Riehla bawa sebuah nampan yang di atasnya terdapat dua buah gelas es teh manis. Di mana milik Ellio hanya sedikit manis. Membawa keluar. Meletakkan nampan di atas meja, mendudukkan diri di samping Ellio yang duduk di kursi teras depan Rumah. Riehla menatap lurus ke depan.Ellio lihat raut wajah Riehla yang tidak biasa. Seperti telah terjadi sesuatu. "Ada apa?" tanya Ellio.Riehla menoleh, ditatapnya Ellio yang nampak mengkhawatirkannya. "Cuma frustrasi sama hidup.""Bukannya saya sudah gak jadi atasan yang menyebalkan?""Benar.""Siapa yang sudah mengganggu kamu?"Riehla menatap lurus ke depan. "Selama ini Ayah gak pernah cerita soal keluarganya. Mungkin Ibu tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku nggak tahu. Ayah gak pernah bawa aku ketemu keluarganya. Dan hari ini mereka yang gak mengerti perasaan Ibu, malah membahas mengenai keluarga mereka. Betapa bahagianya keluarga mereka. Jalan-jalan dengan keluarga suami dan segala macam."Tentu Ellio mengerti perasaan Riehla. Bisa terlihat
Riehla langkahkan kaki dengan Ellio yang setia di sampingnya. Terdapat sebuah buket bunga mawar merah pada salah satu tangan Riehla. Langkah keduanya terhenti tepat di depan peristirahatan terakhir Ayah-nya Riehla. Sedikit berjalan, berjongkok dengan Ellio yang ikut berjongkok di sampingnya. Riehla taruh buket di depan batu nisan. "Apa kabar, Ayah? ... Riehla datang bersama seseorang yang selama ini Ayah harapkan dapat menjaga Riehla dengan baik." Lalu, menoleh ke arah Ellio yang menatap Riehla.Ellio menoleh ke arah batu nisan. "Ayah gak perlu khawatir. Saya akan menjaga Riehla dengan baik. Sebaik Ayah menjaganya selama ini."Perkataan calon suami-nya itu mampu menyentuh hati yang paling dalam. Mata Riehla berkaca-kaca. Saking bahagianya rasanya ingin menangis. Betapa semakin lengkapnya kebahagiaan itu jika sang Ayah masih ada. Riehla yang tadinya tidak ingin meneteskan air mata, air mata lolos begitu saja. Jatuh membasahi pipi. "Ellio adalah lelaki yang baik, yah. Dia selalu berusah
Meninggalkan pecahan gelas, segera ke Kamar untuk mengangkat telepon yang terus berdering. Riehla tatap layar handphone yang menampilkan panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. "Hallo," ucap Riehla saat panggilan sudah terhubung."Benar ini dengan istrinya saudara Ellio?" tanya seorang perempuan di seberang sana."Iya.""Saya ingin mengabarkan kalau saudara Ellio mengalami kecelakaan dan sekarang sedang berada di IGD, Rumah Sakit Kita Bisa."Seketika Riehla tertegun. Belum lama Ellio berpamitan pergi ke Kantor, dan sekarang keadaan seperti ini. "Gimana keadaannya?" Dengan wajah cemas."Masih dalam pemeriksaan.""Saya akan ke sana. Terima kasih sudah mengabari.""Iya, Bu."Setelah panggilan berakhir dengan handphone yang masih berada di salah satu tangan, Riehla mendudukkan diri di tepi ranjang dengan tatapan mata kosong. Riehla sangat mengkhawatirkan Ellio. Pernah merasa terpaksa melepas seseorang, Riehla tidak ingin harus merelakan Ellio. Sudah cukup membiarkan salah satu seseorang
Yura melangkah masuk ke dalam ruangan tempat Ellio berada, dan tidak ada sesosok Riehla yang selama beberapa hari ini selalu terlihat. "Apa mungkin lagi beli sesuatu di luar?" tanya Yura pada dirinya sendiri sembari berjalan.Dilihatnya sebuah buket bunga yang berada di atas nakas, menghentikan langkah kaki di depan nakas. Yura tahu bunga apa itu dan memikirkan siapa yang memberikannya untuk Ellio. Mungkinkah Riehla?"Yura," panggil seseorang dengan nada suara lemah.Sontak Yura menoleh ke arah samping di mana Ellio tengah menatapnya. Yura langsung membalikan tubuh menghadap Ellio dengan lengkungan manis yang menghiasi bibirnya. Yura bahagia melihat Ellio sudah sadarkan diri."Biar aku panggil Dokter," ujar Yura. Ditekannya sebuah tombol."Wajah kamu sekarang sangat terlihat senang. Kamu itu tahu?" ujar Ellio."Aku benar-benar takut kalau Kak Ellio gak pernah membuka mata Kakak.""Kak Ellio gak akan melakukan itu. Oh ya, Riehla mana?"Sebelum Yura membuka mulutnya, datang seorang pera
