Lima menit yang lalu Jovie terbangun dari tidurnya. Alih-alih menyambut pagi dengan ceria seperti hari-hari sebelumnya, saat ini dia sedang mengacak-acak rambutnya sendiri sambil berkali-kali mengumpat pada dirinya sendiri.
Semalam, dengan bodohnya dia meninggalkan kliennya sendirian di bar, sedangkan dirinya kabur setelah Jace berbisik padanya bahwa mereka berjodoh. Dia benar-benar melupakan ada klien yang harus dia temani dan menjadi tanggung jawabnya.
Sialnya lagi, Jovie baru mengingat hal itu ketika dia sudah berada di dalam apartemennya. Beruntung setelah itu Jace mengiriminya sebuah pesan bahwa kliennya sudah diamankan olehnya dan akan diantar ke hotel dengan selamat. Meskipun itu berarti, dia jadi memiliki utang budi lagi pada pria itu.
Sesampainya Jovie di hotel, dia sudah bersiap-siap untuk menghadap Corey untuk meminta maaf, karena telah meninggalkan kliennya di bar. Langkahnya pelan saat menuju ke ruangan pemilik hotel itu karena di dalam pikirannya sedang sibuk untuk mencari alasan yang tepat. Tidak mungkin Jovie mangatakan dia melarikan diri setelah mendengar ucapan aneh dari Jace.
Jovie masuk ke dalam ruangan Corey. setelah mengetuk pintu tiga kali. Saat wanita itu melangkah mendekati meja, Corey mendongak dan langsung berdiri.
“Jovie, kau baik-baik saja?” Corey memutar tubuh Jovie, membuat wanita itu kebingungan.
“Baik, tapi ada apa?” tanya Jovie bingung.
“Maafkan aku karena telah tanpa sengaja menempatkanmu dalam masalah. Semalam Jace menghubungiku. Dia menceritakan ada pria yang menggodamu dan sampai membuatmu terluka.”
Meskipun Jovie masih terkejut, tapi dia berusaha untuk tersenyum untuk meyakinkah Corey bahwa dirinya baik-baik saja.
“Tindakan Jace sudah tepat saat menyuruhmu untuk pulang lebih dulu. Aku harus mentraktirnya kapan-kapan karena dia telah membantu klien kita semalam dan membuatmu aman dari pria hidung belang itu.” Corey masih saja menyuarakan pikirannya tanpa memberikan kesempatan Jovie untuk bicara.
“Kau yakin baik-baik saja?” tanya Corey lagi.
Jovie tersenyum. “Tenanglah, Bos. Aku baik-baik saja. Jace terlalu melebih-lebihkan. Aku tidak terluka sama sekali.”
‘Justru dia yang terluka karena aku,’ batin Jovie.
“Syukurlah kalau begitu. Ada hal yang perlu kau sampaikan?” Corey kembali pada mode professional.
Secara teknis, tidak ada lagi yang perlu disampaikan oleh Jovie. Justru dia akan membuat alasan Jace menjadi kacau jika dia meminta maaf, karena telah meninggalkan klien semalam.
“Tidak ada, aku hanya sedang memeriksa air di kamar mandi lantai ini. sangat tidak sopan jika tidak menyapamu. Kalau begitu, aku permisi.”
Corey terkekeh mendengarnya. “Baiklah, terima kasih untuk kerja kerasnya, Jovie. Kau memang tidak pernah mengecewakan.”
Dengan segera Jovie keluar dari ruangan Corey dan kembali ke ruangannya sendiri. Dia masih tidak percaya dengan sikap Jace yang mencoba untuk melindunginya lagi. Bahkan sampai Jovie masuk ke ruangannya, dia masih memikirkan hal itu. Dua kali dia diselamatkan oleh Jace dari kesalahan pekerjaannya, dan dua kali juga dia diselamatkan dari situasi buruk yang menimpa dirinya.
Kaki Jovie tak sengaja menendang kotak hitam yang masih tersimpan di bawah meja. Helaan napas terdengar sebelum dia meraihnya dan meletakkannya di atas meja.
