Sejak tak sengaja bertemu sekali dengan orang-orang suruhan Albert, sejak itu pula Akira menjadi jarang keluar rumah. Dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan Maria dan tidak pergi ke mana-mana. Bahkan Akira pun sering menolak meski Dannish sendiri yang mengajak.Maria juga sudah tahu dari Dannish tentang kebenaran anak dalam kandungan Akira. Meski setelah mengetahui itu, Maria justru semakin menyayangi Akira. Dia tidak menyangka gadis itu mengalami masalah hidup yang sangat berat.Seperti halnya Dannish, Maria tidak lagi memaksa jika memang Akira tidak mau pulang lagi ke rumah sang suami. Mereka bahkan bersedia untuk terus melindungi dan menyembunyikan Akira di rumah mereka. Tentu saja Akira merasa senang dengan hal itu.“Aku sangat berterima kasih karena tante dan Dannish masih saja mau menerimaku di rumah ini bahkan setelah mengetahui semua kebenarannya,” kata Akira pada suatu hari ketika dia dan Maria sedang membersihkan kebun bunga di rumah itu.“Kami bisa mengerti semua bukan
Akira begitu terkejut melihat Clarissa dan Levin sedang suap-menyuapi di meja lain yang tak jauh dari posisinya. Kedekatan Clarissa dan Levin terbilang cukup mesra. Bahkan sesekali mereka juga saling tertawa.Ada banyak tanya dalam benak Akira setelah melihat pemandangan itu. Dia tak mengurungkan niat untuk mencari jawaban. Bukankah Clarissa berselingkuh dengan Albert di belakangnya? Tapi kenapa mantan teman baiknya itu kini juga mesra dengan Levin? Apa yang sebenarnya sudah terjadi?Akira bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah meja Levin dan Clarissa. Sementara Dannish yang kebingungan hanya mengekor tindakan Akira dengan kedua matanya. Dannish tidak mengerti apa-apa.“Clarissa? Levin? Apa yang sedang kalian berdua lakukan di sini?” tanya Akira setelah gadis itu berdiri di dekat meja pasangan itu.Levin dan Clarissa tampak terkejut dan gelagapan melihat kedatangan Akira yang tiba-tiba. Mereka tidak menyangka akan ketahuan oleh Akira. Perlahan mereka menghentikan aktivitas
Empat tahun yang lalu, Akira sedang duduk seorang diri menikmati sejuknya udara di tengah hari yang terik. Gadis berambut sebahu itu sedang berteduh di sebuah gazebo yang ada di taman belakang gedung utama kampus. Saat itu dia baru menginjak semester dua pada jurusan ilmu komunikasi.“Hai, boleh aku duduk di sini?” tanya seorang gadis yang tiba-tiba menghampiri Akira. Gadis itu meminta izin duduk di sampingnya.“Silahkan saja,” jawab Akira ramah.“Perkenalkan namaku Clarissa. Namamu siapa?” tanya gadis itu dengan antusias.“Aku Akira.”“Oh, nama yang indah. Kamu kuliah di sini juga? Ambil jurusan apa?” tanya Clarissa lebih lanjut.“Jurusan Ilmu Komunikasi. Aku baru semester dua saat ini.”“Wah...kalau begitu kita sama. Aku juga semester dua Ilmu Komunikasi. Tapi kenapa aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya ya?” ujar Clarissa.“Mungkin kita berbeda kelas. Lagi pula kita masih mahasiswa baru sehingga belum mengenal banyak orang walaupun satu jurusan,” jelas Akira.“Benar juga apa
Setibanya di rumah sakit, Akira langsung ditangani oleh dokter. Sementara Dannish hanya menunggu dengan gelisah di luar ruangan. Tak lama setelah itu, dokter keluar dan mengabari bahwa Akira harus segera dioperasi. Dannish langsung panik karenanya.“Ibu Akira harus segera melahirkan dengan jalan operasi,” kata dokter memberitahu.“Tapi usia kandungannya belum sampai sembilan bulan, Dok. Apa tidak akan berbahaya jika Akira melahirkan sekarang?” tanya Dannish yang juga tidak tahu banyak tentang prosedur persalinan.“Kami terpaksa harus mengambil tindakan dan bayi itu harus dilahirkan secara prematur.”“Tapi apakah bayi itu bisa lahir dengan selamat?”“Berdasarkan usia kandungan sang ibu, kami bisa memprediksi bahwa bayi itu sudah memiliki kemampuan untuk bertahan hidup. Meski nantinya juga tetap harus dimasukkan dalam inkubator untuk beberapa waktu,” jelas dokter.“Baiklah kalau begitu, Dok. Lakukan saja yang terbaik untuk ibu dan bayinya,” ujar Dannish memasrahkan.“Baik, Pak. Apa anda
