Lily yang tengah duduk di atas brankar sembari memainkan handphone, melihat Yura melangkah masuk. Lily tersenyum pada perempuan yang sudah seperti adik-nya itu. "Gimana keadaan Kak Lily hari ini?" tanya Yura yang berdiri di dekat Lily."Cukup baik." Seraya tersenyum.Sesungguhnya Yura masih menginginkan pernikahan Ellio dengan Riehla. Tetapi, melihat kondisi Lily, Yura rasa tidak apa perihal keputusan Ellio.*FLASHBACK ONTok tok tokYura buka pintu, melangkah masuk. Mendudukkan diri di kursi tepat di hadapan Kakek yang tengah menatap Cucu-nya itu. "Ada apa dengan wajah itu?" Jelas terlihat wajah cemberut dan kesal Yura."Gak bisakah Kakek kasih tahu Kak Ellio buat membatalkan pernikahan sama Kak Lily? Bukannya Kakek ingin Riehla yang menjadi bagian dari keluarga kita? Kakek sudah lupa sama Riehla ya?"Dilepasnya kacamata yang ditaruh di atas meja. "Kakek gak bisa merubah apa yang sudah menjadi keputusan Ellio, bukan karena Kakek sudah melupakan Riehla. Kamu harus tahu satu hal kenapa
Siapa sangka jika Riehla yang tengah berjalan-jalan di salah satu Mall akan bertemu Ellio. Betapa canggungnya pertemuan itu. Terlebih di saat keadaan seperti ini.Ingin rasanya langsung pergi dari hadapan Ellio, tetapi Zena membuat keadaan tidak sesuai harapan Riehla. "Ayo, Om. Kita makan baleng." Seperti itulah keinginan Zena.Setelah menatap Ellio, Ellio menatap Riehla yang berusaha memasang wajah datar. "Gakpapa kan Rie kalau aku makan bareng kalian?"Zena yang berada di samping Riehla, menggenggam salah satu tangan Riehla, menatap Mama-nya itu. "Gakpapa kan Mama?""Iya." Sembari menatap Zena.Zena langsung nampak lebih happy. Bahkan gadis kecil itu pindah genggaman tangan. Zena memegang tangan Ellio, berdiri di samping Ellio. Menatap Riehla dengan lengkungan manis yang menghiasi bibirnya.Ditariknya salah satu tangan Ellio. Riehla mengikutinya dari belakang. Memang benar jika darah lebih kental dari air. Riehla tidak bisa menjauhkan mereka yang sudah memiliki ikatan batin.Riehla
Tidak tahu bagaimana kedepannya. Apa yang akan terjadi dalam hidup Riehla. Riehla hanya tahu jika hari ini hatinya sakit karena harus melepas lelaki yang ia cinta untuk perempuan lain.Pada akhirnya Riehla tidak ingin terlalu memikirkan masa depan. Biarkan apa yang ia rasakan hari ini mengalir saja. Riehla mendadak bersyukur. Terlepas dari ada atau tidaknya Ellio di masa depannya, Riehla berterima kasih pada Tuhan yang sudah membiarkan Riehla memiliki kesempatan untuk bisa merasakan setiap perhatian Ellio. Cinta tulus yang Ellio berikan.***Ini menjadi malam pertama Ellio dan Lily. Tetapi, Lily menyarankan untuk mereka tidak melakukannya. Padahal Ellio tidak masalah, walau wajah Riehla menghantuinya. Ellio terus merasa bersalah pada Riehla."Aku masih gak nyangka kalau pada akhirnya seorang Ellio menjadi suami aku," ujar Lily yang terbaring di samping Ellio. Menatap langit-langit Kamar."Saya pikir hubungan kita pada saat kamu pergi meninggalkan saya sudah benar-benar berakhir." Semb