“Benar, aku harus mengembalikannya,” gumam Jovie sambil mengambil ponsel yang masih berada di dalam tas. Beruntung, dia memiliki nomor Jace, karena di awal Corey sudah memberikan padanya.
“Selamat pagi, Tuan Sherwood. Maaf mengganggu waktumu. Bisakah aku berbicara dengamu sebentar?” ucap Jovie setelah panggilannya diterima.
“Tentu saja, ada masalah apa, Nona Montgomery? Apakah sepagi ini kau sudah merindukanku?”
Jovie mengernyitkan keningnya.
“Ada hal yang ingin kusampaikan, seharusnya aku bisa mengatakannya di telepon, tapi kurasa itu sangat tidak sopan. Bisakah kita bertemu sebentar hari ini?”
“Aku selalu memiliki waktu untukmu, Nona, tapi sayangnya, hari ini aku baru bisa menemuimu malam hari selepas jam makan malam. Apakah tidak masalah? Sebenarnya aku bisa saja membatalkan acara makan—”
“Baik, setelah jam makan malam adalah waktu yang sangat bagus. Di mana aku bisa menemuimu, Tuan Sherwood?”
“Harga diriku sangat tinggi untuk pertemuan dengan wanita cantik. Aku yang akan menemuimu di hotel.”
Jovie mengerutkan keningnya. Tidak ingin berdebat, akhirnya Jovie menyanggupi ucapan Jace. “Baiklah, aku akan menunggumu nanti malam. Terima kasih atas waktunya, Tuan Sherwood. Selamat pagi.”
***
Jace berdendang riang saat berjalan dari parkiran hotel yang berada di luar menuju ke lobby. Panggilan Jovie tadi pagi membuatnya mengira bahwa wanita itu mulai takluk padanya. Ucapannya semalam mengenai jodoh memang sangat jenius.
Satu pesan singkat telah dikirim ke Jovie begitu dia sampai. Saat kakinya melangkah ke lantai lobby, terlihat Jovie keluar dari lift sambil membawa kotak besar yang terlihat familiar di matanya.
“Terima kasih atas kirimannya, tapi kurasa aku tidak membutuhkannya. Aku kembalikan semuanya padamu.” Jovie menyerahkan kotak hitam itu pada Jace.
“Kenapa tiba-tiba kau kembalikan?” Jace merasa heran saat menerima kotak itu dari tangan Jovie.
“Bukan tiba-tiba, tapi aku memang sudah berniat untuk mengembalikannya dari beberapa hari yang lalu,” jawab Jovie tenang.
Jace melirik sebentar pada kotak itu. “Kau tidak perlu mengembalikannya, Nona Montgomery.”
Jovie tersenyum. “Aku tidak mungin memakainya, Tuan Sherwood. Jadi percuma saja kalau kusimpan. Aku takut malah membuat barang pemberianmu menjadi rusak. Meskipun begitu, terima kasih atas perhatiannya.”
Jace memiringkan kepalanya. Tidak ada gunanya untuk berdebat perihal kotak itu untuk saat ini. “Kau sudah makan?”
“Aku baru saja selesai makan saat menerima pesanmu.”
“Kalau begitu, mari kuantar kau sampai ke apartemenmu. Karena kita sudah bertemu, sangat disayangkan kalau tidak berbincang sebentar, bukan?”
Jovie sebenarnya enggan untuk menerima tawaran itu, tapi sepertinya hanya itu satu-satunya waktu yang bisa dia gunakan untuk mengucapkan rasa terimakasihnya.
Jace menutup pintu bagasi belakang untuk meletakkan kotak hitam yang tadi dikembalikan oleh Jovie, baru kemudian dia masuk dan duduk di balik kemudi. Sebelum menyalakan mesin mobilnya, dia menoleh sebentar dan tersenyum pada Jovie yang juga sedang melihatnya.
Saat mobil sudah masuk ke jalan utama Manhattan, Jovie mulai melirik Jace sebelum dia memulai berbicara.
