“Kamu sudah sadar, Nak?” ujar Maria saat melihat Akira mulai membuka mata. Sementara yang ditanya masih mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan penuh tanda tanya. Akira tidak tahu di mana dirinya kini berada.“Maaf tapi anda siapa dan saya ada di mana?” tanya Akira kebingungan.“Saya Maria. Tadi anak saya yang menemukanmu saat kamu tidak sadarkan diri. Dia tidak tahu identitas dan juga alamatmu. Sebab itulah dia membawamu ke rumah kami. Oh ya, siapa namamu?” tanya Maria dengan ramah dan menampilkan senyuman. Penjelasan Maria membuat Akira kembali teringat usahanya kabur dari rumah sakit.“Saya Akira, Tante. Terima kasih banyak karena tante dan anak tante sudah mau membantu saya,” kata Akira merasa sungkan.“Tidak apa-apa. Lebih baik lanjutkan dulu istirahatmu. Tante ambilkan makanan dulu ya. Kamu harus mengisi perutmu agar segera pulih,” ucap Maria kemudian beranjak meninggalkan kamar. Akira sempat menolak dengan alasan tidak ingin merepotkan. Tapi Maria mengatakan sama sekali tida
Akira cukup menikmati hidup tinggal di rumah Dannish. Tidak ada yang membuatnya merasa tidak betah tinggal di sana. Maria dan Dannish sama baiknya. Mereka memperlakukan Akira seperti keluarga sendiri. Hal itu sedikit banyak bisa menghibur kesedihan Akira. Sejenak mengalihkan perhatiannya dari permasalahan yang terjadi antara dirinya dengan Albert.Sejak pergi dari rumah sakit, Akira tidak pernah mendengar kabar lagi tentang Albert dan Clarissa. Akira sempat berpikir mungkin dua orang itu justru merasa senang atas kepergiannya. Dengan begitu mereka akan lebih leluasan untuk melanjutkan perselingkuhan mereka.Maria begitu perhatian. Tak jarang ibu itu memberikan tips menjelang persalinan pada Akira. Akira merasa bahagia dan mendapatkan kasih sayang seorang ibu yang sudah lama ia rindukan dari Sofia. Terkadang mereka juga menghabiskan waktu untuk memasak atau mengurus kebun bunga bersama.Tidak hanya dengan Maria, Akira juga mulai berteman baik dengan Dannish. Akira baru tahu bahwa terny
Dannish segera memutar otak untuk membantu Akira. Tiba-tiba sebuah ide tentang penyamaran terlintas di kepalanya. Laki-laki itu kemudian pergi ke sebuah toko pakaian dan aksesoris wanita yang jaraknya tak jauh dari sana. Dannish membeli beberapa perlengkapan yang dia pikir bisa digunakan untuk menyamarkan identitas Akira.Setelahnya, Dannish kembali mengirim pesan kepada Akira dan bertanya di meja nomor berapa gadis itu berada. Dannish masuk ke dalam saat mengetahui posisi Akira dengan pasti. Di sana dia dapat melihat dua orang berpenampilan seperti preman yang tampak sedang mengintai seisi ruangan. Dannish berjalan santai dengan membawa sebuah paper bag di tangan.Dannish duduk di kursi yang merupakan satu kesatuan dengan meja tempat Akira bersembunyi. Perlahan dia menyelipkan paper bag itu ke bawah meja. Dia mengirimkan pesan pada Akira agar menggunakan barang-barang yang ada di sana.Sementara Akira tidak menunggu lama dan langsung melihat isi paper bag itu setelah menerima pesan d
Sejak tak sengaja bertemu sekali dengan orang-orang suruhan Albert, sejak itu pula Akira menjadi jarang keluar rumah. Dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan Maria dan tidak pergi ke mana-mana. Bahkan Akira pun sering menolak meski Dannish sendiri yang mengajak.Maria juga sudah tahu dari Dannish tentang kebenaran anak dalam kandungan Akira. Meski setelah mengetahui itu, Maria justru semakin menyayangi Akira. Dia tidak menyangka gadis itu mengalami masalah hidup yang sangat berat.Seperti halnya Dannish, Maria tidak lagi memaksa jika memang Akira tidak mau pulang lagi ke rumah sang suami. Mereka bahkan bersedia untuk terus melindungi dan menyembunyikan Akira di rumah mereka. Tentu saja Akira merasa senang dengan hal itu.“Aku sangat berterima kasih karena tante dan Dannish masih saja mau menerimaku di rumah ini bahkan setelah mengetahui semua kebenarannya,” kata Akira pada suatu hari ketika dia dan Maria sedang membersihkan kebun bunga di rumah itu.“Kami bisa mengerti semua bukan