Akira tak menyangka di usia semuda itu dia sudah harus menyandang status sebagai seorang ibu. Sesuatu yang sebenarnya tidak ada dalam deretan rencana hidup yang pernah Akira tulis dalam buku catatan. Namun apalah daya, arus takdir menyeretnya sampai ke titik itu. Akira hanya bisa memandang pilu pada bayinya yang masih diletakkan di dalam inkubator. Dia sudah diperbolehkan oleh dokter untuk melihatnya. Bayi itu kecil mungil dan sebenarnya belum tiba saatnya untuk lahir. Akira duduk di kursi roda sementara Maria setia menemani di belakangnya. "Lihatlah! Putrimu sangat cantik. Selamat ya, Nak. Sekarang kamu sudah menjadi seorang ibu," ujar Maria dengan suka cita. Dia tidak tahu jika hati Akira justru merasa sebaliknya."Ibu macam apa aku ini, Tante? Aku merasa bersalah karena bayi itu harus terlahir dari rahimku. Rahim seorang ibu yang bahkan tidak bisa menjaganya ketika masih dalam kandungan sehingga dia harus terlahir lebih awal. Aku sungguh merasa tidak pantas," keluh Akira mulai be
Sepulang dari pertemuan tak sengaja dengan Akira di Café, Clarissa dan Levin langsung disambut dengan murka besar dari Albert. Mereka tidak tahu bahwa ada orang-orang suruhan Albert yang ternyata melihat pertemuan mereka.Albert yang mendapatkan informasi itu langsung memanggil Clarissa dan Levin. Pasangan itu seakan diadili di hadapan Albert.“Jadi sekarang kalian berdua sudah berani menjadi pengkhianat di belakangku?” ujar Albert dengan sinis. Sementara Levin dan Clarissa hanya tertunduk pasrah.“Apa maksudmu berkata seperti itu, Al?” tanya Levin memberanikan diri.“Jangan berpura-pura bodoh di hadapanku, Levin. Aku tahu bahwa kamu dan kekasihmu ini sudah bertemu Akira secara diam-diam,” tuduh Albert. Pasangan itu hanya saling pandang dan tidak menyangka Albert akan mengetahuinya.“Aku sudah tahu semuanya. Anak buahku melihat kalian bertemu dengan Akira di Café Star,” lanjut Albert. Levin dan Clarissa pun berpikir mereka sudah tidak bisa mengelak lagi.“Dasar kalian berdua pengkhian
“Geledah seluruh kamar yang ada di rumah sakit ini!” titah Albert pada beberapa anak buahnya.“Tunggu. Ada apa ini? Kalian siapa?” cegah salah seorang petugas rumah sakit.“Namaku Albert. Aku datang ke sini untuk mencari anak dan istriku. Jangan halangi usahaku,” ucap Albert dengan emosi.“Anda tidak bisa berbuat seenaknya di rumah sakit ini, Pak. Kalian tidak bisa membuat kekacauan atau kami akan melaporkan kepada atasan kami,” ancam sang petugas.“Minggir saja kau!” ucap Albert sembari mendorong petugas itu dengan kasar.“Tolong jangan bersikap keterlaluan, Pak. Semua bisa dilakukan sesuai prosedur. Kalau memang anda ingin mencari keberadaan seorang pasien, anda bisa langsung bertanya saja pada bagian resepsionis. Anda tidak bisa berbuat sekehendak hati,” ungkap petugas itu tetap tidak menyerah dalam menjalankan tugasnya.Sang petugas mengancam akan melaporkan Albert pada pemilik rumah sakit jika tetap menunjukkan sikap tidak ramah. Albert hanya bisa mengacak rambut karena frustasi.
Setelah menunggu dengan tegang beberapa lama, Dannish pun keluar untuk memastikan kondisi rumah sakit. Mereka sengaja mengutus Dannish karena hanya dia satu-satunya orang di antara mereka berempat yang tidak dikenali oleh Albert. Dannish pun kembali dengan sebuah kabar bahwa Albert memang sempat datang ke rumah sakit itu.“Aku mendapat informasi bahwa tadi memang sempat datang seorang laki-laki yang hendak menerobos masuk keamanan rumah sakit,” tutur Dannish setelah kembali ke kamar Akira. Dia menyampaikan laporan sesuai pernyataan para petugas.“Aku yakin laki-laki itu pasti adalah Albert,” ujar Akira.“Itu memang benar, Akira. Dia datang untuk mencari keberadaanmu.”“Lalu di mana dia sekarang?” tanya Akira masih tak sepenuhnya tenang.“Pihak resepsionis mengatakan bahwa Albert sudah pergi setelah sempat menemui Dokter Indi. Tapi kamu tidak perlu khawatir, Akira. Dokter Indi sudah bersepakat dengan kita bahwa dia akan merahasiakan tentang kelahiran anakmu. Mungkin sekarang Albert sud