Kejadian Jovie pingsan di rumah kaca milik Jace kemarin, membuat Corey akhirnya memaksa Jovie untuk beristirahat total di apartemen sampai wanita itu benar-benar sehat. Bahkan Corey sampai mengancam untuk memotong gaji Jovie jika terus memaksa untuk masuk kerja. Jika tak seperti itu, maka Jovie akan terus menerus bekerja, tanpa memikirkan kondisi kesehatannya. Ya, ancaman Corey telah berhasil membuat Jovie patuh.Jadi di sinilah Jovie sekarang, di apartemennya, tidak tahu harus berbuat apa selain tidur, memindah saluran tv karena tidak ada satu pun acara yang menarik perhatiannya, mengintip ke jendela untuk melihat hiruk pikuk jalanan Manhattan, dan menyantap makanan seadanya di dalam kulkas tanpa memasaknya terlebih dahulu.Bukan karena dia tidak kuat untuk memasak, tapi dia terlalu malas untuk melakukannya. Menurutnya saat ini adalah, yang penting dia menjejalkan sesuatu ke mulutnya untuk syarat minum obat. Selebihnya, dia memutuskan untuk tidur.Saat malam, ketika Jovie akan mencar
Dorongan kasar Jace pada Cassy di atas meja kerjanya membuat wanita itu menyeringai dengan desahan yang mengundang nafsu. Kilatan mata dari Jace membuatnya merasa menang malam ini. Sebelah tangan Cassy menarik kerah jas milik Jace, membuat pria itu hanya berjarak sejengkal dengannya, sebelum akhirnya melumat habis bibir Jace lagi.Entah sejak kapan, tubuh Cassy yang telah polos tak tertutup apa pun telah berpindah ke sofa, payudaranya yang besar menjadi sasaran empuk Jace. Sebelah tangan pria itu meremas tanpa ampun sisi kenyal sampai Cassy menggeliat nikmat, sementara sisi lainnya lagi telah disesap habis-habisan.Jace menggila, bahkan saat hentakan Jace semakin cepat, tak peduli desahan Cassy yang semakin kacau karena tak bisa lagi menahan rasa nikmatnya bercampur dengan rintihannya karena mulai kewalahan. Ini sebuah hukuman, dan Jace tidak akan melepaskan Cassy sampai wanita itu memohon untuk berhenti.Namun, pikiran Cassy berbeda dari malam-malam sebelumnya. Dia mulai merasa posis
“Kita ke rumah sakit saja, ya.” Untuk kesekian kalinya Jace meminta Jovie untuk bersedia pergi ke rumah sakit. Rasa khawatir pria tampan itu sangat terlihat jelas. Dia marah pada dirinya yang tak berhasil menangkap penabrak Jovie.Jovie dengan cepat menggeleng. Dia bahkan harus mengatakan tidak berkali-kali dan membiarkan Jace mengekor padanya sampai masuk ke dalam ruang kerjanya.“Bekas memarnya terlalu besar, aku khawatir ada tulang yang retak, atau pendarahan di dalam, atau—”“Aku baik-baik saja, Jace,” potong Jovie meyakinkan agar Jace tidak khawatir. “Hanya perlu dikompres es saja. Imajinasimu terlalu berlebihan. Memarnya akan segera hilang.”Jace tak melepaskan pandangannya pada memar di lengan Jovie yang mulai terlihat keunguan. “Tapi rasanya pasti sakit, kan? Setidaknya kau akan mendapat obat penahan nyeri kalau ke rumah sakit.”Jovie tertawa mendengar kekhawatiran Jace yang menurutnya berlebihan. “Kau pernah dengar kalau obat penahan nyeri bisa dibeli bebas di apotek?”Jace m