“Tuan Sherwood, aku ingin berterima kasih karena kau telah membantuku berkali-kali.”
“Kau sudah berutang dua kali padaku.”
“Bagaimana caranya untukku membalas utang itu? Mauku traktir makan malam? Atau kau sedang menginginkan barang? Aku akan membelikannya untukmu.”
Jace menghentikan laju mobilnya karena lampu merah, kemudian menoleh pada Jovie dan menatapnya dalam. “Beri aku dua permintaan yang tidak akan pernah bisa kau tolak. Itu caranya balas utang jasa itu.”
“Permintaan apa itu?” tanya Jovie membalas tatapan Jace.
Jace menyeringai, dan kembali melajukan mobilnya. “Tidak sekarang, Nona Montgomery—nanti setelah aku menginginkan sesuatu, aku akan mengatakannya padamu.”
Jovie menyipitkan matanya. “Tapi ingat, aku tidak menerima permintaan yang aneh-aneh.”
Jace tertawa mendengar kekhawatiran Jovie. “Tenang saja. aku tidak akan pernah melakukan hal yang buruk padamu.”
Mereka sampai di depan gedung apartemen Jovie. Wanita itu segera turun dan sekali lagi mengucapkan terima kasihnya pada Jace. Tanpa menunggu Jace pergi, dia melangkah masuk dan segera naik ke unit apartemennya.
Sekitar lima menit setelah dia meletakkan tas kerjanya di atas meja dan membuka kulkas untuk mencari air minum, terdengar suara bel berdering. Meskipun sedikit aneh karena menerima tamu di malam hari, Jovie tetap mengayunkan kakinya cepat untuk membuka pintu.
Betapa terkejutnya dia saat melihat kotak hitam yang tadi dia kembalikan ke Jace sudah berada di hadapannya lagi. Jovie melongok dan melihat ke kiri dan kanan, tidak terlihat sosok Jace di mana pun. Pada akhirnya, dia mengambil kembali kotak itu dan membawanya masuk ke dalam apartemen.
Notes kecil terlihat direkatkan di atas kotak, Jovie mengambilnya setelah meletakkan kotak itu di atas meja.
Nona Montgomery,
Barang yang sudah kuhadiahkan tidah boleh dikembalikan. Simpan saja, suatu saat pasti akan berguna. Tidurlah yang nyenyak malam ini.
-Jace-
Jovie terlihat serius saat menatap layar monitor yang menampilkan tabel stock opname dari fasilitas hotel yang dilampirkan di laporan bulanan. Beberapa menit yang lalu dia baru saja menerima email laporan itu dari divisi terkait. Meskipun saat ini sudah lewat jam kerja, tapi dia harus segera menyelesaikannya sebelum diserahkan pada Corey.Jovie sempat melirik jam yang melingkar di tangannya, sudah hampir jam makan malam. Dalam hatinya, dia berniat untuk makan di apartemen saja. Sedikit telat tidak masalah, asalkan laporannya aman dan dia tidak perlu lembur lagi di hari-hari berikutnya.Ponselnya berdering. Sedikit enggan dia melirik ke arah layar, tapi seketika tatapannya berubah menjadi sedikit tertarik saat melihat nama yang tertera adalah nama Jace Sherwood. Embusan napas panjang lolos di bibirnya. Dia bermaksud menolak, tapi dia mengingat bahwa Jace adalah investor besar di hotel di mana dirinya bekerja. Dengan terpaksa, wanita cantik itu menggeser tombol hijau untuk menerima pang
Seharian ini Jovie merasa ada yang aneh pada dirinya. Seharusnya dia tidak boleh begitu, tapi sialnya dia menjadi sedikit bersemangat dan ingin cepat-cepat berganti malam karena Jace bilang akan menjemputnya lagi. Untuk kesekian kalinya, Jovie akan segera menggelengkan kepalanya saat pikiran itu kembali datang. Tidak mungkin dia merasa bersemangat hanya karena hal seperti itu. Begitulah yang sedang berulang kali ada di dalam pikirannya.“Jovie, kau mendengarku?” Corey menjentikkan tangannya di depan wajah Jovie.“A-apa? Bagaimana?” Jovie tersentak.Corey memiringkan sedikit kepalanya saat memperhatikan sikap Jovie yang menurutnya sedikit aneh hari ini. “Permintaan relasi yang akan membawa keluarganya minggu depan ke sini. Apakah kau sudah menunjuk satu orang khusus yang akan melayani semua kebutuhan mereka selama di sini? Kau tahu dia adalah orang yang sedikit cerewet, bukan?”Jovie mengerjap cepat untuk menghilangkan pikiran yang tidak seharusnya dia pikirkan. “Aku sudah menunjuknya.
