“Apa yang bapak pikirkan tentang sebuah pernikahan? Bapak tahu sendiri bagaimana keadaan saya sejak awal. Saya perempuan yang buruk. Bahkan saat ini saya sedang mengandung. Hubungan saya sebelumnya berakhir karena kekasih saya tahu bahwa saya sudah tidak virgin. Lantas hari ini atas alasan apa bapak ingin menikahi saya?” tanya Akira setelah dia berusaha menguasai diri karena terkejut atas tawaran yang baru didengarnya dari Albert.“Apakah sangat penting bagi saya untuk memberikan jawaban?” tanya Albert justru mengundang kekesalan.“Tentu saja saya butuh pertimbangan, Pak” ujar Akira“Kalau kamu bertanya alasan, saya tidak bisa memberikan jawaban konkret, Akira. Hanya saja yang saya tahu, saya merasa begitu peduli padamu. Bahkan setelah mengetahui tentang kehamilan itu, entah mengapa pikiranku semakin tidak tenang dan ingin selalu mengetahui keadaanmu dan memastikan kamu baik-baik saja. Entah bagaimana aku merasa ikut bersedih jika melihatmu menangis dan terluka seperti saat kamu diper
“Bagaimana? Apakah kamu sudah melakukan tugasmu dengan baik? Apakah Akira akan menyetujui pernikahan itu?” tanya Albert saat berbicara dengan seseorang di telepon.“Tenang saja, Bos. Keahlianku tidak perlu diragukan. Semua akan berjalan sesuai rencana. Kau akan segera melihat hasilnya,” jawab seseorang dari seberang terdengar begitu yakin.“Baiklah, aku tunggu. Lanjutkan tugasmu dengan baik. Aku tidak mau sampai ada kesalahan,” ujar Albert memberi peringatan sebelum akhirnya mengakhiri panggilan.Laki-laki itu tersenyum licik di dalam kamarnya. Tangannya masih refleks memutar-mutar ponsel dalam genggamannya. Albert membayangkan satu persatu rencana yang akan ia jalankan. Ya. Dia masih Albert yang licik dan sangat ahli dalam bermuka dua. Kelembutan dan kasih sayang yang dia tunjukkan pada Akira hanyalah pemanis buatan agar gadis itu percaya.“Entah kau itu gadis yang terlalu polos atau terlalu bodoh, Akira. Mudah sekali terjebak dalam perangkapku. Aku bisa melihat bahwa dia mulai terk
Hari penting itu pun tiba. Hari itu Akira akan menikah dengan Albert. Dia sendiri tidak bisa menggambarkan perasaannya antara bahagia atau perasaan lain yang tak mudah untuk dijelaskan. Rasa cinta jelas belum ada. Dia hanya berusaha mengikuti alur dari jalan yang ia anggap sebagai takdir hidup. Seperti yang dikatakan Clarissa, mungkin cinta akan tumbuh secara perlahan dalam hubungan mereka nantinya.Akira sedang duduk di depan cermin. Clarissa sibuk meriasnya sedemikian rupa. Tak lupa baju pengantin kiriman Albert juga sudah ia kenakan. Hari itu mereka akan menikah tapi tanpa melibatkan kehadiran banyak orang. Hanya beberapa orang yang terdiri dari penghulu, saksi, dan petugas KUA.Tidak ada pihak keluarga atau pun kerabat yang hadir. Akira mengetahi bahwa Albert sudah yatim piatu dan tidak memiliki satu pun keluarga dekat. Sementara dirinya sendiri sudah tak memiliki seorang ayah sehingga perwaliannya diserahkan pada wali hakim. Mungkin dia hanya akan datang dengan didampingi oleh Cl
