“Selamat pagi, Sayang” ucap Albert saat Akira baru membuka mata di hari pertamanya sebagai seorang istri. “Aaa…apa yang kau lakukan di sini?” teriak Akira refleks. Dia begitu terkejut karena langsung melihat wajah Albert untuk pertama kali saat bangun di pagi hari. Dia juga kebingungan mendapati Albert berada satu ranjang dengannya. “Ada apa, Akira? Kita sudah menikah. Sekarang aku sudah resmi menjadi suamimu,” tutur Albert membuat Akira kembali memutar ingatannya tentang kejadian hari kemarin. Akira mendapatkan memori saat terjadi janji suci antara dirinya dengan Albert. “Oh, maaf. Aku lupa kalau kita sudah menikah,” kata Akira merasa tidak enak dan malu atas tingkahnya pada sang suami. “Mudah sekali kamu melupakan peristiwa penting di antara kita berdua. Apa karena aku tidak menunaikan hakmu semalam?” ucap Albert sengaja menggoda. “Hakku? Maksudnya?” tanya Akira sempat mendapat protes dalam benak Albert karena memiliki istri yang begitu polos. “Hakmu untuk mendapatkan nafkah ba
Malam itu adalah malam kedua Albert dan Akira setelah pernikahan. Akira tak mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan tempat baru. Terlebih lagi para pekerja di rumah Albert juga bersikap baik padanya. Hampir semua kebutuhannya mereka layani.Akira masih merasa segan karena harus tinggal satu kamar dengan Albert. Tapi dia berusaha menepis perasaan itu karena menyadari statusnya sebagai istri. Meski canggung, Akira pun memposisikan diri di samping Albert yang sudah merebahkan diri lebih dulu. Rasa tidak nyaman itu membuat Akira kesulitan untuk memejamkan mata.“Kenapa kau belum tidur juga?” tanya Albert sembari melirik gadis di sampingnya.“Tidak apa-apa. Aku hanya tidak merasa mengantuk saja,” jawab Akira.“Hmm…baiklah. Bagaimana kalau kita merubah rencananya?” ujar Albert.“Maksudnya?” tanya Akira tak mengerti. Tanpa menjawab, Albert pun beranjak dari tidurnya. Sementara Akira hanya merasa kebingungan sendiri.Tak lama setelah itu, Albert kembali ke kamar dengan membawa dua buah c
Akira mulai belajar mengurus keperluan sang suami. Pada waktu pagi, ia membantu menyiapkan Albert sebelum berangkat ke kantor. Memilihkan pakaian, sepatu dan juga tas kerjanya. Meski masih sedikit kebingungan karena dia belum hafal letak barang-barang di rumah itu, tapi Akira tidak membiarkan tugas-tugas itu dikerjakan oleh pembantu. Ia merasa itu adalah bagian dari tugasnya sebagai seorang istri.Setelah melihat sang suami sudah siap, Akira mengajaknya untuk sarapan. Tapi Albert menolak karena dia tidak terbiasa makan terlalu pagi. Albert juga mengatakan harus datang ke kantor lebih awal. Banyak pekerjaan yang sudah ia tinggalkan karena sudah tidak masuk kerja selama dua hari.“Ayo, Al. Sedikit saja. Kalau kamu tidak mau makanan berat, setidaknya makan roti sebagai pengganjal perut,” bujuk Akira.“Tidak perlu, Akira. Aku sudah terbiasa tidak sarapan,” tolak Albert dengan halus.“Albert, kamu pasti memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di kantor. Kamu butuh banyak tenaga u