Jace tidak langsung bangun pagi ini. Dia mencoba mengingat hal apa saja yang dia lakukan semalam. Pandangannya mulai mengedar, dan sontak membuatnya terduduk cepat. Antara percaya dan tidak percaya, logikanya sedang berperang dengan memorinya yang menghilang dalam semalam. Sialnya, sekuat apa pun dia berusaha untuk mengingat, tapi tidak ada sedikit pun hal yang bisa dia ingat.“Kau sudah bangun?” sapa Jovie setelah menoleh sebentar dari arah dapur.Jace menatap bingung ke arah Jovie. Entah bagaimana caranya dia bisa sampai di tempat ini, yang dia ingat semalam hanyalah saat dia sedang berusaha kabur dari kenalannya yang selama beberapa waktu terakhir ini terus saja mengekor padanya.“Kenapa aku bisa di sini?” tanya Jace bingung.Jovie mendengkus kasar. Kedua tangannya mengangkat satu panci berukuran sedang berisi sup daging dan beberapa sayuran di kulkas yang dia masak khusus untuk meredakan pengar yang pasti sedang dirasakan Jace. Setelah semalaman mabuk parah seperti itu, pasti saat
Mata Jovie mengkilat penuh semangat saat melihat stand permainan tembak berhadiah. Tanpa menunggu persetujuan dari Jace, dia melangkah cepat ke sana, membayar tiket dan mengambil senapan dengan peluru plastik di dalamnya.Jovie menutup sebelah matanya untuk mengintip dan menentukan bidikan. Jari telunjuk kanannya telah siap untuk menarik pelatuk. Di sebelahnya, Jace menatap dengan penasaran.“Kau bisa melakukannya?” tanya Jace penuh rasa penasaran.Jovie tidak menjawab. Dia harus berkonsentrasi sebelum melepas tembakannya. Dalam satu percobaan, satu kaleng berhasil dirobohkan. Kemudian, dia menoleh pada Jace sambil menyeringai, “Tentu saja.”Permainan kembali dilanjutkan. Jovie menembak semua kaleng dengan sangat mulus. Hadiah utama berhasil dia terima hanya dengan membayar satu tiket saja. Sebuah boneka beruang yang pas dengan dekapannya berhasil dia bawa pulang.“Siapa kau sebenarnya?” tanya Jace dengan raut wajah bingung. “Aku tidak menyangka kau bisa melakukannya dengan sangat bai
Jace menghentikan langkahnya sejenak saat dia melihat Cassy Cowen—anak dari rekan bisnisnya, sedang berjongkok di depan pintu penthouse miliknya. Wajah wanita yang selalu mengaku sebagai kekasih Jace ke semua orang itu terbenam sepenuhnya di antara kedua lututnya.Jace menghela napasnya. Sudah dari lama dia ingin lepas dari wanita itu, tapi entah bagaimana Cassy sangat lihai untuk bisa menjeratnya lagi, dan lagi. Jace jadi kembali mengingat saat dia datang ke apartemen Jovie dalam keadaan mabuk karena harus membuat seseorang melepaskannya, itu semua juga karena wanita itu.“Kenapa kau di sini?” Jace mendekat pada Cassy, melututkan satu kakinya agar sejajar dengan posisi Cassy.Cassy mendongak, matanya sayu—terlihat sedikit mabuk. “Harusnya aku yang bertanya, Jace. Kenapa kau mengubah sandi pintunya? Kau tahu berapa lama aku harus menunggu di sini?” Cassy memukul pelan dada Jace dengan wajah cemberut.Jace mendesah. Tampaknya Cassy sudah berada di sini cukup lama, menunggunya yang bar