Sudah 1 bulan lebih sejak menghilangnya Riehla yang membuat beberapa orang sampai hari ini tidak mengerti dengan hal tiba-tiba seperti itu. Karena Ibu-nya Riehla tidak tahu tepatnya di mana anak-nya berada, bukan Ellio namanya jika hanya diam. Ellio bahkan menyewa beberapa orang untuk menemukan Riehla. Hanya sekedar memantau perempuannya tanpa berniat menghampiri.Hari-hari Ellio berbeda. Kehilangan Riehla yang ia tahu keadaannya baik-baik saja, tetap saja membuat Ellio bersikap seperti dahulu kala. Ellio yang nampak sangat dingin dan sulit didekati. Wajahnya terlihat tidak berseri-seri lagi.Terduduk di kursi kerja dengan tablet yang ia pegang. Menatap serius layar tablet yang menampakkan foto-foto Riehla yang diambil seseorang yang ia suruh untuk mengikuti Riehla. Rasanya ingin berlari, membawa Riehla ke dalam pelukannya. Namun, Ellio merasa bahwa ia perlu memberi waktu pada Riehla. Sampai kapan? Mungkin sampai Riehla mau menjelaskan sendiri tentang kenapa tiba-tiba pergi.Tok tok t
Ellio yang tengah menikmati makanannya mendadak terdiam dengan sendok dan garpu yang masih berada di masing-masing tangan. Mengangkat kepala, menatap Lily yang berada di hadapannya sebentar, lalu menoleh ke arah lelaki paruh baya yang berada di samping Lily yang tidak lain adalah Papa dari Lily."Maaf, Om. Biar saya pertegas kalau saya sudah menikah!" Dengan nada suara dan tatapan sedingin es di Kutub Utara."Kakek kamu bilang kalau kalian akan segera bercerai."Sontak Ellio menoleh ke arah sang Kakek yang menatap ke arah lain. Ellio sungguh tidak terima dengan apa yang sedang terjadi detik ini! Tidak tahukah mereka jika Ellio sedang berusaha mengembalikan Riehla ke dalam hidupnya. Ellio melangkah pergi dari sana.Lily dan Yura menoleh ke arah Ellio yang perlahan menghilang dari pandangan. Yura nampak sangat mengkhawatirkan Sepupu-nya itu. "Sehabis makan sebaiknya kita pulang, Pa." Sembari menyendok makanan yang ada di piringnya, memasukkan ke dalam mulut."Pembicaraan ini belum seles
Bukannya sudah menikah, tetapi mereka sudah bertunangan. Sudah sejauh itu, lantas Ellio harus menyerah? Tidak. Ia tidak akan meninggalkan Riehla yang sudah sangat ia cinta. Sudah pernah kehilangan seseorang tercinta di mana tiba-tiba harus merelakan, saat ini Ellio juga harus merasakannya kembali?Hari ini Ellio tidak sedikit pun mengalihkan pandangan dari Riehla. Dari berpura-pura menjadi orang lain saat mengunjungi Cafe, sampai berjam-jam di dalam mobil hingga langit menggelap. Ya. Telah memasuki malam.Menjalankan pelan mobil, mengikuti Riehla yang berjalan jauh di depan sana. Sampai terlihat langkah kaki Riehla yang berjalan di trotoar, terhenti. Ellio pun mau tidak mau menghentikan laju mobil. Memperhatikan Riehla yang membalikan tubuh, berjalan ke arah belakang dengan tatapan mata jelas ke arah Ellio."Apa aku ketahuan?" tanya Ellio pada dirinya sendiri dengan nada suara pelan.Ellio perhatikan Riehla sampai perempuan itu berhenti di depan pintu kaca mobil. Mengetuknya dengan wa
"Papa ingin kalian bersama lagi. Papa yakin kali ini Kakek akan menerima kamu dengan baik." Sembari menatap Lily dari samping."Pa!" Sembari menatap Papa-nya wajah seperti tidak suka dengan ucapan sang Papa."Kenapa? Kamu masih memiliki perasaan padanya.""Sebaiknya kita pulang. Aku menolak membicarakan hal ini!" Lalu, menoleh ke arah Riehla yang duduk di sofa. Berpamitan. Membawa pergi pria paruh baya itu dari sana.Riehla tatap Ellio. Bukannya menganggap seperti angin lalu apa yang baru saja ia dengar, Riehla justru memikirkannya. Riehla selalu ingin membantu sesosok yang ia cinta.FLASHBACK OFFSeperti itulah awal mula dari pemikiran Riehla yang tiba-tiba memutuskan pergi dari hidup Ellio. Ia ingin melakukan yang terbaik untuk masa depan Ellio. Selagi ada yang bisa ia lakukan, Riehla akan melakukannya.Namun, lihatlah akhir dari keputusan demi kebaikan Ellio. Riehla yang tengah menangis dengan salah satu tangan memegangi dada itu terlihat sangat menyedihkan. Hatinya hancur. Semakin