"Gak perlu minta maaf. Kamu gak salah." Dengan tatapan sendu. Ellio sedih melihat Riehla seperti itu.Melihat Ellio sedekat itu membuat Riehla teringat saat-saat bahagia mereka. Riehla merindukannya. "Apa Tuhan menginginkan kita bersama?" tanya Riehla dengan tatapan menyedihkan yang tidak bisa ia sembunyikan.Tanpa pikir panjang bahwa dirinya telah memiliki seorang istri, Ellio bawa Riehla ke dalam dekapan. "Kamu paling tahu kalau aku gak bisa melihat kamu sedih. Aku benci diri aku sendiri Rie karena sudah menyakiti kamu."Perlahan tangan Riehla memeluk Ellio. Perkataan itu cukup menyiksanya. Dua orang yang saling cinta tidak bisa bersatu. Apakah mereka berdua sedang membuat suatu drama? Cerita ini sungguh menyedihkan.CeklekSebelum pelukan itu terlepas sudah terlebih dahulu dilihat Lily. Lily melangkah masuk dengan tersenyum lembut pada Riehla yang merasa tidak enak dan canggung dengan Lily."Tadi aku ke Kantor terus kata Randy kamu di sini. Gimana keadaan kamu, Riehla?"Riehla berd
Untuk merayakan pemasukan yang meningkat bulan lalu, malam ini terdapat makan malam tim. Hanya untuk para Editor yang sudah bekerja cukup keras. Riehla sudah berencana untuk absen, tetapi Injun menariknya untuk ikut."Pak Ellio mana? Perasaan tadi di sini," tanya Injun sembari melihat ke setiap arah."Pak Ellio sedang menunggu istrinya di luar. Istrinya akan bergabung dengan kita," ujar Kepala Editor.Mendengar hal itu Riehla pikir seharusnya ia tidak ikut seperti itu saja saat Injun menariknya. Bagaimana Riehla akan menghadapi kenyataan menyakitkan beberapa menit lagi?!"Aku benar harus pulang. Kepala aku pusing." Dengan nada pelan. Sembari menatap Injun yang berada di sampingnya.Sebelum Injun mengatakan sesuatu Riehla berdiri dari duduk. Saat hendak berpamitan dengan orang-orang yang ada di meja ia berada, salah satu Editor perempuan mengatakan jika Ellio telah datang bersama Lily.Riehla mematung. Injun yang melihat itu, menarik pelan salah satu tangan Riehla hingga Riehla kembali
Lily yang terduduk di sofa panjang tengah menatap heran Ellio yang duduk di sampingnya dengan mata terpejam. Ellio yang cukup mabuk terlihat nyaman bersandar ke sandaran sofa."Pas aku pergi apa yang terjadi?""Kamu percaya kalau Riehla sudah punya pacar?" Tanpa membuka mata."Punya pacar? Tentu saja aku gak percaya. Aku bisa lihat secinta apa Riehla sama kamu.""Kebohongannya menyadarkan saya tentang sesuatu." Lalu, membuka mata. Menatap Lily."Apa?""Mungkin saya harus berhenti. Merelakan Riehla dengan laki-laki lain.""Ini seperti bukan kamu, Lio. Lio yang aku kenal gak akan menyerah semudah itu. Akan aku pastikan kalian pada akhirnya akan bersama."Ellio menegakkan tubuhnya. Menatap serius Lily. "Kenapa gak kamu gunakan kesempatan ini buat kembali merebut hati saya?""Karena aku tahu hati seorang Ellio gak mudah berubah. Aku juga tahu sedalam dan sebesar apa cinta kamu untuk Riehla. Kamu hanya akan bahagia bersama Riehla." Lily tepuk salah satu bahu Ellio."Maaf.""Untuk?""Karena
Alih-alih melihat Lily untuk terakhir kalinya, Riehla berdiri cukup jauh dari orang-orang yang sedang menaruh Lily di tempat peristirahatan terakhirnya. Langit sore itu menjadi saksi kepergian Lily sebagai istri pertama Ellio.Walau Riehla tidak dekat dengan Lily, walau dengan kepergian Lily mungkin hubungannya dengan Ellio akan lebih mudah, tetap saja bukan seperti ini yang Riehla inginkan."Kenapa kamu pergi secepat ini ...." gumam Riehla dengan sorot mata sendu.Satu persatu orang pergi dari sana hingga hanya menyisakan Lusi, Ellio dan Papa-nya Lusi yang tengah berjongkok memegang batu nisan Lily dengan mata sembab."Terima kasih," ucap Lusi sembari menatap Ellio yang berdiri di sampingnya, sedikit jauh."Saya belum bisa menjadi suami yang baik.""Walau seperti itu Kak Ellio sudah bersedia menerima kembali Kak Lily. Menjadikannya seorang istri, di mana itu harapan Kak Lily.""Saya sempat marah dengan Lily, tapi bukan berarti saya membencinya. Lily memiliki tempat tersendiri di inga