Seringai terlihat dari wajah Cassy saat Jace mulai menyerah. Posisinya yang tadi meringkuk seakan menahan sakit, sekarang telah beringsut mendekat pada Jace, menciptakan gestur menggoda. Gaun tidur berbahan satin yang sengaja dia kenakan menampakkan lekuk tubuhnya saat merayap pada pangkuan Jace.“Hanya ada satu cara agar perutku membaik, Jace. Kau menjadi milikku,” ucap Cassy, dengan suara menggoda.Jace mengepalkan kedua tangannya. Helaan napas yang dalam lolos dari dirinya. Saat ini dia tak lagi bisa menoleransi sikap Cassy. Menurutnya ini sudah keterlaluan. Sikap kekanak-kanakan Cassy telah berhasil membuatnya terlihat seperti pria yang tak bisa menepati janji di mata Jovie.“Turun dari pangkuanku, Cassy!” suara Jace teredam, berusaha untuk menahan emosi yang mulai menjalar.Cassy menggeleng manja. Tubuhnya semakin dirapatkan pada Jace, mencoba untuk mengundang gairah sang casanova. Sembulan kenyal di bagian dada, menghimpit tubuh Jace. Kedua mata Cassy menggelap, malam ini yang d
Laju mobil tak berbelok di jalur yang seharusnya. Jovie menoleh ke kiri dan kanan, mencoba untuk membaca situasinya. “Jace, kau tidak lupa jalan menuju ke apartemenku, kan?”Jace menggeleng sambil menyeringai tipis. “Bahkan ketika mabuk pun aku bisa sampai di apartemenmu, tandanya aku mengingat dengan jelas arah ke sana.”Jovie kembali melempar pandangannya melalui jendela mobil, kemudian menengok ke belakang. Keningnya mengerut, bersiap untuk protes pada Jace. “Ini bukan jalan menuju ke apartemenku!”“Siapa yang bilang kita akan pergi ke apartemenmu?” ucap Jace santai tanpa dosa. “Ada tempat yang ingin aku kunjungi bersamamu.”Jovie hampir mengumpat karena sikap seenaknya sendiri yang selalu dilakukan oleh Jace. “Kau menculikku!”Jace menghela napasnya. “Semua orang menunggu untuk kuculik, dan kau justru marah, Nona Montgomery?”“Jace!! aku tidak sedang dalam mode bercanda!” Jovie melayangkan sorot tajamnya pada Jace yang bahkan tidak memandangnya.“Begitu pun juga denganku, Jovie. A
Kesalahan yang tidak untuk disesali. Sepertinya itu adalah ungkapan yang paling tepat untuk situasi Jovie sekarang. Meskipun badannya mulai menggigil sampai kedua tangannya memeluk erat dirinya sendiri dan berusaha untuk bergerak lebih banyak untuk mengusir rasa dingin, tapi dia tidak menyesali sedikit pun hal yang baru saja dia lakukan. Kapan lagi bisa bermain air pantai tanpa memikirkan beban di kehidupannya, kan?Jovie tersenyum saat melihat Jace berlari dari toko souvenir yang berada di pinggiran pantai. Di tangannya terlihat sedang menenteng kantong belanjaan besar. Melihat Jovie yang berdiri di sebelah mobil, membuat Jace berlari ke arah wanita itu dengan kening mengerut.“Kenapa kau tidak masuk ke dalam mobil? Kau jadi kedinginan.” Jace menangkupkan handuk yang baru saja dia beli ke tubuh Jovie.“Aku tidak ingin mengotori mobilmu. Lagi pula ini tidak terlalu dingin.” Jovie merapatkan handuk yang saat ini telah menutupi tubuhnya.Jace menghela napasnya. “Maaf karena hanya ada ka
“Shit!” Cassy membanting ponselnya ke lantai setelah melihat postingan foto di akun sosial media milik Jace bersama dengan Jovie di pantai. Wajah wanita itu tampak memerah, menahan amarah pada Jace. Puluhan pesan dan panggilan keluar yang diabaikan oleh Jace, ternyata karena pria itu sedang bersama dengan wanita lain.“Jace sialan!” Vas bunga yang baru saja dia beli beberapa hari lalu juga ikut terkena amukannya. Pecahan beling berserak di lantai, tergeletak di atas genangan air dan beberapa tangkai mawar. Hati Cassy hancur. Lebih dari itu, dia benar-benar tidak bisa megendalikan emosinya.Dengan gerakan ceroboh, dia mengambil lagi ponselnya dan kembali membuka foto Jace. Kedua jari tangannya mencubit layar untuk memperbesar wajah Jovie. Sorot matanya terlihat dalam, amarah yang tadinya Cassy lontarkan untuk Jace, kali ini telah dia targetkan pada Jovie.“Kau, wanita jalang! Aku tidak akan pernah tinggal diam dengan semua ini. Aku pastikan kau tidak akan pernah bahagia!”***Jovie men
