pekerjaan rumah hari ini, karena penghuni rumah sibuk di istana, membuat makan siang pun sebatas untuk mereka sendiri.Reina duduk di ranjang kamarnya dengan pakaian maid yang biasa ia kenakan, ia bersenandung, sementara kedua tangannya sibuk merajut sesuatu."Kuharap Rei-sama dan Celia-sama akan menyukainya."Benang yang digunakan berwarna hitam dan putih. Persis seperti pola warna baju yang ia kenakan.Di halaman, Fara menggeser sapu itu, menyapu dedaunan kering. Angin berhembus, menerbangkan rambut selehernya dan menyingkap tanduk yang tersisa satu senti.Selesai mengumpulkan dedaunan kering, Fara mengambil pemantik api yang ada di sakunya dan membakar dedaunan itu.Sapunya kembali ditaruh di lemari peralatan, lalu kakinya melangkah menuju
"Sama seperti Violet, dalam hal apa?""...""Rei-kun?"Sedikit bersyukur batin Rei karena takdir mengatakan pintu kamar lebih dulu terbuka dan memotong percakapan."Rei-sama, Celia-sama. Selamat datang kembali.""Fara-chan? Ah kukira siapa." posisi Celia duduk di kasur dan menghadap ke pintu, jadi ia langsung tau siapa yang datang."Maaf, kukira kamar ini kosong."Fara berbohong. Ia sengaja datang karena dituntun penciumannya."Ah, ya begitulah. Kami kemari karena ada barang yang ketinggalan," jawab Rei."Begitu ..." Kedua tangan Fara sedari awal disembunyikan ke belakang pinggang.Celia mengangguk, "Memangnya, ada perlu apa kemari Fara-chan?""Aku hanya penasaran kenapa pintu kamar ini ditutup rapat, maaf kalau aku mengganggu." Gadis maid itu lalu membungkukkan badan dan beranjak pergi dari ruangan."Tunggu, Fara-chan!" sahut Rei. Fara menoleh."Apa kau melihat sapu tangan di tasku?"
Suara datar yang terdengar lembut itu hampir membuat jantung Celia keluar dari tenggorokan."Fa-Fara-chan?! Muuhh, jangan mengagetkanku seperti itu!"Rei juga sama kagetnya ketika sosok yang masuk dalam jarak pandang itu kembali mengenakan pakaian maid.Kenapa dia harus mengganti piyamanya?"Hufft, baiklah. Karena sudah di sini, sepertinya kita bisa ke sana bersama," timpal Rei berusaha mengusir pikiran buruk yang melintas.Tujuan kali ini adalah membuat Fara merasa lebih baik, tak masalah apa yang ia lakukan pada penampilannya."Baiklah," gadis maid itu mengangguk tanpa ekspresi.Angin kembali berhembus, saat itulah Celia sadar kalau angin hangat yang dibicarakan Fara itu benar.Lalu, angin dingin yang merayapi setiap sel kulit di tubuhnya sebelum itu?Apa itu reaksi dari rasa takutnya?Celia menelan ludah, keringat dingin mulai terbentuk di lehernya yang jenjang.Setiap langkah Celia jad
"Ini akan segera berakhir Celia-sama."Fara mengangkat wajahnya yang barusan tertunduk. Memperlihatkan garis hitam tegas yang memanjang membelah mata kirinya. Garis itu memanjang sampai ke leher bahkan tertutupi pakaian."Fa-Fara-chan, a-ada denganmu?" Celia mengesotkan tubuhnya ke belakang seiring sosok Fara memperpendek jarak di antara mereka. Rasa takut yang membayangi pikirannya lebih terasa daripada sakitnya pisau yang menancap di betis."Fara-chan, kenapa kau melakukan ini?" tanya Rei."Kenapa?" sudut bibir itu kembali naik. Alih-alih menjawab, Fara mengepalkan tangannya ke langit, kemudian mengucapkan sesuatu yang membuat objek di sekitarnya berubah."Cygnus!"Mansion yang tampak menjulang dari penglihatan Celia yang tengah terduduk itu, tiba-tiba terdistorsi dan berubah menjadi objek putih bergelombang spiral, lalu mengecil, kemudian rasi bintang seekor angsa itu terbentuk dan menjadi latar belakang tempat Fara berpijak.