Akira mulai terbiasa menjalani perannya sebagai istri Albert. Sehari-hari dia rutin menyiapkan keperluan Albert saat akan berangkat bekerja. Di samping itu, dia hanya menghabiskan lebih banyak waktu di rumah. Albert tidak membiarkannya mengerjakan banyak hal. Bahkan Akira harus selalu diantar jika ingin pergi ke luar rumah. Entah itu menyuruh Bibi Lastri atau Dewi.Kedua pembantu itu mulai menangkap gelagat aneh saat mendapati Akira yang sering muntah-muntah. Mereka belum tahu jika Akira sudah hamil. Pada suatu hari, Bibi Lastri pun tak dapat menahan diri untuk tidak bertanya pada tuannya.“Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan tuan,” ujar Bibi Lastri ketika memiliki kesempatan berbicara berdua dengan Albert.“Ada apa, Bi? Apa ada masalah dengan pekerjaan di rumah ini?” tanya Albert.“Bukan itu, Tuan. Tapi ini tentang Nona Akira,” jawab Bibi Lastri sedikit ragu.“Kenapa dengan Akira? Apa ada sesuatu yang terjadi padanya?”“Begini, Tuan. Apa tuan tidak sadar jika belakangan ini
“Albert, ayo bangun!” ujar Akira sembari menepuk-nepuk pundak Albert yang sedang tidur pulas di sampingnya. Namun laki-laki itu hanya menggeliat dan tak membuka mata.“Ayo bangunlah, Albert. Bantu aku,” kata Akira masih terus berusaha.“Ada apa, Akira? Kenapa kamu mengangguku tengah malam seperti ini?” tanya Albert terpaksa membuka mata dengan malas.“Aku ingin makan mie ayam,” ucap gadis itu sontak membuat Albert heran.“Baiklah. Besok aku belikan,” jawab Albert singkat dan kembali menarik selimut berniat meneruskan tidurnya.“Tapi aku maunya sekarang, Al. Aku lapar,” paksa Akira.“Bukannya tadi kamu sudah makan banyak saat perayaan,” timpal Albert.“Ya tidak tahu. Intinya sekarang aku lapar dan ingin makan mie ayam.”“Tapi jam segini mana ada tempat makan yang buka, Akira” ujar Albert pelan. Dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari. “Tunggu sampai besok ya. Aku pasti akan membelikannya untukmu,” imbuh laki-laki itu.Akira tak menjawab. Tidak menolak dan tidak jug
“Sial! Kenapa aku merasa aneh seperti ini saat berdekatan dengan Akira. Big no, Albert. Kamu harus fokus dengan tujuanmu untuk balas dendam. Kamu harus membuat perempuan itu merasakan sakit dan tersiksa seperti yang pernah ibumu rasakan dulu,” ucap Albert dengan tangan mengepal pada pagar pembatas balkon.Malam itu dia tidak bisa tidur setelah apa yang baru saja terjadi antara dirinya dengan Akira. Dia menghabiskan waktu malam yang tersisa dengan termenung di balkon kamarnya. Berharap tempat itu dapat memupuk kembali dendamnya yang membara agar tidak pernah padam.Albert melakukan itu karena bayang-bayang Akira mulai terasa mengganggunya. Melihat tubuh gadis itu saat menggantikan bajunya cukup membuat getaran aneh bergejolak dalam jiwanya. Albert menjadi teringat pada kejadian malam itu saat dia merenggut hal berharga dalam hidup Akira. Albert tidak mau hal itu melemahkan dirinya.“Jika kau membutuhkan wanita, kau bisa saja mencari perempuan lain di luar sana yang bisa kau bayar untuk
Sepanjang perjalan, Akira merasa tidak tenang. Dia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Clarissa. Hanya saja kecemasan dalam suara sahabatnya itu tergambar nyata. Akira begitu peduli pada Clarissa sama seperti Clarissa peduli padanya. Dia tidak akan lupa bagaimana kebaikan yang pernah dilakukan Clarissa terutama ketika ia sedang dalam kesulitan.Albert sempat mempertanyakan keinginan Akira untuk pergi ke rumah sahabatnya itu sebab Akira sedang tidak begitu sehat. Tapi kecemasan gadis itu terlalu besar dan tidak bisa dikalahkan dengan bujukan Albert. Dia tetap bersi keras untuk pergi menemui Clarissa. Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, akhirnya mereka sampai di sana.Akira mengetuk pintu dengan panik. Sebuah pelukan langsung menyambutnya saat pintu terbuka. Clarissa menangis dalam dekapan Akira.“Kenapa kamu menangis, Cla? Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Akira melihat wajah kusut Clarissa.“Aku tidak tahu harus menjelaskannya seperti apa, Ra. Semua berubah