Kembali ke rutinitas Jovie di setiap hari minggu, berbelanja kebutuhan dapur untuk pekan berikutnya. Tak perlu membutuhkan waktu lama karena tidak banyak yang harus dia beli. Hanya buah-buahan, roti, dan beberapa bungkus olahan daging. Setelah menyelesaikan acara belanjanya, Jovie bergegas keluar dari supermarket.Akhir-akhir ini cuaca semakin dingin, tapi sepertinya tak masalah karena akhir-akhir ini juga, kehidupan Jovie menjadi sedikit berwarna. Mungkin karena dia mulai mengalah pada egonya untuk mengakui bahwa dia mulai memiliki perasaan pada Jace? Entahlah, yang jelas, musim gugur yang biasanya membuat wanita itu menjadi lebih sering lelah, pada saat ini tidak dirasakannya lagi.Jovie berjalan cepat melewati area parkiran luas di depan supermarket, dia harus memburu bus yang akan lewat lima belas menit lagi. Namun, saat dia berjalan dengan tatapan lurus ke depan, tiba-tiba saja ada seseorang yang menabrak pundaknya dari belakang dan berlari begitu saja.Kantong belanjaan Jovie te
“Jovie, Kiddos! Bisakah kalian berkumpul di ruang santai sebentar?!” teriak Jace, sepulang dari kantor, di awal liburan musim panas yang telah dinantikan oleh keluarganya.Judith dan Jonan bahkan sampai hampir begadang semalaman karena merayakan hari bebasnya untuk libur selama musim panas. Jika saja Jovie tidak mengomel dan menghentikan paksa kegiatan mereka, sudah dipastikan bahwa mereka berdua tidak akan beranjak dari ruang bermainnya.Tak lama kemudian, Jovie yang sepertinya baru saja selesai mandi, berjalan tergopoh dengan wajah bingung. Rambutnya bahkan masih setengah basah, tidak sempat berlama-lama dikeringkan dengan hair dryer karena teriakan dari Jace. Sementara Judith dan Jonan, mereka berlari dengan tatapan antusias, bercampur dengan sedikit takut. Mungkin saja, hari ini mereka akan dimarahi oleh Jace karena semalam tidak segera tidur.“Ada apa, Jace? Apa ada masalah?” tanya Jovie waspada.Jace tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat Judith dan Jonan sedi
Keluarga bahagia Jovie telah beberapa bulan ini tinggal di mansion. Sekarang, Judith dan Jonan telah memiliki halaman yang luas untuk bermain. Kamar mereka pun telah masing-masing. Selain itu, Jace juga memperkerjakan beberapa pelayan dan pengasuh pribadi untuk kedua anaknya.Hal itu membuat Jovie menjadi lebih banyak waktu bersantai. Seperti saat ini, ketika dia menemani Jace yang sedang berenang. Wanita itu duduk di kursi malas di pinggir kolam renang, bersantai sambil membaca novel.Setelah beberapa kali putaran bolak-balik, Jace naik dari kolam, menuju ke istrinya yang telah memandangnya sambil tersenyum.“Di mana anak-anak?” tanya Jace.“Sedang tidur bersama pengasuh. Dari pagi mereka membuat para pengasuh kewalahan karena harus menuruti keinginan mereka untuk camping dadakan di halaman depan,” jawab Jovie.Jace tertawa, membayangkan bagaimana sibuknya mengurus dua anak yang sangat aktif itu. “Kurasa mereka tidak akan bangun sampai sore nanti.”Jovie mengangguk setuju. “Tampaknya