Fara HikariCygnus adalah mantra pemanggil dewa angsa. Fara Hikari, sebagai penerus keluarga Hikari dalam ras iblis adalah satu-satunya orang yang masih terikat dengan kontrak itu. Tak ada takdir yang tetap, semua bisa diubah ketika Cygnus sudah berbicara. Di bawah kontrak itulah keluarga Hikari dan penerusnya menjadi seorang biwa yang melantunkan sihirnya lewat petikan gitar shamisen.Gitar yang seharusnya menghancurkan kejahatan. Gitar yang seharusnya menjadi alasan tegaknya kedamaian bagi ras iblis itu berubah saat kediaman Hikari diporak-porandakan.Keluarga besar yang seharusnya berjumlah dua puluh orang itu dibantai. Tak hanya kediaman Hikari, tapi juga pemukiman ras iblis yang tinggal di sekitar mereka.Fara yang saat itu baru saja pulang dari bermain harus membeku saat melihat tembok rumahnya dipenuhi cipratan darah. Atmosfer yang terasa mencekik ini membuatnya tak kuasa menahan lututnya lebih lama lagi."Ayah ... Ibu ... Hana .
Gigi Rei menggertak saat Fara menyerangnya dengan pisau. Rei menghindar sambil memotong jarak. Kehendak untuk menyerang balik tertahan karena rasa takut pada bayangan yang menyelimuti tubuh Fara."Rakuma-sama, kenapa kau tidak berubah ke wujud aslimu?!" tanyanya. Fara tak henti mengayunkan pisau. Ekspresi yang ia buat benar-benar bisa membuat trauma di masa depan."Fara-chan, hentikan!!" sahut Celia.Rei tak bisa terus menghindar, ia kalah cepat, sudah beberapa sayatan mengenai tubuhnya. Detik terakhir, Rei menahan tangan Fara yang mencoba mengayun pisaunya sekuat tenaga."Sudah kubilang, itu bukan aku!!" pekiknya."Apa ada alasan tertentu yang membuatmu jadi selemah ini? Dari awal, kau hanya banyak bicara!!"Fara mengerahkan kekuatannya untuk menyingkirkan tangan Rei, lalu ia lanjut menusukkan pisau itu ke arah dadanya.Sepintas, dalam detik itu Rei melihat kenangan yang pernah terjadi saat bulan purnama bersinar biru. De
Suara dentumannya memecah langit. Karena itu adalah sihir angin, ombaknya jadi memecah tak karuan. Sementara sosok Fara yang berdiri di atas pusaran angin melihat bagaimana air laut itu berubah menjadi merah. Potongan daging dari tubuh Rei bermunculan dan tersapu ke arah pantai.Namun cara kedua matanya menatap kosong menunjukkan hasrat membunuh itu belum terpenuhi. Orang yang sudah membantai keluarganya harus dibunuh ribuan kali.Gitar itu dipetik lagi. Ada nada tertentu untuk menciptakan dimensi, yaitu petikan ni, san, ichi [1]. Seketika air laut itu surut dengan cepat, digantikan padang rumput yang terbentang luas.Tubuh Rei yang tak lagi berbentuk itu mengeluarkan cahaya lagi, lalu meledak. Fara yang merasa Celia bukan ancaman apapun merasa gengsi jika harus menggunakan sihir anginnya. Jadi ia meluncur sambil mengarahkan pisaunya pada Celia."Bunuh!!!"Celia yang hanya bisa be