"Gak perlu minta maaf. Kamu gak salah." Dengan tatapan sendu. Ellio sedih melihat Riehla seperti itu.Melihat Ellio sedekat itu membuat Riehla teringat saat-saat bahagia mereka. Riehla merindukannya. "Apa Tuhan menginginkan kita bersama?" tanya Riehla dengan tatapan menyedihkan yang tidak bisa ia sembunyikan.Tanpa pikir panjang bahwa dirinya telah memiliki seorang istri, Ellio bawa Riehla ke dalam dekapan. "Kamu paling tahu kalau aku gak bisa melihat kamu sedih. Aku benci diri aku sendiri Rie karena sudah menyakiti kamu."Perlahan tangan Riehla memeluk Ellio. Perkataan itu cukup menyiksanya. Dua orang yang saling cinta tidak bisa bersatu. Apakah mereka berdua sedang membuat suatu drama? Cerita ini sungguh menyedihkan.CeklekSebelum pelukan itu terlepas sudah terlebih dahulu dilihat Lily. Lily melangkah masuk dengan tersenyum lembut pada Riehla yang merasa tidak enak dan canggung dengan Lily."Tadi aku ke Kantor terus kata Randy kamu di sini. Gimana keadaan kamu, Riehla?"Riehla berd
Untuk merayakan pemasukan yang meningkat bulan lalu, malam ini terdapat makan malam tim. Hanya untuk para Editor yang sudah bekerja cukup keras. Riehla sudah berencana untuk absen, tetapi Injun menariknya untuk ikut."Pak Ellio mana? Perasaan tadi di sini," tanya Injun sembari melihat ke setiap arah."Pak Ellio sedang menunggu istrinya di luar. Istrinya akan bergabung dengan kita," ujar Kepala Editor.Mendengar hal itu Riehla pikir seharusnya ia tidak ikut seperti itu saja saat Injun menariknya. Bagaimana Riehla akan menghadapi kenyataan menyakitkan beberapa menit lagi?!"Aku benar harus pulang. Kepala aku pusing." Dengan nada pelan. Sembari menatap Injun yang berada di sampingnya.Sebelum Injun mengatakan sesuatu Riehla berdiri dari duduk. Saat hendak berpamitan dengan orang-orang yang ada di meja ia berada, salah satu Editor perempuan mengatakan jika Ellio telah datang bersama Lily.Riehla mematung. Injun yang melihat itu, menarik pelan salah satu tangan Riehla hingga Riehla kembali
Lily yang terduduk di sofa panjang tengah menatap heran Ellio yang duduk di sampingnya dengan mata terpejam. Ellio yang cukup mabuk terlihat nyaman bersandar ke sandaran sofa."Pas aku pergi apa yang terjadi?""Kamu percaya kalau Riehla sudah punya pacar?" Tanpa membuka mata."Punya pacar? Tentu saja aku gak percaya. Aku bisa lihat secinta apa Riehla sama kamu.""Kebohongannya menyadarkan saya tentang sesuatu." Lalu, membuka mata. Menatap Lily."Apa?""Mungkin saya harus berhenti. Merelakan Riehla dengan laki-laki lain.""Ini seperti bukan kamu, Lio. Lio yang aku kenal gak akan menyerah semudah itu. Akan aku pastikan kalian pada akhirnya akan bersama."Ellio menegakkan tubuhnya. Menatap serius Lily. "Kenapa gak kamu gunakan kesempatan ini buat kembali merebut hati saya?""Karena aku tahu hati seorang Ellio gak mudah berubah. Aku juga tahu sedalam dan sebesar apa cinta kamu untuk Riehla. Kamu hanya akan bahagia bersama Riehla." Lily tepuk salah satu bahu Ellio."Maaf.""Untuk?""Karena
Alih-alih melihat Lily untuk terakhir kalinya, Riehla berdiri cukup jauh dari orang-orang yang sedang menaruh Lily di tempat peristirahatan terakhirnya. Langit sore itu menjadi saksi kepergian Lily sebagai istri pertama Ellio.Walau Riehla tidak dekat dengan Lily, walau dengan kepergian Lily mungkin hubungannya dengan Ellio akan lebih mudah, tetap saja bukan seperti ini yang Riehla inginkan."Kenapa kamu pergi secepat ini ...." gumam Riehla dengan sorot mata sendu.Satu persatu orang pergi dari sana hingga hanya menyisakan Lusi, Ellio dan Papa-nya Lusi yang tengah berjongkok memegang batu nisan Lily dengan mata sembab."Terima kasih," ucap Lusi sembari menatap Ellio yang berdiri di sampingnya, sedikit jauh."Saya belum bisa menjadi suami yang baik.""Walau seperti itu Kak Ellio sudah bersedia menerima kembali Kak Lily. Menjadikannya seorang istri, di mana itu harapan Kak Lily.""Saya sempat marah dengan Lily, tapi bukan berarti saya membencinya. Lily memiliki tempat tersendiri di inga