“Hei, Honey. Bisa minta tolong panggilkan Judith dan Jonan untuk makan? Dari tadi mereka terlihat sibuk di kamarnya. Makan siang sebentar lagi akan selesai,” ucap Jovie tanpa mengalihkan pandangannya dari wajan yang berdesis berisik karena potongan daging yang baru saja dia masukkan.“Sure,” ucap Jace.Hari minggu yang cerah, tidak ada jadwal yang mengharuskan mereka untuk pergi. Dari pagi Judith dan Jonan telah sibuk, entah apa yang sedang mereka lakukan. Sementara Jace menikmati waktu santai dengan melihat film dan sesekali bermain game di ponsel.Semenjak berkeluarga, dia benar-benar membuat hari minggu sebagai hari bebas kerja. Entah itu urusan pekerjaan kantor, ataupun urusan di klub. Dia hanya ingin fokus pada keluarga kecilnya.Jace mengetuk pintu kamar si kecil yang masih sharing bedroom. Saat pintu dibuka, Judith dan Jonan melonjak kaget, sambil berusaha menyembunyikan sesuatu di balik tubuh kecil mereka.Jace menyipitkan kedua matanya, kemudian menutup pintu dan mendekat pad
“This is for you, Mom,” ucap Judith, memberikan sebuah surat pada Jovie yang akan dibawa ke ruang operasi oleh perawat.Hari ini adalah jadwal operasi kelahiran anak kedua dari Jovie dan Jace. sementara Judith yang baru datang bersama dengan orang tua Jace, terlihat sangat antusias untuk menyambut kehadiran adiknya.“Apa ini, Sayang?” tanya Jovie, dengan nada lembut yang selalu dia ucapkan pada anaknya.Judith tersenyum, menampilkan gigi kelincinya yang lucu. “Untuk Mom agar semangat. Aku akan menunggu Mom dan adik bayi di sini.”Jovie tersenyum, sambil membuka lipatan kertas berwarna pink muda itu.*Mommy yang paling cantik, semangat ya. Judith tunggu adik bayi lahir. I love you, Mommy!*Senyum haru terukir di wajah Jovie. Dia kemudian merengkuh Judith, dan memeluknya erat. “Terima kasih, Sayang. I love you too.” Ucapnya, kemudian mencium kedua pipi Judith dan kening putrnya tersebut.Orang tua Jace mendekat, memeluk Jovie bergantian dan mengatakan untuk tidak khawatir. Jovie mengang
Kepulan asap tipis membumbung tinggi dari cangkir berisi kopi yang sedang dipegang oleh Jovie. Rutinitas pagi yang selalu dia lakukan di pagi hari. Menikmati morning coffe time di kursi balkon, sembari menunggu suami dan anaknya bangun untuk sarapan.Satu tangan menelusup lembut melalui belakang lehernya, mengalung dan menggantung di depan dadanya. Detik berikutnya, kecupan pagi mendarat di pipi dari Jace yang tidak pernah dia lewatkan selama lebih dari empat tahun pernikahan mereka.“Good morning, Nyonya Sherwood. Apakah tidurmu semalam nyenyak?” tanya Jace, bermanja di pundak Jovie.Jovie meletakkan cangkirnya di atas meja, lalu menarik Jace untuk berada di depannya. Pria tampan itu pindah, berjongkok dengan satu lutut sambil menatap penuh cinta pada Jovie. Meskipun pernikahan mereka telah berlangsung lama, tapi tidak memudar sedikit pun rasa cinta Jace pada istrinya tersebut. Bahkan, setiap hari bertambah lebih besar.“Tentu saja, Tuan. Kau membuatku tidur dengan sangat nyenyak,” u
“Bisakah sore ini aku ke tempatmu?” tanya Jace, dengan raut wajah serius dengan ponsel menempel di telinganya. Sementara sorot kedua matanya tetap fokus pada laporan penjualan yang tertera di layar monitor.“Oh, great! Aku akan ke sana sekarang. See you soon!”Jace menghela napas, kemudian berdiri dan menyambar kunci mobil yang tergeletak di dekat gagang telpon interkom ruang kerjanya. Langkahnya bergegas cepat, seakan sedang mengejar hal penting yang tidak boleh sampai dilewatkan.Tak lama kemudian, Jace telah sampai di halaman sebuah mansion. Helaan napas kembali terdengar, mengawali raut gelisahnya yang semakin terlihat. Meskipun begitu, kakinya terlihat tegas saat mulai memasuki pintu masuk mansion.“Kalian sudah berada di sini semua?!” Jace tak percaya melihat Zayn dan Andre yang telah duduk santai di sofa ruang santai.Kedua rekannya itu melambai singkat, tanpa beranjak dari posisi duduknya masing-masing. Dari arah dapur, Vintari menyapa Jace sambil membawa satu nampan penuh ber