"Dania-chan, apa kau melihatnya?" tanya Celia. Kuda yang mereka tunggangi melesat cepat menuju istana, irama ketukan kakinya mengisi keheningan malam."Melihat apa maksudnya?""Pertukaran tubuh kami ..." kata Celia."Ya, aku hanya melihat cahaya yang kemudian meledak," jawab Dania, "Apa itu gejala dari pertukaran tubuh yang pernah dibicarakan raja?" tanyanya.Celia mengangguk."Apa ada hal tertentu yang dapat memicu pertukaran tubuh?"Wajah Celiat terangkat, ia kira Dania sudah mengetahui hal ini, "Seharga nyawa, mungkin?"Jawaban itu membuat Dania yang fokus memacu kudanya jadi menolehkan kepala pada Celia. Ia memasang wajah terkejut."Ngomong-ngomong, Dania-chan. Aku sangat berterima kasih," ujar Rei."Kata itu lagi, tak perlu sungkan, sebagai teman, sudah sepatutnya untuk saling membantu bukan?" Dania tersenyum padanya .Setelah siksaan yang rasanya masih membekas, kalimat ini jadi terasa seperti penawar, Celia
"Permisi, kami hendak mencari pemimpin karavan dagang Yuminose, bisa tolong antarkan kami padanya?" pinta Rei pada pria paruh baya yang tengah menghirup puntung rokoknya itu."Ah, apa kau juga mau ikut pergi ke kerajaan Guilstone?"Rei mengangguk."Tapi anak muda, mungkin saja perjalanan ini sedikit beresiko, lho," katanya tiba-tiba."Lho, memangnya kenapa?"Pria itu mendekatkan wajahnya untuk membisikan sesuatu, "Ada rumor yang mengatakan bahwa, setiap malam-malam tertentu di jalur desa Bulu Gagak menuju desa Lembah Bergetar, ada sekumpulan hewan iblis yang suka menyerang petualang atau karavan pada malam hari."Fara terkesiap, itu mengingatkannya pada aroma mencurigakan tadi."Apa pemimpin karavan itu juga mengetahuinya?""Tentu saja, tapi bukan berarti tidak akan ada korban meski ia sudah menyiapkan prajurit penjaga, kau hanya perlu berhati-hati jika sudah mantap ingin ikut dengan mereka," ujarnya, lalu ia mengantar mereka k
"Aku tinggal menceritakan situasinya ketika mereka menemukanku," jawab Rei asal."Anda mengatakannya seperti itu hal yang mudah saja," gerutu Fara."Haha," Rei malah tertawa."Mereka hendak melatihku, magister tingkat lanjutan sebagai pelatihnya. Hanya saja, aku merasa ada yang janggal dari keputusan raja tentangku," jelas Rei."Apa mereka membuatmu tidak nyaman?"Rei yang kepalanya dibantalkan pada tangan jadi menoleh ke arahnya, "Bukan begitu, aku hanya merasa suatu saat mereka akan menjadikanku sebagai budak politik," jelasnya, "dan aku tidak mau Celia terlibat.""Hmm, ya pokoknya kalau sampai mereka menyusul kita, aku tidak mau bertanggung jawab," kata Fara."Tenang saja, aku ahli memanfaatkan medan untuk bersembunyi."Rei bangkit, "Sudah saatnya memasang waktu jaga, kita akan gantian berjaga, kau mau duluan istirahat, Fara-chan?"Fara mengangguk, "Baiklah, aku juga sudah cukup mengantuk."Tirai penutup tenda
"Kenapa terkejut? Kau juga kesini jalan kaki, kan?""Muuh, tidakkah kalian terlalu nekat?""Hey, lihatlah siapa yang berbicara," sahut Rei berkacak pinggang.Fara menghela napas, ia menyerah, mereka sama-sama keras kepalanya. Matahari juga hampir tumbang di sisi timur, waktu mereka tinggal sedikit sebelum hari menjadi gelap."Memangnya, apa tujuanmu pergi ke sana, Rei-san, Celia-san?" tanya Fara."Entahlah ...""Heee?!""Singkatnya, kami hanya ingin menjelajahi dunia yang penuh misteri ini," jawab Rei tanpa keraguan di wajahnya."Apa itu, aneh sekali," cibir Fara."Kok aneh?""Kalian suka sekali ya melakukan hal-hal yang merepotkan," ujarnya. "Tapi ... Terima kasih ya, maaf aku kurang benar mengatakannya kemarin itu," tambahnya lagi.Benar-benar sosok Fara yang terlihat berbeda di mata Rei dan Celia, sampai bingung bagaimana menanggapi perkataannya."Kenapa menatapku seperti itu?""Eh, hahaha