"Zena itu anak aku."Alih-alih mengajak Ellio berbicara di suatu tempat seperti Restaurant atau taman untuk memberitahu hal penting seperti itu Riehla mengajak Ellio bertemu di Rooftop Kantor.Menoleh ke arah Ellio yang tidak terdengar suara. Ternyata Ellio yang berdiri di samping Riehla, tengah menatap dalam Riehla."Zena anak kamu juga."Melihat Ellio yang terus diam, membuat Riehla heran. "Kamu diam percaya kalau Zena anak aku sama kamu atau nggak?"Ellio balikan tubuh Riehla ke arahnya dengan perlahan. Menyentuh kedua tangan Riehla, menatapnya. "Aku percaya.""Bagaimana bisa kamu langsung percaya?" Riehla bersyukur tetapi juga sedikit tidak menyangka bahwa Ellio akan secepat itu percaya.Ellio tatap Riehla dengan masih memegang kedua tangan Riehla. "Kamu gak akan mengecewakan aku. Aku kenal sekali kamu, Rie."Terharu. Saking sampai ke hati Riehla ingin meneteskan air mata. Ternyata semudah itu memberitahu Ellio tentang Zena."Terima kasih, El." Dengan mata yang berkaca-kaca.Ellio
Ada yang kebakar tapi bukan dengan api. Sudah 3 hari ini Kenzo tak ada kabar sama sekali. Terlebih Zena melihat postingan Kenzo seperti bersenang-senang dengan orang-orang asing itu. Tak satu pun yang wajahnya Zena kenal.Zena pikir selama kepergian lelaki itu Kenzo akan rajin memberi kabar. Nyatanya..."Kamu bisa membuatnya jatuh cinta kepada-mu meski dia tak cinta." Yura yang duduk di samping Zena di sofa panjang, bernyanyi menggoda Zena."Kayaknya memang gak cinta," ujar Zena sembari menatap handphone di mana layar penuh wajah Kenzo. Zena sedang melihat-lihat foto pada sosial media Kenzo."Cinta, Na. Kalau gak ada rasa gak mungkin kelihatan ngedeketin gitu." Masih dengan menatap Zena.Zena menoleh ke arah Yura. Menatap Yura dengan wajah serius. "Gak bisa, Yura."Yura membalas dengan wajah tak kalah serius. "Kelihatan banget kalau kamu gak mau kehilangan Kenzo. Masih mau menolak keberadaannya?"Diam itulah yang sedang Zena lakukan. Zena masih bingung dengan dirinya sendiri. Di satu
Sejak dari tempat permainan hingga kini berada di salah satu Restaurant yang dilakukan Kenzo hanya diam dengan terus mengawasi anak-anak itu. Sungguh seperti seorang pengasuh.Kenzo yang duduk tepat di hadapan Zena melihat betapa perhatiannya Adit pada Zena. Pemuda yang duduk di samping Kenzo itu benar-benar memperlihatkan ketertarikannya pada gadis cantik dan lembut inceran Kenzo."Habis ini kamu langsung pulang atau mau ikut jenguk Resti?" tanya Dania pada Zena."Ikut.""Aku ikut," ujar Adit.Kenzo yang mendengar itu rasanya ingin ikut juga tetapi nanti terlihat aneh. Adit sih sah-sah saja jika ikut, Adit kan sahabatnya Resti juga."Besok saya melakukan penerbangan ke Singapore dan akan berada di sana selama satu minggu, Na." Sembari menatap Zena.Zena yang jelas mendengar ucapan Kenzo, memilih diam. Kenzo yang melihat itu tentu sedikit sedih karena tidak mendapat respon dari gadis yang ia suka.Beberapa saat kemudian...Zena sudah berada di dalam taxi yang melaju bersama Dania dudu
