Hai, Readers! Author ucapkan terima kasih banyak sudah setia mengikuti perjalanan cinta Albert dan Akira. Ini adalah bab terakhir. Namun jangan kecewa dulu karena author sudah menyiapkan sekuelnya. Masih penasaran siapa Felisha? Yuk ikuti kelanjutan kisah Albert dan Akira dalam Terjebak Skandal CEO 2 by Anitariza. Sementara waktu cerita masih belum tersedia di app GoodNovel ya. Namun readers bisa membaca via web. Thank you so much and see you in the new episode :)
“Apa kamu sudah menemukan gadis itu?” tanya Albert saat berbicara dengan seseorang di telepon.“Sudah, Bos. Kami sudah menemukan gadis yang selama ini anda cari,” jawab anak buahnya.“Sudah pastikan bahwa kalian tidak salah orang?”“Kami tidak mungkin salah orang, Bos. Kami sudah menyelidiki latar belakang gadis itu dan sesuai dengan apa yang sudah bos informasikan.”“Baiklah kalau begitu. Aku tidak mau tahu dengan cara apa, intinya aku ingin gadis itu ada di ranjangku malam ini juga,” perintah Albert dengan tegas dan langsung mengakhiri panggilan secara sepihak.“Kali ini aku akan mendapatkanmu, Akira” ujar Albert sembari tersenyum licik di ruang kerjanya sendiri. Dia sudah membayangkan bagaimana rencana-rencana selanjutnya akan dia lakukan untuk menghancurkan kehidupan seorang gadis bernama Akira.Albert Kenzi Erdinata adalah seorang pengusaha muda sukses pemilik perusahaan Lexie Company, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti. Kekayaan berlimpah yang dimilikinya adalah
Akira berjalan lunglai masuk ke dalam rumahnya. Kedatangannya langsung disambut dengan celoteh kekhawatiran dari sang ibu, Sofia. Ibu mana yang tak khawatir jika putri tunggalnya sudah semalaman tidak pulang ke rumah. Apalagi selama ini Sofia memang selalu menjaga Akira dengan baik sebab baginya Akira adalah hartanya yang paling berharga.“Sayang, kamu dari mana saja?” tanya Sofia langsung menghambur ke hadapan Akira setelah melihat kedatangan putrinya itu. Tak lupa memperhatikan kondisi putrinya dari ujung kepala hingga ujung kaki untuk memastikan semua baik-baik saja.“Maafkan, Akira. Semalam Akira tidak pulang ke rumah dan tidak sempat mengabari mama,” ujar Akira merasa bersalah. Ia tidak bisa membayangkan jika sang ibu mengetahui apa yang sebenarnya sudah terjadi padanya. Akira tidak ingin membuat Sofia kecewa dan bersedih.“Memangnya semalam kamu ke mana? Mama hubungi berkali-kali juga tidak terjawab.”“Semalam Akira masih ada rapat penting di tempat les. Akhirnya Akira memutuska
Meratap tidak akan bisa merubah keadaan atau mengembalikan sesuatu yang sudah hilang. Hari demi hari Akira berusaha menyingkirkan belenggu trauma yang mendera diri. Dia berusaha untuk kembali bangkit demi keluarganya. Mencoba berdamai dengan kenyataan hidup dan mengikhlaskan segala yang sudah terjadi termasuk perihal Daffa yang sudah pergi.Semakin hari kebutuhan hidup terasa semakin menumpuk. Mengandalkan gaji sebagai guru les dan hasil usaha catering yang dilakukan Sofia juga tidak cukup. Terlebih setelah lulus kuliah dan mendapatkan gelar sarjana, Akira merasa tertuntut untuk memiliki pekerjaan yang lebih layak serta keuangan yang stabil. Oleh karena itu dia berusaha bangkit dari semua kesedihannya dengan cara menyibukkan diri mencari pekerjaan baru.Akira mulai mencari berbagai lowongan pekerjaan. Tak sekali dua kali pula ia mengirimkan berkas lamaran ke beberapa perusahaan. Sampai suatu hari saat bercerita pada Clarissa di tempat les, temannya itu menyarankan Akira untuk melamar
Pagi itu Akira begitu bersemangat untuk memulai pekerjaan barunya. Dia berhasil diterima sebagai asisten CEO di sebuah perusahaan besar. Sebuah jabatan yang terbilang cukup bergengsi bagi seorang lulusan baru seperti dirinya.Akira bertekad tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu dan menjalani pekerjaannya sebaik mungkin. Lagi pula dia menggantungkan harapan besar pada pekerjaan itu. Dia berharap gajinya dari pekerjaan baru bisa membuat taraf hidup keluarga mereka menjadi lebih baik.Saat dinyatakan diterima di Lexie Company, Akira yang sebelumnya bekerja di lembaga English course langsung mengajukan surat pengunduran diri. Dia sempat datang ke sana dan berpamitan langsung dengan teman-teman tutor. Mereka semua merasa kehilangan tapi juga ikut bahagia dengan pekerjaan baru Akira.Tapi satu orang yang membuat Akira merasa paling berhutang budi adalah sahabatnya, Clarissa. Sahabatnya itulah yang menyarankan Akira untuk melamar pekerjaan di perusahaan itu bahkan memberikan kartu nama sa