Malam itu Akira menginap di hotel bersama Albert. Akira merasa gugup tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi di antara mereka berdua. Albert memesan makan malam dan meminta di antar ke kamar. Laki-laki itu menyuapi Akira dengan manisnya. Akira sempat merasa terlena.Namun berbeda dengan apa yang dirasakan Albert. Baginya tak ada satu pun dari momen itu yang terasa berkesan. Dia hanya sedang menikmati perannya dalam bersandiwara. Seperti seorang aktor yang menjalan aktingnya dengan begitu sempurna. Dia ingin membuat Akira menjadi lemah sehingga dapat dihancurkan dengan lebih mudah.“Kamu harus makan yang banyak. Tubuhmu pasti butuh lebih banyak energi selama masa kehamilan,” ucap Albert sembari menyuapkan sesendok nasi ke mulut Akira.“Terima kasih banyak untuk semua perhatian yang kamu berikan padaku,” kata Akira sembari memandangi wajah Albert. Seperti tak menyangka jika dirinya kini sudah bersuami.“Eh, tidak perlu ada kata terima kasih,” ujar Albert sembari menempelkan jari t
“Selamat pagi, Sayang” ucap Albert saat Akira baru membuka mata di hari pertamanya sebagai seorang istri. “Aaa…apa yang kau lakukan di sini?” teriak Akira refleks. Dia begitu terkejut karena langsung melihat wajah Albert untuk pertama kali saat bangun di pagi hari. Dia juga kebingungan mendapati Albert berada satu ranjang dengannya. “Ada apa, Akira? Kita sudah menikah. Sekarang aku sudah resmi menjadi suamimu,” tutur Albert membuat Akira kembali memutar ingatannya tentang kejadian hari kemarin. Akira mendapatkan memori saat terjadi janji suci antara dirinya dengan Albert. “Oh, maaf. Aku lupa kalau kita sudah menikah,” kata Akira merasa tidak enak dan malu atas tingkahnya pada sang suami. “Mudah sekali kamu melupakan peristiwa penting di antara kita berdua. Apa karena aku tidak menunaikan hakmu semalam?” ucap Albert sengaja menggoda. “Hakku? Maksudnya?” tanya Akira sempat mendapat protes dalam benak Albert karena memiliki istri yang begitu polos. “Hakmu untuk mendapatkan nafkah ba
Malam itu adalah malam kedua Albert dan Akira setelah pernikahan. Akira tak mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan tempat baru. Terlebih lagi para pekerja di rumah Albert juga bersikap baik padanya. Hampir semua kebutuhannya mereka layani.Akira masih merasa segan karena harus tinggal satu kamar dengan Albert. Tapi dia berusaha menepis perasaan itu karena menyadari statusnya sebagai istri. Meski canggung, Akira pun memposisikan diri di samping Albert yang sudah merebahkan diri lebih dulu. Rasa tidak nyaman itu membuat Akira kesulitan untuk memejamkan mata.“Kenapa kau belum tidur juga?” tanya Albert sembari melirik gadis di sampingnya.“Tidak apa-apa. Aku hanya tidak merasa mengantuk saja,” jawab Akira.“Hmm…baiklah. Bagaimana kalau kita merubah rencananya?” ujar Albert.“Maksudnya?” tanya Akira tak mengerti. Tanpa menjawab, Albert pun beranjak dari tidurnya. Sementara Akira hanya merasa kebingungan sendiri.Tak lama setelah itu, Albert kembali ke kamar dengan membawa dua buah c
Akira mulai belajar mengurus keperluan sang suami. Pada waktu pagi, ia membantu menyiapkan Albert sebelum berangkat ke kantor. Memilihkan pakaian, sepatu dan juga tas kerjanya. Meski masih sedikit kebingungan karena dia belum hafal letak barang-barang di rumah itu, tapi Akira tidak membiarkan tugas-tugas itu dikerjakan oleh pembantu. Ia merasa itu adalah bagian dari tugasnya sebagai seorang istri.Setelah melihat sang suami sudah siap, Akira mengajaknya untuk sarapan. Tapi Albert menolak karena dia tidak terbiasa makan terlalu pagi. Albert juga mengatakan harus datang ke kantor lebih awal. Banyak pekerjaan yang sudah ia tinggalkan karena sudah tidak masuk kerja selama dua hari.“Ayo, Al. Sedikit saja. Kalau kamu tidak mau makanan berat, setidaknya makan roti sebagai pengganjal perut,” bujuk Akira.“Tidak perlu, Akira. Aku sudah terbiasa tidak sarapan,” tolak Albert dengan halus.“Albert, kamu pasti memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di kantor. Kamu butuh banyak tenaga u