Akira memperkenalkan Clarissa pada kedua pembantu di rumah Albert. Dia kemudian meminta Dewi untuk menyiapkan sebuah kamar untuk Clarissa. Satpam juga ia perintahkan untuk membawakan barang-barang Clarissa ke dalam rumah. Sementara Albert hanya menatap malas semua adegan yang sedang terjadi di rumahnya sendiri.Akira mengantar Clarissa ke kamar tamu yang sudah disiapkan. Dia bahkan ikut membantu Clarissa menata barang-barangnya di ruangan itu. Terakhir sebelum pergi, Akira mengucapkan ungkapan semoga Clarissa betah tinggal di sana. Akira pun berlalu dan membiarkan Clarissa untuk beristirahat.Akira kemudian menyusul Albert yang sudah pergi ke kamarnya lebih dulu. Ia bisa merasakan bahwa suaminya itu masih merasa kesal. Dugaan Akira benar, Albert sedang duduk pada sebuah kursi di balkon kamarnya. Akira pun menghampiri dan berdiri tepat di belakang laki-laki itu.“Kamu masih merasa kesal?” tanya Akira.“Lupakan saja. Semua juga sudah terjadi,” jawab Albert ketus menyiratkan tidak suka.
“Kenapa kamu melakukan ini, Akira?” tanya Albert tampak berat hati untuk menuruti. Permintaan Akira membuat Albert tidak percaya. “Kamu sudah menjadi seorang ayah. Bagaimana bisa aku membiarkan suamiku tidak merasakan kasih sayang seorang ayah? Aku ingin kita menata hidup kita lagi dengan semua hubungan yang lebih baik. Ayo kita benar-benar mulai semuanya dari awal, Al. Lagi pula aku sudah tidak punya ayah. Kalau kamu mau mengakui Pak Adrian sebagai ayahmu, maka aku akan mendapatkan sosok ayah juga walau hanya ayah mertua,” ungkap Akira dengan mata berkaca-kaca dan menatap Adrian pada kalimat terakhirnya. Adrian terharu mendengar ucapan Akira. Dia bahkan langsung merangkul istri putranya itu dengan erat. Tanpa ragu Adrian mengatakan bahwa dia akan menganggap Akira sebagai putrinya sendiri. Perlahan suasana haru semakin meliputi ruang kerja Adrian. Meski sempat ragu-ragu tapi akhirnya Albert pun mengikuti jejak Akira. Dia meminta maaf pada Adrian atas semua sikapnya yang tidak menyen
Pagi-pagi sekali Albert sudah bersiap dengan rapi. Akira bahkan turut membantunya dengan senang hati. Perempuan itu memakaikan dasi di leher sang suami. Kini hubungan keduanya jauh lebih membaik.Mereka sepakat untuk memberikan kesempatan pada hubungan mereka. Bahkan mereka mulai menunjukkan perhatian satu sama lain seperti yang dilakukan Akira pagi itu. Sementara Albert hanya terus tersenyum dan memandang lekat wajah istrinya hingga Akira salah tingkah.“Jangan menatapku seperti itu,” tegur Akira tersipu malu.“Apa tidak boleh menatap istri sendiri?” tanya Albert.“Bukan tidak boleh. Aku khawatir saja kalau kamu terus memandangiku bisa berbahaya.”“Memangnya kenapa?” tanya Albert sembari mengerutkan kening. Dia kebingungan dengan maksud perkataan istrinya.“Kalau kamu terus menatapku, kamu bisa terpesona dan tidak jadi pergi ke kantor nanti,” jawab Akira justru menggoda.Albert memutar bola mata malas sementara Akira hanya tertawa melihat ekspresi suaminya. Sesaat kemudian Albert lan