Fara mengucek kedua matanya yang sembab saat terbangun. Ya, setelah ia menutupkan pintu begitu Rei keluar, ia hampir tidak bisa berhenti menangis. Tirai dibuka, cahaya yang terlalu terang mengejutkan bola matanya yang masih terasa perih.Ia membetulkan kerah piyama yang turun ke bahu. Mengorek isi tas untuk mengambil pakaian ganti. Di penginapan ini terdapat pemandian air panas, sempurna untuk pagi hari setelah malam yang melelahkan. Fara meregangkan tubuhnya, lalu mengingat ada sesuatu yang kurang."Astaga, aku tidak punya sabun," gumamnya."Mungkin aku bisa meminjamnya dari kamar sebelah," Fara lalu merapikan isi tas itu dan beranjak ke kamar sebelah.Pintu diketuk, "Permisi."Tepat setelah pintu dibuka, handuk yang bawa di tangannya jatuh, mulutnya menganga tak percaya."Ah, Ohayou Fara-chan.""Ohayou Fara-chan," ujar suara yang lebih feminim."Rei-sama, apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Fara penuh keterkejutan.R
Sebelum kejadian itu terjadi."Celia-sama, ada apa?" tanya Lumine melihat ia datang ke kamarnya tepat setelah Fara pergi."Apa, Fara-chan meninggalkan sesuatu?""Entahlah, kau bisa mengecek lemarinya."Tanpa disuruh dua kalipun Celia segera melakukan apa yang Rei minta sebelumnya."Mungkin ini agak sulit, tapi jika ada barang yang membangkitkan kenangan Fara, seharusnya kita bisa membujuknya," kata Rei sebelum itu.Celia mengorek isi lemari, mendapati sebuah kotak dan membukanya."Rei-kun, bukankah benda ini adalah ...?""Ah, sepertinya ini keberuntungan kita."Mereka juga mendapati sapu tangan Rei disitu."Anu, mau kau apakan barang-barang itu Celia-sama?" tanya Lumine"Izinkan kami menyimpannya sebagai kenang-kenangan," jawab Rei."Eh, aku sih tidak masalah, tapi mungkin yang lain merasa ingin menyimpan barang itu juga.""Aku tidak keberatan kok," kata Reina yang tiba-tiba muncul, Lucia juga
"Kau sengaja mencariku?""Maaf, seharusnya aku lebih memikirkan keadaanmu," kata Rei."Tapi, kenapa?" Air mata yang menumpuk di pelupuk mata Fara tiba-tiba saja tumpah, "Padahal aku sudah mencoba membunuhmu." Gadis itu mengusapnya dengan lengan kain panjang yang penuh noda bekas serangan Hidomi."Aku senang kau tampak baik-baik saja, Fara-chan." kata Celia."Wah, wah, tampaknya ada reuni mengharukan di sini."Rei meningkatkan kewaspadaan menatap tajam pada Hidomi."Rei-sama, pergilah, dia bukan lawanmu," ujar Fara lirih.Tentu saja Rei yang keras kepala tidak akan mendengarnya. Ia menerjang, Hidomi yang mendapati tindakan ini tak tinggal diam. Tangan mereka sama-sama memancarkan aura sihir.Bicara soal kekuatan, daun kering tentu akan kalah dilahap api, tapi yang jadi penentu saat ini adalah pengalaman, bukan seberapa kuat.Rei memukul, Hidomi menghindar, dan terjadi sebaliknya. Rei terus memusatkan tenaganya setiap ia m