Akira mulai terbiasa menjalani perannya sebagai istri Albert. Sehari-hari dia rutin menyiapkan keperluan Albert saat akan berangkat bekerja. Di samping itu, dia hanya menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Albert tidak membiarkannya mengerjakan banyak hal. Bahkan Akira harus selalu diantar jika ingin pergi ke luar rumah. Entah itu menyuruh Bibi Lastri atau Dewi.Kedua pembantu itu mulai menangkap gelagat aneh saat mendapati Akira yang sering muntah-muntah. Mereka belum tahu jika Akira sudah hamil. Pada suatu hari, Bibi Lastri pun tak dapat menahan diri untuk tidak bertanya pada tuannya.“Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan tuan,” ujar Bibi Lastri ketika memiliki kesempatan berbicara berdua dengan Albert.“Ada apa, Bi? Apa ada masalah dengan pekerjaan di rumah ini?” tanya Albert.“Bukan itu, Tuan. Tapi ini tentang Nona Akira,” jawab Bibi Lastri sedikit ragu.“Kenapa dengan Akira? Apa ada sesuatu yang terjadi padanya?”“Begini, Tuan. Apa tuan tidak sadar jika belakangan ini
“Kenapa kamu melakukan ini, Akira?” tanya Albert tampak berat hati untuk menuruti. Permintaan Akira membuat Albert tidak percaya. “Kamu sudah menjadi seorang ayah. Bagaimana bisa aku membiarkan suamiku tidak merasakan kasih sayang seorang ayah? Aku ingin kita menata hidup kita lagi dengan semua hubungan yang lebih baik. Ayo kita benar-benar mulai semuanya dari awal, Al. Lagi pula aku sudah tidak punya ayah. Kalau kamu mau mengakui Pak Adrian sebagai ayahmu, maka aku akan mendapatkan sosok ayah juga walau hanya ayah mertua,” ungkap Akira dengan mata berkaca-kaca dan menatap Adrian pada kalimat terakhirnya. Adrian terharu mendengar ucapan Akira. Dia bahkan langsung merangkul istri putranya itu dengan erat. Tanpa ragu Adrian mengatakan bahwa dia akan menganggap Akira sebagai putrinya sendiri. Perlahan suasana haru semakin meliputi ruang kerja Adrian. Meski sempat ragu-ragu tapi akhirnya Albert pun mengikuti jejak Akira. Dia meminta maaf pada Adrian atas semua sikapnya yang tidak menyen
Pagi-pagi sekali Albert sudah bersiap dengan rapi. Akira bahkan turut membantunya dengan senang hati. Perempuan itu memakaikan dasi di leher sang suami. Kini hubungan keduanya jauh lebih membaik.Mereka sepakat untuk memberikan kesempatan pada hubungan mereka. Bahkan mereka mulai menunjukkan perhatian satu sama lain seperti yang dilakukan Akira pagi itu. Sementara Albert hanya terus tersenyum dan memandang lekat wajah istrinya hingga Akira salah tingkah.“Jangan menatapku seperti itu,” tegur Akira tersipu malu.“Apa tidak boleh menatap istri sendiri?” tanya Albert.“Bukan tidak boleh. Aku khawatir saja kalau kamu terus memandangiku bisa berbahaya.”“Memangnya kenapa?” tanya Albert sembari mengerutkan kening. Dia kebingungan dengan maksud perkataan istrinya.“Kalau kamu terus menatapku, kamu bisa terpesona dan tidak jadi pergi ke kantor nanti,” jawab Akira justru menggoda.Albert memutar bola mata malas sementara Akira hanya tertawa melihat ekspresi suaminya. Sesaat kemudian Albert lan