Akira begitu terkejut melihat Clarissa dan Levin sedang suap-menyuapi di meja lain yang tak jauh dari posisinya. Kedekatan Clarissa dan Levin terbilang cukup mesra. Bahkan sesekali mereka juga saling tertawa.Ada banyak tanya dalam benak Akira setelah melihat pemandangan itu. Dia tak mengurungkan niat untuk mencari jawaban. Bukankah Clarissa berselingkuh dengan Albert di belakangnya? Tapi kenapa mantan teman baiknya itu kini juga mesra dengan Levin? Apa yang sebenarnya sudah terjadi?Akira bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah meja Levin dan Clarissa. Sementara Dannish yang kebingungan hanya mengekor tindakan Akira dengan kedua matanya. Dannish tidak mengerti apa-apa.“Clarissa? Levin? Apa yang sedang kalian berdua lakukan di sini?” tanya Akira setelah gadis itu berdiri di dekat meja pasangan itu.Levin dan Clarissa tampak terkejut dan gelagapan melihat kedatangan Akira yang tiba-tiba. Mereka tidak menyangka akan ketahuan oleh Akira. Perlahan mereka menghentikan aktivitas
Empat tahun yang lalu, Akira sedang duduk seorang diri menikmati sejuknya udara di tengah hari yang terik. Gadis berambut sebahu itu sedang berteduh di sebuah gazebo yang ada di taman belakang gedung utama kampus. Saat itu dia baru menginjak semester dua pada jurusan ilmu komunikasi.“Hai, boleh aku duduk di sini?” tanya seorang gadis yang tiba-tiba menghampiri Akira. Gadis itu meminta izin duduk di sampingnya.“Silahkan saja,” jawab Akira ramah.“Perkenalkan namaku Clarissa. Namamu siapa?” tanya gadis itu dengan antusias.“Aku Akira.”“Oh, nama yang indah. Kamu kuliah di sini juga? Ambil jurusan apa?” tanya Clarissa lebih lanjut.“Jurusan Ilmu Komunikasi. Aku baru semester dua saat ini.”“Wah...kalau begitu kita sama. Aku juga semester dua Ilmu Komunikasi. Tapi kenapa aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya ya?” ujar Clarissa.“Mungkin kita berbeda kelas. Lagi pula kita masih mahasiswa baru sehingga belum mengenal banyak orang walaupun satu jurusan,” jelas Akira.“Benar juga apa
Setibanya di rumah sakit, Akira langsung ditangani oleh dokter. Sementara Dannish hanya menunggu dengan gelisah di luar ruangan. Tak lama setelah itu, dokter keluar dan mengabari bahwa Akira harus segera dioperasi. Dannish langsung panik karenanya.“Ibu Akira harus segera melahirkan dengan jalan operasi,” kata dokter memberitahu.“Tapi usia kandungannya belum sampai sembilan bulan, Dok. Apa tidak akan berbahaya jika Akira melahirkan sekarang?” tanya Dannish yang juga tidak tahu banyak tentang prosedur persalinan.“Kami terpaksa harus mengambil tindakan dan bayi itu harus dilahirkan secara prematur.”“Tapi apakah bayi itu bisa lahir dengan selamat?”“Berdasarkan usia kandungan sang ibu, kami bisa memprediksi bahwa bayi itu sudah memiliki kemampuan untuk bertahan hidup. Meski nantinya juga tetap harus dimasukkan dalam inkubator untuk beberapa waktu,” jelas dokter.“Baiklah kalau begitu, Dok. Lakukan saja yang terbaik untuk ibu dan bayinya,” ujar Dannish memasrahkan.“Baik, Pak. Apa anda
Akira tak menyangka di usia semuda itu dia sudah harus menyandang status sebagai seorang ibu. Sesuatu yang sebenarnya tidak ada dalam deretan rencana hidup yang pernah Akira tulis dalam buku catatan. Namun apalah daya, arus takdir menyeretnya sampai ke titik itu. Akira hanya bisa memandang pilu pada bayinya yang masih diletakkan di dalam inkubator. Dia sudah diperbolehkan oleh dokter untuk melihatnya. Bayi itu kecil mungil dan sebenarnya belum tiba saatnya untuk lahir. Akira duduk di kursi roda sementara Maria setia menemani di belakangnya. "Lihatlah! Putrimu sangat cantik. Selamat ya, Nak. Sekarang kamu sudah menjadi seorang ibu," ujar Maria dengan suka cita. Dia tidak tahu jika hati Akira justru merasa sebaliknya."Ibu macam apa aku ini, Tante? Aku merasa bersalah karena bayi itu harus terlahir dari rahimku. Rahim seorang ibu yang bahkan tidak bisa menjaganya ketika masih dalam kandungan sehingga dia harus terlahir lebih awal. Aku sungguh merasa tidak pantas," keluh Akira mulai be