“Kita akan kembali ke Amerika, kan?” Jace kembali mencoba untuk membujuk Jovie agar mau kembali pulang bersamanya.Jovie tak langsung menjawab. Dia hanya menoleh sebentar, kemudian kembali mencari baju di gantungan lemari. “Jika kau kembali menanyakan hal yang sama berulang kali, aku akan membatalkannya dan melanjutkan kontrak di sini selama beberapa tahun ke depan.”Mendengar itu, membuat Jace langsung melempar majalah yang tadi dia bolak-balik tanpa berniat untuk membacanya. Secepatnya, dia berdiri di belakang Jovie, kemudian memeluknya dari belakang.“Jangan, aku tidak bisa jauh lagi dari kalian,” ucap Jace sambil mengelus perut Jovie lembut.‘Tapi,” ujar Jovie. “Aku harus pergi ke suatu tempat dulu hari ini.”“Ke mana?” tanya Jace.Jovie tersenyum. “Ke acara penting dari orang yang sangat kusayangi.”Jace memicingkan kedua matanya. “Orang yang kau sayang? Ada orang lain lagi selain diriku?”Jovie terkekeh sambil mengangguk. “Kau nanti akan tahu. Bersiap-siaplah, jam enam sore kita
Sepanjang perjalanan Jace untuk menemui Jovie, dia mendapatkan tekanan yang cukup menghantam sisi egonya untuk berkompetisi sebagai seorang pria. Ada pertanyaan yang muncul tentang, mungkinkah Corey menyukai Jovie?Perkataan Corey sebelum dia menutup telpon terakhirnya dengan Jace, membuatnya merasa harus lebih dulu untuk kembali meyakinkan pada Jovie bahwa semua masalah yang terjadi di antara mereka adalah salah paham.Tujuan awal Jace setelah keluar sampai di Seoul adalah Luxio Hotel. Kamar Predisen Suite telah di-booking tanpa sepengetahuan dari Jovie. Setelah memastikan bahwa barang-barangnya telah aman berada di kamar, dia kembali turun ke lobby untuk menunggu Jovie pulang kerja.Sementara itu, Jovie yang tidak menaruh curiga sedikit pun, malam ini turun dengan tenang setelah memastikan semua pekerjaannya selesai. Baby bump di perutnya mulai terlihat. Sesekali dia mengusap perutnya setiap kali dia merindukan Jace. Bahkan hari ini pun dia masih memikirkannya.Berkali-kali Jovie me
Situasi yang tercipta di ruangan kerja Corey tidak bisa dibilang baik-baik saja. suasana tegang mendominasi, mencekam, berusaha saling mengatur emosi untuk tidak meledak.“Sekali lagi aku tidak akan memberi tahu di mana Jovie saat ini berada.” Suara Corey sedingin es, tidak ada niatan sedikit pun untuk membocorkannya lagi.Namun Jace juga tidak menyerah begitu saja. Dia terus dalam pendiriannya untuk mencari tahu di mana Jovie saat ini berada. “Corey, please! Ada hal yang harus kuperbaiki dengannya!”Shit!Corey tidak bisa menahan amarahnya lagi. Kata-kata Jace dari tadi terdengar seperti gonggongan yang hanya menyakitkan telinganya. Cukup satu kali dia memberikan jalan untuk pria itu memperbaiki kesalahan. Nyatanya? Justru semakin membuat Jovie terpuruk sampai di titik saat ini.“Berengsek!” Corey melayangkan tinjunya pada wajah Jace.Jace ambruk, terjatuh ke belakang karena tidak siap dengan pukulan Corey yang tiba-tiba. Meskipun begitu, dia tidak berusaha membalas. Sejatinya, dia j