Zena tahu jika semua orang mendukung Zena memiliki hubungan dengan Kenzo. Berjam-jam bersama Kenzo pun membuat Zena menyadari jika ia mulai menyukai Kenzo. Tetapi seragam putih abu-abu itu seperti pembatas bagi Zena.Di hadapannya sudah terdapat dua box pizza beda topping yang terletak di meja kerja. Ya, mereka berada di Ruang Kerja sang Direktur yang tak lain adalah Kenzo."Dimakan, Na." Yang duduk di kursi kerja-nya.Zena ambil sepotong pizza yang digigit kecil. "Habis ini mau pulang apa masih mau di sini?""Pulang saja, Kak.""Ya sudah, nanti saya antar.""Gak usah. Aku bisa naik ojek online." Lalu, menggigit pizza."Lebih baik saya yang antar.""Gak, Kak!" tegas Zena.Jika sudah seperti itu Kenzo hanya bisa diam yang berarti mengiyakan maunya Zena. Belum apa-apa Kenzo sudah belajar mengalah.Bahkan ketika Zena menyuruh Kenzo ikut makan pria matang itu menurut. Seolah Kenzo tidak ingin memulai perdebatan dengan gadis kecil itu.Sama seperti Ellio yang menganggap Zena gadis kecil wa
Buku yang ingin Zena ambil nyatanya terlalu jauh untuk digapainya hingga gadis itu berjinjit dan buku melayang jatuh ke lantai. Untung tidak mengenai kepala Zena. Saat Zena hendak mengambil buku fisika itu terlihat tangan yang lebih besar dan kekar dari tangannya menyentuh buku juga.Tanpa menyingkirkan tangan dari buku Zena yang posisi jongkok, mengangkat kepala dan manik matanya bertemu dengan manik mata Adit. Mendadak entah mengapa momen itu mengingatkan Zena pada buku yang jatuh di Toko buku.Zena berdiri dari jongkok dengan membiarkan Adit yang mengambil buku itu. Adit berikan buku pada Zena yang mengucapkan terima kasih lalu berlalu dari sana mencari tempat duduk masih di Perpustakaan.Buku sudah dibuka tetapi pikirannya malah berada di tempat lain. Mata memang mengarah ke deretan huruf dan angka, tetapi otaknya penuh dengan wajah Kenzo. Niat ke Perpus untuk fokus belajar tetapi...Adit mengambil posisi duduk di sebelah Zena dengan buku yang sama diletakkan di meja. Menatap Zena
Setelah mengantri membeli tiket Kenzo mengajak Zena membeli popcorn. Memberikan popcorn lumayan banyak itu pada Zena. Berjalan ke arah studio tempat film yang akan mereka tonton.Mereka langsung masuk lantaran orang-orang yang menonton di jam sebelumnya telah meninggalkan ruangan. Kenzo yang memegang potongan tiket memimpin jalan mencari tempat duduk mereka.Duduk di bagian bangku yang ada 4 buah. Zena kebetulan berada di dekat dinding. Menaruh cup popcorn di tempat yang tersedia untuk menaruh popcorn atau botol.Sebelum film diputar, handphone yang berada di tas selempang kecil bergetar. Zena segera mengambilnya dan terdapat panggilan video dari Eden."Bisa-bisanya Kak Zena pergi tanpa aku!" keluh Eden. Bibir anak kecil itu pun nampak maju."Lain kali.""Kapan?""Sudah ya, Den. Filmnya mau mulai."Sebelum Eden membuka mulut dengan cepat Zena mengakhiri panggilan video itu. Memasukkan kembali handphone ke dalam tas tak lupa memasang mode diam."Minggu besok kita bisa nonton film lagi
"Kamu suka Zena?" tanya Ellio tiba-tiba dan itu berhasil membuat Zena sedikit tersedak makanan hingga batuk-batuk."Papa apa-apaan sih!" ucap Zena tegas setelah meminum seteguk air bening."Saya gak suka kalau ada yang mau main-main sama putri saya!" Dengan nada tegas dan wajah serius.Zena semakin dibuat tak percaya oleh pria paruh baya itu. Menoleh ke arah Kenzo dengan raut wajah tidak enak. Bagaimana bisa Ellio menanyakan hal seperti itu pada lelaki yang baru 3 kali Zena temui. Itu pun hanya pertemuan singkat."Kalau suka sama Kak Zena gerak cepat deh soalnya yang suka sama Kak Zena bukan cuma Kakak," ujar Eden yang akhirnya ikut bicara. Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut."Kalian kenapa sih?!" ucap Zena dengan wajah mulai frustasi dengan kelakuan Papa dan Adik-nya itu."Zena cantik dan kelihatan baik. Siapa yang gak suka sama dia," ucap Kenzo setelah lama terdiam."Kak Kenzo gak perlu merespon perkataan gak jelas Papa sama Eden." Sembari menatap Kenzo."Apa yang saya
