"Zena itu anak aku."Alih-alih mengajak Ellio berbicara di suatu tempat seperti Restaurant atau taman untuk memberitahu hal penting seperti itu Riehla mengajak Ellio bertemu di Rooftop Kantor.Menoleh ke arah Ellio yang tidak terdengar suara. Ternyata Ellio yang berdiri di samping Riehla, tengah menatap dalam Riehla."Zena anak kamu juga."Melihat Ellio yang terus diam, membuat Riehla heran. "Kamu diam percaya kalau Zena anak aku sama kamu atau nggak?"Ellio balikan tubuh Riehla ke arahnya dengan perlahan. Menyentuh kedua tangan Riehla, menatapnya. "Aku percaya.""Bagaimana bisa kamu langsung percaya?" Riehla bersyukur tetapi juga sedikit tidak menyangka bahwa Ellio akan secepat itu percaya.Ellio tatap Riehla dengan masih memegang kedua tangan Riehla. "Kamu gak akan mengecewakan aku. Aku kenal sekali kamu, Rie."Terharu. Saking sampai ke hati Riehla ingin meneteskan air mata. Ternyata semudah itu memberitahu Ellio tentang Zena."Terima kasih, El." Dengan mata yang berkaca-kaca.Ellio
"Beberapa kali mereka main bareng. Tapi, gak terlalu dekat juga karena Jaehyun itu sibuk."Salah satu tangan Ellio terulur menyentuh tangan Riehla. Menggenggamnya lembut. "Mulai hari ini Zena cuma boleh dekat dengan aku." Lalu, menoleh ke arah Riehla. Tersenyum manis."Zena memang cuma dekat sama kamu.""Oh ya, Zena suka kue apa?" Sembari menatap jalanan."Kue tart cokelat.""Kalau gitu kita mampir beli kue tart cokelatnya."Beberapa saat kemudian...Riehla melangkah masuk ke dalam Rumah dengan Ellio yang mengikuti. Nampak Zena yang duduk sendirian di sofa dengan retina mata yang tertuju pada layar televisi."Mama," ucap Zena. Berjalan santai ke arah Zena yang menghentikan langkah kaki."Nenek mana?" Dengan salah satu tangan yang memegang kepala Zena."Kamar Mandi.""Oh ya. Ada yang mau Om Ellio berikan loh sama Zena," kata Riehla.Zena menoleh ke arah Ellio yang tersenyum penuh kasih sayang pada gadis kecil itu. Ellio berjongkok. Memperlihatkan isi kantong kresek putih yang terdapat
Alih-alih membicarakan di Ruang Tamu, Kakek menyuruh Riehla ke Ruang Kerja-nya. Di dalam ruangan yang cukup luas itu hanya ada Kakek dan Riehla yang duduk saling berhadapan."Ada hal penting yang mau Kakek sampaikan." Dengan wajah serius."Sebelum itu, boleh Riehla katakan sesuatu? Riehla juga memiliki hal penting yang perlu Kakek tahu.""Katakan saja.""Sebenarnya Zena itu anak Riehla dan Ellio. Maaf Riehla sudah menyembunyikannya selama ini."Kakek nampak tenang-tenang saja. "Ellio sudah memberitahu Kakek. Kakek senang kalau ternyata Zena adalah cicit Kakek. Terima kasih sudah mau jujur."Riehla menggelengkan kepala. "Kakek gak perlu berterima kasih." Mengetahui Ellio mau pun Kakek yang tidak marah akan apa yang ia lakukan, Riehla merasa semakin bersalah.Pria lansia itu terlihat membuka salah satu meja kerja. Mengambil sesuatu. Meletakkan dua buah foto di atas meja tepat di hadapan Riehla.Riehla lihat ada sesosok Ayah-nya di kedua foto bersama Kakek. Foto yang terlihat diambil saa
Riehla yang menempati salah satu meja sebuah Restaurant Jepang itu tengah menatap Ellio yang berada di depan sana, memesan makanan. Riehla nampak bingung. Ia masih belum tahu harus seperti apa.Apa tidak apa memiliki hubungan dengan Sepupu sendiri? Walau hal itu bukan dosa dan lagi pula semua terjadi sebelum Riehla tahu bahwa Ellio adalah Sepupunya.Ellio duduk di kursi tepat di hadapan Riehla. "Riehla," ujar Ellio."Iya?""Kamu tahu kan kalau aku gak mau kehilangan kamu lagi?""Iya.""Aku gak mau buang-buang waktu lagi. Aku ingin segera melakukannya. Biarkan aku menjadi suami kamu dan Papa Zura."Seharusnya Riehla sangat bahagia. Tetapi, kenyataan itu menahan perasaannya. Bagaimana Riehla mengatakannya pada Ellio jika mereka Sepupu?Melihat respon Riehla yang nampak tidak senang, Ellio sentuh salah satu tangan Riehla yang berada di meja. "Kali ini aku gak akan membiarkan kamu pergi. Apa pun yang terjadi aku akan mempertahankan kamu dan Zura."Lagi-lagi Riehla hanya diam. Sungguh tida