Kabar kembalinya Akira tidak luput dari pantauan Erna. Seorang ibu yang menyimpan dendam terhadap anak tirinya itu tak mau menunda waktu untuk melakukan pembalasan. Erna sudah bersiap untuk melaporkan Akira ke polisi dan menyerahkan bukti rekaman yang dia miliki.Namun kehendak itu tak sampai terjadi karena rencananya kurang rapi. Albert yang cerdik sudah lebih dulu mengendus niat jahat Erna pada Akira. Selama ini diam-diam Albert memang memata-matai gerak-gerik Erna.Dia sadar ibu itu pasti merasa sakit hati karena Albert menjebloskan putranya ke penjara. Albert selalu waspada untuk mencegah pembalasan dari Erna.“Sialan! Bagaimana bisa Erna mempunyai bukti rekaman tentang perbuatan Akira?” ujar Albert merasa kesal setelah mendapat laporan dari orang suruhannya.“Saya kurang tahu, Bos. Tapi dia berencana untuk melaporkan Nona Akira dengan bukti yang dia miliki. Dia ingin balas dendam pada bos lewat Nona Akira.”“Kurang ajar!” umpat Albert.“Apa mungkin ini ulah Adrian? Mungkin saja A
“Apa yang kalian lakukan pada istriku hingga dia menjadi seperti ini?” tanya Albert geram. Anak buahnya memang sudah berhasil membawa istri dan anaknya kembali ke rumah. Namun Albert tampak marah karena Akira dibawa dalam keadaan pingsan.“Maaf, Bos. Kami terpaksa membius Nona Akira,” jawab salah seorang anak buahnya.“Dasar bodoh!” umpat Albert. “Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada istriku karena perbuatan kalian?”“Kami tidak punya pilihan lain, Bos. Nona Akira terus memberontak. Apalagi kami harus menempuh perjalanan dari luar negeri. Kalau pun kami memintanya ikut secara baik-baik atas permintaan Tuan Albert, apa nona akan mau ikut bersama kami begitu saja? Jadi kami terpaksa menculiknya,” bela salah seorang lainnya.“Bos juga meminta kami membawanya kembali dengan cara apa pun,” imbuhnya seolah tak mau disalahkan.“Terserah kalian saja. Lebih baik aku segera menghubungi dokter sekarang juga. Silahkan kalian keluar dari sini,” ucap Albert kesal.Dua lelaki berbadan kekar itu pun
Pagi-pagi sekali Albert sudah berpenampilan rapi. Dia sudah siap untuk mengambil alih posisinya kembali. Ia merasa kondisinya sudah cukup membaik dan bisa mulai bekerja.Pikirannya juga sudah lebih tenang karena sudah mendapatkan kepastikan terkait keberadaan Akira. Dia hanya perlu menunggu hasil kerja anak buahnya. Dia terus memantau dari jauh dan meminta laporan dari mereka.“Kamu yakin sudah bisa masuk kantor, Al?” tanya Sofia saat melihat menantunya keluar dengan pakaian rapi.“Iya, Ma. Aku sudah beristirahat cukup lama. Aku tidak tahu bagaimana kondisi perusahaan sekarang,” jawab Albert. Dia sadar kini dia bahkan tidak punya kaki tangan yang bisa dipercaya dalam urusan pekerjaan seperti Levin dulu. Dia harus mengurus semuanya sendiri.“Baiklah kalau begitu. Tapi jangan terlalu kelelahan ya. Sekarang kamu harus sarapan dulu sebelum berangkat,” pinta Sofia yang mulai menyiapkan porsi makanan untuk menantunya. Albert benar-benar bahagia dilimpahi kasih sayang seperti itu. Rasanya ta
Sebuah pelukan menandai perpisahan. Hari itu Akira mengantar Dannish ke bandara. Dannish akan pulang ke Indonesia.Sesungguhnya laki-laki itu tidak tega meninggalkan Akira hanya berdua dengan Elza di sana. Tapi Akira tetap memaksanya agar pulang demi Maria. Apalagi setelah kejadian pernyataan perasaan yang dilakukan Dannish.Akira merasa sungkan untuk terus melibatkan laki-laki itu lebih jauh dalam masalah kehidupannya. Apalagi Akira juga tidak bisa membalas perasaan yang sama pada Dannish. Akira menolak cinta Dannish.Meski sedikit kecewa, Dannish tetap bersikap bijaksana. Dia mengatakan bahwa pertemanan mereka tidak akan berubah hanya karena hal itu. Dia masih selalu siap menjadi orang terdepan untuk membantu Akira.“Aku ucapkan terima kasih atas semua kebaikanmu. Aku tidak bisa membalasnya. Kamu bahkan meninggalkan pekerjaan dan keluargamu demi mengikuti aku ke sini. Tapi aku dan Elza bisa menjaga diri sendiri. Lebih baik kamu pulang agar Tante Maria tidak sendirian,” kata Akira.“