"Zena itu anak aku."Alih-alih mengajak Ellio berbicara di suatu tempat seperti Restaurant atau taman untuk memberitahu hal penting seperti itu Riehla mengajak Ellio bertemu di Rooftop Kantor.Menoleh ke arah Ellio yang tidak terdengar suara. Ternyata Ellio yang berdiri di samping Riehla, tengah menatap dalam Riehla."Zena anak kamu juga."Melihat Ellio yang terus diam, membuat Riehla heran. "Kamu diam percaya kalau Zena anak aku sama kamu atau nggak?"Ellio balikan tubuh Riehla ke arahnya dengan perlahan. Menyentuh kedua tangan Riehla, menatapnya. "Aku percaya.""Bagaimana bisa kamu langsung percaya?" Riehla bersyukur tetapi juga sedikit tidak menyangka bahwa Ellio akan secepat itu percaya.Ellio tatap Riehla dengan masih memegang kedua tangan Riehla. "Kamu gak akan mengecewakan aku. Aku kenal sekali kamu, Rie."Terharu. Saking sampai ke hati Riehla ingin meneteskan air mata. Ternyata semudah itu memberitahu Ellio tentang Zena."Terima kasih, El." Dengan mata yang berkaca-kaca.Ellio
"Beberapa kali mereka main bareng. Tapi, gak terlalu dekat juga karena Jaehyun itu sibuk."Salah satu tangan Ellio terulur menyentuh tangan Riehla. Menggenggamnya lembut. "Mulai hari ini Zena cuma boleh dekat dengan aku." Lalu, menoleh ke arah Riehla. Tersenyum manis."Zena memang cuma dekat sama kamu.""Oh ya, Zena suka kue apa?" Sembari menatap jalanan."Kue tart cokelat.""Kalau gitu kita mampir beli kue tart cokelatnya."Beberapa saat kemudian...Riehla melangkah masuk ke dalam Rumah dengan Ellio yang mengikuti. Nampak Zena yang duduk sendirian di sofa dengan retina mata yang tertuju pada layar televisi."Mama," ucap Zena. Berjalan santai ke arah Zena yang menghentikan langkah kaki."Nenek mana?" Dengan salah satu tangan yang memegang kepala Zena."Kamar Mandi.""Oh ya. Ada yang mau Om Ellio berikan loh sama Zena," kata Riehla.Zena menoleh ke arah Ellio yang tersenyum penuh kasih sayang pada gadis kecil itu. Ellio berjongkok. Memperlihatkan isi kantong kresek putih yang terdapat
Alih-alih membicarakan di Ruang Tamu, Kakek menyuruh Riehla ke Ruang Kerja-nya. Di dalam ruangan yang cukup luas itu hanya ada Kakek dan Riehla yang duduk saling berhadapan."Ada hal penting yang mau Kakek sampaikan." Dengan wajah serius."Sebelum itu, boleh Riehla katakan sesuatu? Riehla juga memiliki hal penting yang perlu Kakek tahu.""Katakan saja.""Sebenarnya Zena itu anak Riehla dan Ellio. Maaf Riehla sudah menyembunyikannya selama ini."Kakek nampak tenang-tenang saja. "Ellio sudah memberitahu Kakek. Kakek senang kalau ternyata Zena adalah cicit Kakek. Terima kasih sudah mau jujur."Riehla menggelengkan kepala. "Kakek gak perlu berterima kasih." Mengetahui Ellio mau pun Kakek yang tidak marah akan apa yang ia lakukan, Riehla merasa semakin bersalah.Pria lansia itu terlihat membuka salah satu meja kerja. Mengambil sesuatu. Meletakkan dua buah foto di atas meja tepat di hadapan Riehla.Riehla lihat ada sesosok Ayah-nya di kedua foto bersama Kakek. Foto yang terlihat diambil saa
Riehla yang menempati salah satu meja sebuah Restaurant Jepang itu tengah menatap Ellio yang berada di depan sana, memesan makanan. Riehla nampak bingung. Ia masih belum tahu harus seperti apa.Apa tidak apa memiliki hubungan dengan Sepupu sendiri? Walau hal itu bukan dosa dan lagi pula semua terjadi sebelum Riehla tahu bahwa Ellio adalah Sepupunya.Ellio duduk di kursi tepat di hadapan Riehla. "Riehla," ujar Ellio."Iya?""Kamu tahu kan kalau aku gak mau kehilangan kamu lagi?""Iya.""Aku gak mau buang-buang waktu lagi. Aku ingin segera melakukannya. Biarkan aku menjadi suami kamu dan Papa Zura."Seharusnya Riehla sangat bahagia. Tetapi, kenyataan itu menahan perasaannya. Bagaimana Riehla mengatakannya pada Ellio jika mereka Sepupu?Melihat respon Riehla yang nampak tidak senang, Ellio sentuh salah satu tangan Riehla yang berada di meja. "Kali ini aku gak akan membiarkan kamu pergi. Apa pun yang terjadi aku akan mempertahankan kamu dan Zura."Lagi-lagi Riehla hanya diam. Sungguh tida