"Aku tahu kamu di sini dari Ibu," ucap Ellio yang sudah duduk di kursi tepat di hadapan Riehla."Kamu tahu apa yang aku lakukan di sini?""Aku akan tunggu sampai kamu siap buat cerita."Riehla ambil tas yang berada di kursi samping, berdiri dari duduk. "Aku sudah harus ke Kantor.""Biar aku antar." Sembari berdiri dari duduk."Aku bawa motor." Melangkah meninggalkan Ellio.Ellio balikan tubuh, menatap kepergian Riehla dengan perasaan sedih. Mau sampai kapan Riehla mengabaikannya? Seperti itulah yang tengah Ellio pikirkan.Yura yang ternyata belum pergi, tengah memesan kopi. Menatap kasihan Ellio. Selalu ada yang terjadi dengan hubungan mereka. Tidak bisakah baik-baik saja?Mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang dan berhenti saat lampu merah. Di depan sana ada wanita dan pria yang menyeberang dengan seorang anak kecil laki-laki yang dituntun pria itu.Riehla ingin seperti itu juga. Hidup bahagia bersama Ellio dan Zura tanpa mengkhawatirkan apa pun. Namun, selalu ada yang t
Duduk saling berhadapan dengan suasana Restaurant yang tenang, Riehla tampak serius. Apa yang akan perempuan itu katakan? Mungkinkah Riehla akan mengatakan bahwa semua cukup sampai di sini?"Kamu gak seperti biasanya lebih banyak diam," ujar Ellio."Aku—"Riehla menghentikan ucapannya saat pelayan perempuan datang membawa pesanan mereka. "Apa yang mau kamu katakan?" tanya Ellio saat pelayan itu telah pergi."Terima kasih karena selama ini kamu selalu mengerti. Kamu selalu berusaha memahami aku.""Kamu terus berterima kasih. Kamu tahu? Aku terlalu takut dengan ucapan terima kasih kamu. Aku takut kalau ucapan terima kasih kamu akhir dari hubungan kita, Rie.""Aku cuma ingin menjadi istri yang baik buat kamu nanti, kamu tahu itu kan? Aku gak pernah berharap lebih dari sekedar menjadi nyonya Ellio.""Aku sangat tahu.""Tapi ... haruskah kita lanjutkan hubungan ini? Aku terus memikirkannya, El."Tiba-tiba Ellio berpindah duduk menjadi di samping Riehla. Menggenggam kedua tangan Riehla. Men
Riehla yang nampak lebih cantik dari biasanya dengan dress biru muda selutut berlengan panjang terlihat diarahkan masuk ke dalam suatu Restaurant dengan Ellio yang menuntunnya.Sampainya di tempat yang sudah ditentukan, Ellio yang berdiri di depan Riehla, perlahan membuka penutup mata yang dipakai Riehla. Betapa terharu dan tidak menyangkanya Riehla atas kejutan yang diberikan Ellio.Saat manik mata Riehla tertuju pada Ellio, Ellio memperlihatkan senyum manisnya. Tiba-tiba Ellio berjongkok. Mengeluarkan sebuah kotak kecil putih dari saku mantel cokelat tuanya. Memperlihatkan sebuah cincin berlian yang indah."Cincin yang kamu kasih kan masih ada.""Mengingat apa yang terjadi sebelumnya bukankah kita harus mengganti dengan yang baru? Terlalu banyak menyimpan momen yang sedih cincin itu, Rie.""Benar. Kita perlu mengukir kenangan indah yang baru." Lalu, tersenyum manis.Ketika Ellio mengeluarkan cincin itu spontan Riehla mengulurkan tangan kanannya. Ellio pasang cincin itu pada jari man
Riehla perhatikan Ellio yang merebahkan dengan lembut tubuh mungil Zura di atas ranjang. Bahkan menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuh sang putri."Terima kasih untuk malam ini," ucap Riehla yang berdiri di samping Ellio."Kamu gak perlu terima kasih."Ellio menarik lembut salah satu tangan Riehla, membawa perempuan itu masuk ke dalam dekapannya. "Aku justru yang seharusnya terima kasih. Terima kasih mau mempertahankan hubungan ini dan gak pergi lagi.""Aku gak mau jadi orang yang hanya memikirkan pendapatan diri sendiri lagi."Ellio lepas pelukan itu. Mengelus lembut kepala Riehla. "Jangan berpikiran lagi untuk melepas tangan aku. Gak ada kamu di hidup aku rasanya berat.""Janji."Disudahinya mengelus lembut kepala Riehla. "Oh ya, honeymoon mau ke mana? Biar aku persiapkan dari sekarang."Tiba-tiba pipi Riehla merah merah. Entah apa yang dipikirkan perempuan satu itu, Riehla nampak malu. Ellio yang melihat itu tersenyum gemas. "Hayo apa yang kamu pikirkan," goda Ellio."Gak ad