“Mama habis berbicara dengan siapa?” tegur Albert sempat mengejutkan Sofia yang baru saja berbicara dengan Akira di telefon. Hari itu Sofia memang sedang berada di rumah menantunya. Bahkan sejak Albert pulang dari rumah sakit, Sofia memutuskan untuk tinggal di sana dan merawatnya karena Albert masih dalam proses pemulihan dan tidak memiliki keluarga lain.Mendapat pertanyaan dari Albert membuat Sofia gugup. Sofia bingung harus memberitahu Albert tentang Akira yang menghubunginya atau tidak. Dia hanya diam. Tapi tak lama Albert sudah bisa menebak keanehan dari raut wajahnya yang tak biasa.“Kenapa tidak menjawab, Ma? Mama menelepon siapa?” tanya Albert mengulangi.“Sebenarnya tadi Akira menelepon mama,” jawab Sofia akhirnya mengakui.“Apa? Akira?” ujar Albert sedikit terkejut saat nama istrinya disebut.Pasalnya, sudah beberapa hari lamanya Albert mencoba menghubungi nomor Akira tapi tidak tersambung. Bahkan anak buah yang dia sebarkan juga belum mendapatkan banyak informasi mengenai k
Akira sedang termenung di balkon kamar lantai tiga pada sebuah apartemen. Dia memandangi jalanan yang ramai dipadati kendaraan lalu lalang. Tapi sebenarnya pikiran perempuan itu fokus tertuju pada keluarga dan segala permasalahan yang sudah ia tinggalkan.Akira sudah berada jauh di luar negeri. Dia bahkan sudah mendapatkan apartemen sebagai tempat tinggal. Dannish juga ikut andil dalam memudahkan urusan kepindahannya ke sana.Bahkan Dannish menyertai Akira dan putrinya ke sana. Walau dia mengatakan tidak bisa terus membersamai mereka terlalu lama. Dia harus kembali ke Indonesia karena Maria juga dia tinggalkan seorang diri.Meski sudah jauh meninggalkan kehidupan sebelumnya, nyatanya secara batin Akira tidak bisa benar-benar melepaskan diri dengan mudah dari permasalahan yang sedang ia hadapi. Kini ia merasa hanya menjadi seorang pengecut yang bersembunyi. Niatnya untuk memulai lembaran hidup baru ternyata tak semudah yang diucapkan.Setiap hari ingatan tentang Albert masih selalu mem
Kabar penembakan Albert sangat mengejutkan banyak pihak. Para pekerja di rumah Albert langsung datang ke rumah sakit tempat majikannya dilarikan. Mereka sudah mendengar bahwa Akira lah yang sudah mencelakakan Albert. Sebelum mereka pergi ke rumah sakit, mereka juga sudah tidak menemukan Akira dan Elza di rumah.Kabar itu juga sampai ke telinga Sofia. Dia juga pergi ke rumah sakit dengan terburu-buru. Sofia sangat kecewa saat mendengar kejahatan yang sudah dilakukan oleh putrinya.Sofia merasa bertanggung jawab atas kondisi Albert. Apalagi dia tahu bahwa Albert tidak memiliki anggota keluarga lainnya. Sofia tak menyangka Akira bisa berbuat jahat pada orang lain.Sofia menunjukkan sikap tidak mendukung tindakan Akira dengan tetap menemani di sisi Albert. Dia mengabaikan kepeduliannya pada sang putri yang keberadaannya tidak diketahui. Sofia juga sudah mendengar bahwa Akira melarikan diri setelah peristiwa penembakan terjadi. Meski jujur dia mencemaskan cucunya yang juga dibawa kabur.Lu