"Zena?"Sontak Zura menoleh ke sumber suara di mana seorang lelaki yang ia kenal berjalan ke arahnya. Lelaki yang hari itu terus menatapnya seolah tertarik dengan Zen."Kak Kenzo," ucap Zena sembari duduk.Kenzo mendudukkan diri di samping Zena. "Sendiri?""Lagi nunggu teman.""Saya kira sendiri. Hampir saja saya mengajak kamu makan sama saya."Zena yang mendengar itu dibuat sedikit tak percaya. Kenzo sedang menggodanya atau apa?"Kalau aku sendiri Kak Kenzo mau ajak aku makan?""Iya. Kenapa? Kamu gak mau?""Mau kok asalkan Kak Kenzo yang bayar makanannya.""Tentu saja."Asal ada suara yang terdengar memanggil Zena, bukan hanya Zena yang menoleh Kenzo juga ikut menoleh. Nampak Rasti dan Adit."Loh, kok kamu ikut? Bukannya ada latihan?" tanya Zena yang sudah berdiri. Sembari menatap Adit."Latihannya diganti sore.""Ini siapa, Zen?" tanya Rasti sembari menatap Kenzo yang juga sudah berdiri."Seseorang yang aku kenal.""Maksudnya?" Rasti nampak bingung."Sebaiknya kita segera pergi nant
12 tahun kemudian...Nampak seorang gadis berseragam putih abu-abu yang terduduk di salah satu kursi makan. Menatap nasi goreng dengan telor mata sapi di hadapannya tanpa menyentuhnya sedikit pun. Gadis itu terlihat sudah tergiur oleh nasi goreng di hadapannya. Seperti ingin segera mencicipi, tetapi..."Mari kita makan," kata pria berusia 40'an yang sudah ada beberapa rambut putih yang tumbuh.Dengan cepat gadis itu membaca doa dan menyantap nasi goreng yang terlihat dari wajah gadis itu bahwa ia menyukai nasi goreng tersebut."Gak menghormati yang masak! Masa aku ditinggal makan," protes pemuda berseragam putih-merah. Duduk di samping gadis yang tak lain adalah Kakak-nya."Papa kan belum makan, Eden."Eden tersenyum pada Papa-nya yang bernama Ellio itu. "Selamat makan, Pa.""Selamat makan juga, sayang.""Selamat makan," timpal Zena sembari sedikit mengunyah."Makan tuh gak boleh ngomong." Sembari menatap Zena yang asik dengan nasi goreng-nya. Pemuda berusia 12 tahun itu pun hanya m
"Tiba-tiba mengalami henti jantung dan sekarang sedang Dokter sedang melakukan yang terbaik." Lalu, melangkah pergi dari sana dengan langkah cepat.Ellio termenung. Kakinya mulai terasa lemas dengan perasaan takut kian nyata. Bukan saat-saat manis yang mereka lewati bersama yang mulai bermunculan memenuhi kepala Ellio, melainkan momen ketika Ellio mengabaikan Riehla karena rasa tidak percayanya.Bagaimana jika semua ini terjadi karenanya? Ellio rasa ia telah benar-benar gagal menjadi suami. Bukannya seratus persen membahagiakan Riehla justru Ellio menyakitinya.Digenggamnya kedua tangan untuk menghilangkan rasa gugup yang sedikit pun tidak hilang. Melihat Dokter laki-laki keluar dari dalam sana, rasa dingin yang sedang ia rasakan karena cemas pun semakin menjadi.Tatapan Dokter itu Ellio tidak ingin melihatnya. Ellio tidak ingin Dokter itu mengatakan hal yang tidak bisa Ellio terima."Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan berkata lain. Saudari Riehla telah tiada."DegKalimat sa