Kabar kembalinya Akira tidak luput dari pantauan Erna. Seorang ibu yang menyimpan dendam terhadap anak tirinya itu tak mau menunda waktu untuk melakukan pembalasan. Erna sudah bersiap untuk melaporkan Akira ke polisi dan menyerahkan bukti rekaman yang dia miliki.Namun kehendak itu tak sampai terjadi karena rencananya kurang rapi. Albert yang cerdik sudah lebih dulu mengendus niat jahat Erna pada Akira. Selama ini diam-diam Albert memang memata-matai gerak-gerik Erna.Dia sadar ibu itu pasti merasa sakit hati karena Albert menjebloskan putranya ke penjara. Albert selalu waspada untuk mencegah pembalasan dari Erna.“Sialan! Bagaimana bisa Erna mempunyai bukti rekaman tentang perbuatan Akira?” ujar Albert merasa kesal setelah mendapat laporan dari orang suruhannya.“Saya kurang tahu, Bos. Tapi dia berencana untuk melaporkan Nona Akira dengan bukti yang dia miliki. Dia ingin balas dendam pada bos lewat Nona Akira.”“Kurang ajar!” umpat Albert.“Apa mungkin ini ulah Adrian? Mungkin saja A
“Apa yang kalian lakukan pada istriku hingga dia menjadi seperti ini?” tanya Albert geram. Anak buahnya memang sudah berhasil membawa istri dan anaknya kembali ke rumah. Namun Albert tampak marah karena Akira dibawa dalam keadaan pingsan.“Maaf, Bos. Kami terpaksa membius Nona Akira,” jawab salah seorang anak buahnya.“Dasar bodoh!” umpat Albert. “Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada istriku karena perbuatan kalian?”“Kami tidak punya pilihan lain, Bos. Nona Akira terus memberontak. Apalagi kami harus menempuh perjalanan dari luar negeri. Kalau pun kami memintanya ikut secara baik-baik atas permintaan Tuan Albert, apa nona akan mau ikut bersama kami begitu saja? Jadi kami terpaksa menculiknya,” bela salah seorang lainnya.“Bos juga meminta kami membawanya kembali dengan cara apa pun,” imbuhnya seolah tak mau disalahkan.“Terserah kalian saja. Lebih baik aku segera menghubungi dokter sekarang juga. Silahkan kalian keluar dari sini,” ucap Albert kesal.Dua lelaki berbadan kekar itu pun
Pagi-pagi sekali Albert sudah berpenampilan rapi. Dia sudah siap untuk mengambil alih posisinya kembali. Ia merasa kondisinya sudah cukup membaik dan bisa mulai bekerja.Pikirannya juga sudah lebih tenang karena sudah mendapatkan kepastikan terkait keberadaan Akira. Dia hanya perlu menunggu hasil kerja anak buahnya. Dia terus memantau dari jauh dan meminta laporan dari mereka.“Kamu yakin sudah bisa masuk kantor, Al?” tanya Sofia saat melihat menantunya keluar dengan pakaian rapi.“Iya, Ma. Aku sudah beristirahat cukup lama. Aku tidak tahu bagaimana kondisi perusahaan sekarang,” jawab Albert. Dia sadar kini dia bahkan tidak punya kaki tangan yang bisa dipercaya dalam urusan pekerjaan seperti Levin dulu. Dia harus mengurus semuanya sendiri.“Baiklah kalau begitu. Tapi jangan terlalu kelelahan ya. Sekarang kamu harus sarapan dulu sebelum berangkat,” pinta Sofia yang mulai menyiapkan porsi makanan untuk menantunya. Albert benar-benar bahagia dilimpahi kasih sayang seperti itu. Rasanya ta
Sebuah pelukan menandai perpisahan. Hari itu Akira mengantar Dannish ke bandara. Dannish akan pulang ke Indonesia.Sesungguhnya laki-laki itu tidak tega meninggalkan Akira hanya berdua dengan Elza di sana. Tapi Akira tetap memaksanya agar pulang demi Maria. Apalagi setelah kejadian pernyataan perasaan yang dilakukan Dannish.Akira merasa sungkan untuk terus melibatkan laki-laki itu lebih jauh dalam masalah kehidupannya. Apalagi Akira juga tidak bisa membalas perasaan yang sama pada Dannish. Akira menolak cinta Dannish.Meski sedikit kecewa, Dannish tetap bersikap bijaksana. Dia mengatakan bahwa pertemanan mereka tidak akan berubah hanya karena hal itu. Dia masih selalu siap menjadi orang terdepan untuk membantu Akira.“Aku ucapkan terima kasih atas semua kebaikanmu. Aku tidak bisa membalasnya. Kamu bahkan meninggalkan pekerjaan dan keluargamu demi mengikuti aku ke sini. Tapi aku dan Elza bisa menjaga diri sendiri. Lebih baik kamu pulang agar Tante Maria tidak sendirian,” kata Akira.“