"Keluarlah, kalian tidak perlu bersembunyi," ujarnya."Wah, wah sepertinya kau sudah melunak ya, apa itu artinya kau menerima tawaran kami?" sahut pria yang sepertinya pemimpin kelompok serangga ini."Pergilah, atau kalian rasakan akibatnya," ancam Fara tanpa ekspresi."Hmm, kau mengancam kami? Sungguh tidak tau diri."Mereka mendekatinya dengan tatapan penuh hasrat. Fara sejengkalpun tak menggeserkan kakinya. Ia menghela napas, padahal baru saja menyesali sesuatu. Sekarang ia harus menodai tangannya lagi.Pria itu mencoba menyentuh pundaknya, Fara menepis. Merasa geram, ia mencengkram kuat pundak Fara dengan kedua tangan."Aku sudah memperingatkanmu, lho."Cengkraman itu tak berlangsung lama, Fara melompat ke belakang dan melepasnya. Keseimbangan pria itu otomatis berkurang, Fara dengan sekuat tenaga melayangkan tendangan salto dan memusatkan serangannya pada dagu si pria. Serangan cepat itu membuatnya mundur beberapa langkah sambil
"Guilstone mungkin banyak celah, tapi yang mulia Nelhon adalah sosok bijaksana yang sangat memegang nilai kepercayaan." Sebagai bagian yang memegang kepengurusan tentang kerajaan ini, kalimat itu menjadi jawaban Aamon.~~~Hari yang dikhawatirkan pun tiba. Berkat pijatan detoksin dari tabib Stela, tiga hari setelahnya akhirnya Celia bisa beraktifitas seperti biasa.Bukannya ceria, pagi yang cerah ini malah disambutnya dengan ekspresi murung. Itu karena Fara akan duduk di kursi pengadilan pada hari yang sama.Sang raja mendengar semua kesaksian yang diungkapkan oleh Lewith Paxley, sementara penghuni kediaman Paxley, termasuk Enhem, dan juga para maid yang duduk di kursi pengantar menatapnya dengan hati terenyuh.Reina menatap ke arah Celia yang jarak bangkunya cukup jauh, terlihat sekali tatapan harapnya yang tengah mengelap tangis dengan sapu tangan supaya Celia bersuara untuk menolak pidana ini.Celia ingin sekali melakukannya, tapi yang te
"Tolong lakukan lebih lembut, Stela-san, uhh ....""Kalau aku melakukannya lebih pelan lagi, bukannya menguap, racun itu malah menyebar di tubuhmu," sahutnya membuat Celia jadi pasrah.Meski tidak bisa melihat, desah dan erangan yang dibuat Celia saat dipijat membuat Rei berkomentar, "Akhirnya kau menunjukkan sisi erotismu, Celia-chan.""Ahh, berisik Rei-kun!""Bertahanlah sebentar. Meski tidak terlalu parah, racun yang diakibatkan oleh sihir gelap ini bisa merusak imunitas tubuh, itu membuatmu sangat mudah terserang demam," jelas Stela di sela-sela pijatan itu."Aku baru tau dalam sihir itu bisa membuat racun mengendap dalam aliran mana seseorang," ujar Rei."Semua sihir memang dapat mengganggu aliran mana seseorang, tapi jenis dan tingkatannya berbeda-beda. Ada yang sangat lemah sehingga larut begitu saja, dan yang paling berbahaya adalah sampai menghancurkan aliran mana itu sendiri," jelas Dania.Rei dan Celia tertegun, ia pernah m