“Akira, datang ke ruangan saya sekarang juga,” titah Albert melalui telepon. Akira segera bangkit dan keluar dari ruangannya untuk memenuhi panggilan sang atasan. Entah apa yang akan Albert tugaskan lagi kali ini. Padahal setumpuk berkas yang dia berikan beberapa hari yang lalu juga belum selesai.“Ada apa bapak memanggil saya ke mari?” tanya Akira setelah tiba di ruangan Albert.“Tolong buatkan saya kopi,” perintah laki-laki itu dengan santainya bahkan tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.“Bapak menyuruh saya membuat kopi?” tanya Akira merasa heran. Dia berpikir pekerjaan itu bukanlah tugasnya. Lagi pula Albert bisa memanggil OB atau OG untuk hal itu.“Apa perintah saya kurang jelas? Apa kamu tidak bisa membuat secangkir kopi?” ujar Albert tak bersahabat membuat Akira mengurungkan niat untuk berkomentar. Protesnya hanya ia simpan dalam hati.“Bisa, Pak. Saya akan membuatnya sekarang juga,” jawab Akira singkat dan langsung berlalu menuju dapur.Sembari menyeduh kopi, Akira m
Bekerja sebagai personal assistant bagi seorang Albert Kenzi ternyata cukup membuat Akira harus menyediakan kesabaran berlapis-lapis. Tak jarang sikap atasannya itu terasa sangat menyebalkan. Terkadang Akira curiga bahwa Albert sengaja memerintahkan hal-hal aneh untuk mengerjai dirinya.Hari itu Albert memerintahkan Akira ikut bersamanya untuk meninjau pembangunan proyek. Mereka hanya pergi berdua tanpa Levin. Albert memerintahkan Levin tetap di kantor untuk mengerjakan tugas lain. Dia hanya mengajak serta seorang sopir.Tak butuh waktu lama untuk sampai di lokasi itu. Sebelum benar-benar memasuki area pembangunan, Albert dan Akira mengenakan pakaian khusus untuk keselamatan kerja. Akira menemani Albert berkeliling melihat proses pembangunan gedung. Perempuan itu bahkan juga membuntuti dan menjadi pendengar setia ketika Albert asik berbicara dengan sang arsitek.Cuaca hari itu cukup terik. Akira merasa kepanasan. Apalagi di sebuah tanah lapang dengan bangunan yang belum beratap membua
Rasanya ingin berteriak sekeras mungkin. Bagaimana Akira tak terpukul dengan fakta kehamilan itu sedangkan dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari anak yang sedang dikandungnya. Dia merasa begitu bodoh karena tidak mengetahui laki-laki mana yang sudah merenggut hal paling berharga dari dirinya.Akira merasa tak berdaya dan hanya menangis sebagai pelampiasan perasaannya. Dia tidak peduli lagi sekalipun masih ada Albert di hadapannya. Akira tidak peduli jika Albert memperhatikan kondisinya sekarang.Tidak ada seorang pun yang bisa mengerti apa yang sedang dia rasakan dalam hati. Amarah dan kebencian yang justru tertuju pada diri sendiri. Dia merasa gagal menjaga diri.Sekarang Akira merasa tak punya gambaran masa depan. Hidupnya sudah benar-benar hancur. Impiannya sudah rata dengan tanah. Dia tidak tahu bagaimana akan melanjutkan hidup.Mungkinkah takdir menginginkannya menjadi seorang ibu dari anak tanpa ayah, menanggung kehamilan tanpa suami dan membesarkan anaknya sebagai seorang s
Akira berjalan dengan langkah gontai memasuki rumah. Dia masih begitu terpukul dengan kenyataan bahwa dirinya kini sedang mengandung. Seandainya dia tahu siapa yang telah menghamilinya, mungkin dia masih bisa berusaha meminta pertanggung jawaban. Tapi hal itu adalah pilihan yang tidak pernah dia miliki.Kedatangan Akira tak lepas dari pengetahuan Sofia. Ibu itu merasa penasaran karena putrinya kembali ke rumah saat masih jam kerja.“Kamu sudah pulang, Sayang?” tanya Sofia sontak mengalihkan perhatian Akira. Dia tampak gelagapan harus menghadapi ibunya dalam kondisi seperti itu.“Iya, Ma. Akira pulang lebih cepat,” jawabnya singkat. Berharap sang ibu tidak menaruh kecurigaan apa pun. Dia harus berbohong dan mencari alasan karena tidak siap untuk memberitahu ibunya tentang apa yang sebenarnya ia alami.“Tapi kenapa? Kamu sakit?” tanya Sofia sembari memegangi kedua pipi putrinya. Meneliti wajah Akira yang terlihat kusut.“Hanya sedikit tidak enak badan, Ma. Tidak perlu khawatir. Atasanku