“Mama habis berbicara dengan siapa?” tegur Albert sempat mengejutkan Sofia yang baru saja berbicara dengan Akira di telefon. Hari itu Sofia memang sedang berada di rumah menantunya. Bahkan sejak Albert pulang dari rumah sakit, Sofia memutuskan untuk tinggal di sana dan merawatnya karena Albert masih dalam proses pemulihan dan tidak memiliki keluarga lain.Mendapat pertanyaan dari Albert membuat Sofia gugup. Sofia bingung harus memberitahu Albert tentang Akira yang menghubunginya atau tidak. Dia hanya diam. Tapi tak lama Albert sudah bisa menebak keanehan dari raut wajahnya yang tak biasa.“Kenapa tidak menjawab, Ma? Mama menelepon siapa?” tanya Albert mengulangi.“Sebenarnya tadi Akira menelepon mama,” jawab Sofia akhirnya mengakui.“Apa? Akira?” ujar Albert sedikit terkejut saat nama istrinya disebut.Pasalnya, sudah beberapa hari lamanya Albert mencoba menghubungi nomor Akira tapi tidak tersambung. Bahkan anak buah yang dia sebarkan juga belum mendapatkan banyak informasi mengenai k
Akira sedang termenung di balkon kamar lantai tiga pada sebuah apartemen. Dia memandangi jalanan yang ramai dipadati kendaraan lalu lalang. Tapi sebenarnya pikiran perempuan itu fokus tertuju pada keluarga dan segala permasalahan yang sudah ia tinggalkan.Akira sudah berada jauh di luar negeri. Dia bahkan sudah mendapatkan apartemen sebagai tempat tinggal. Dannish juga ikut andil dalam memudahkan urusan kepindahannya ke sana.Bahkan Dannish menyertai Akira dan putrinya ke sana. Walau dia mengatakan tidak bisa terus membersamai mereka terlalu lama. Dia harus kembali ke Indonesia karena Maria juga dia tinggalkan seorang diri.Meski sudah jauh meninggalkan kehidupan sebelumnya, nyatanya secara batin Akira tidak bisa benar-benar melepaskan diri dengan mudah dari permasalahan yang sedang ia hadapi. Kini ia merasa hanya menjadi seorang pengecut yang bersembunyi. Niatnya untuk memulai lembaran hidup baru ternyata tak semudah yang diucapkan.Setiap hari ingatan tentang Albert masih selalu mem
Kabar penembakan Albert sangat mengejutkan banyak pihak. Para pekerja di rumah Albert langsung datang ke rumah sakit tempat majikannya dilarikan. Mereka sudah mendengar bahwa Akira lah yang sudah mencelakakan Albert. Sebelum mereka pergi ke rumah sakit, mereka juga sudah tidak menemukan Akira dan Elza di rumah.Kabar itu juga sampai ke telinga Sofia. Dia juga pergi ke rumah sakit dengan terburu-buru. Sofia sangat kecewa saat mendengar kejahatan yang sudah dilakukan oleh putrinya.Sofia merasa bertanggung jawab atas kondisi Albert. Apalagi dia tahu bahwa Albert tidak memiliki anggota keluarga lainnya. Sofia tak menyangka Akira bisa berbuat jahat pada orang lain.Sofia menunjukkan sikap tidak mendukung tindakan Akira dengan tetap menemani di sisi Albert. Dia mengabaikan kepeduliannya pada sang putri yang keberadaannya tidak diketahui. Sofia juga sudah mendengar bahwa Akira melarikan diri setelah peristiwa penembakan terjadi. Meski jujur dia mencemaskan cucunya yang juga dibawa kabur.Lu