Musim gugur telah datang, terhitung dari beberapa minggu setelah Jovie melihat pesta kembang api bersama dengan Jace. Sialnya bagi seorang Jovie adalah, dia selalu saja terkena flu saat pergantian musim dari musim panas ke musim gugur. Terlebih saat rutinitas aktivitasnya meningkat, seperti saat ini. Dari semalam dia mulai tidak enak badan, dan puncaknya sekarang, dia merasa pusing dan demam.Setelah beberapa saat menimbang situasinya, Jovie memutuskan untuk izin setengah hari. Jika dipaksakan, dia khawatir akan semakin parah. Namun, sial lagi baginya, Corey baru saja memberi tahu kalau dia harus menemui Jace untuk membicarakan perihal proposal pasokan barang kebutuhan dapur di hotel. Selain sebagai investor, Jace juga menjadi pemasok utama bahan-bahan yang dihasilkan langsung dari kebun perusahaannya.“Taksi sudah kupesankan, kau tinggal siap-siap saja. Jangan lupa untuk membawa form persetujuan, ya.” Corey kembali berkata melalui interkom.“Got it. By the way, Corey … setelah aku pe
Kejadian Jovie pingsan di rumah kaca milik Jace kemarin, membuat Corey akhirnya memaksa Jovie untuk beristirahat total di apartemen sampai wanita itu benar-benar sehat. Bahkan Corey sampai mengancam untuk memotong gaji Jovie jika terus memaksa untuk masuk kerja. Jika tak seperti itu, maka Jovie akan terus menerus bekerja, tanpa memikirkan kondisi kesehatannya. Ya, ancaman Corey telah berhasil membuat Jovie patuh.Jadi di sinilah Jovie sekarang, di apartemennya, tidak tahu harus berbuat apa selain tidur, memindah saluran tv karena tidak ada satu pun acara yang menarik perhatiannya, mengintip ke jendela untuk melihat hiruk pikuk jalanan Manhattan, dan menyantap makanan seadanya di dalam kulkas tanpa memasaknya terlebih dahulu.Bukan karena dia tidak kuat untuk memasak, tapi dia terlalu malas untuk melakukannya. Menurutnya saat ini adalah, yang penting dia menjejalkan sesuatu ke mulutnya untuk syarat minum obat. Selebihnya, dia memutuskan untuk tidur.Saat malam, ketika Jovie akan mencar
Dorongan kasar Jace pada Cassy di atas meja kerjanya membuat wanita itu menyeringai dengan desahan yang mengundang nafsu. Kilatan mata dari Jace membuatnya merasa menang malam ini. Sebelah tangan Cassy menarik kerah jas milik Jace, membuat pria itu hanya berjarak sejengkal dengannya, sebelum akhirnya melumat habis bibir Jace lagi.Entah sejak kapan, tubuh Cassy yang telah polos tak tertutup apa pun telah berpindah ke sofa, payudaranya yang besar menjadi sasaran empuk Jace. Sebelah tangan pria itu meremas tanpa ampun sisi kenyal sampai Cassy menggeliat nikmat, sementara sisi lainnya lagi telah disesap habis-habisan.Jace menggila, bahkan saat hentakan Jace semakin cepat, tak peduli desahan Cassy yang semakin kacau karena tak bisa lagi menahan rasa nikmatnya bercampur dengan rintihannya karena mulai kewalahan. Ini sebuah hukuman, dan Jace tidak akan melepaskan Cassy sampai wanita itu memohon untuk berhenti.Namun, pikiran Cassy berbeda dari malam-malam sebelumnya. Dia mulai merasa posis