“Shit!” Cassy membanting ponselnya ke lantai setelah melihat postingan foto di akun sosial media milik Jace bersama dengan Jovie di pantai. Wajah wanita itu tampak memerah, menahan amarah pada Jace. Puluhan pesan dan panggilan keluar yang diabaikan oleh Jace, ternyata karena pria itu sedang bersama dengan wanita lain.“Jace sialan!” Vas bunga yang baru saja dia beli beberapa hari lalu juga ikut terkena amukannya. Pecahan beling berserak di lantai, tergeletak di atas genangan air dan beberapa tangkai mawar. Hati Cassy hancur. Lebih dari itu, dia benar-benar tidak bisa megendalikan emosinya.Dengan gerakan ceroboh, dia mengambil lagi ponselnya dan kembali membuka foto Jace. Kedua jari tangannya mencubit layar untuk memperbesar wajah Jovie. Sorot matanya terlihat dalam, amarah yang tadinya Cassy lontarkan untuk Jace, kali ini telah dia targetkan pada Jovie.“Kau, wanita jalang! Aku tidak akan pernah tinggal diam dengan semua ini. Aku pastikan kau tidak akan pernah bahagia!”***Jovie men
Kembali ke rutinitas Jovie di setiap hari minggu, berbelanja kebutuhan dapur untuk pekan berikutnya. Tak perlu membutuhkan waktu lama karena tidak banyak yang harus dia beli. Hanya buah-buahan, roti, dan beberapa bungkus olahan daging. Setelah menyelesaikan acara belanjanya, Jovie bergegas keluar dari supermarket.Akhir-akhir ini cuaca semakin dingin, tapi sepertinya tak masalah karena akhir-akhir ini juga, kehidupan Jovie menjadi sedikit berwarna. Mungkin karena dia mulai mengalah pada egonya untuk mengakui bahwa dia mulai memiliki perasaan pada Jace? Entahlah, yang jelas, musim gugur yang biasanya membuat wanita itu menjadi lebih sering lelah, pada saat ini tidak dirasakannya lagi.Jovie berjalan cepat melewati area parkiran luas di depan supermarket, dia harus memburu bus yang akan lewat lima belas menit lagi. Namun, saat dia berjalan dengan tatapan lurus ke depan, tiba-tiba saja ada seseorang yang menabrak pundaknya dari belakang dan berlari begitu saja.Kantong belanjaan Jovie te
“Oh shit!” umpat Jace tertahan.Di sebelahnya, Jovie memperhatikan dan tertawa kencang. Teriakan kembali diserukan, keduanya terangkat, bersamaan dengan perahu kora-kora yang mereka naiki sekarang terangkat lebih tinggi ke arah belakang.“Kau takut, Jace?” tanya Jovie di sela-sela teriakannya.Jace menoleh cepat, mengubah ekspresi wajahnya dan menyeringai. “Hah! Siapa bilang? Kau tidak lihat aku sedang menikmatinya?”Jovie tertawa karena ucapan Jace dan raut wajahnya benar-benar tidak selaras. Tangan Jace mengepal kencang, mencoba untuk disembunyikan dari Jovie. Menyadari hal itu, Jovie segera meraih tangan Jace dan menggenggamnya erat.“Hei, kau akan merasa lega kalau ikut berteriak. Ikut aku!” teriak Jovie lagi sambil mencondongkkan badannya ke Jace.Jovie mengangkat tinggi tangan Jace, dan keduanya mulai berteriak kencang saat kora-kora menghempas cepat ke depan. Secara ajaib, semua kecemasan yang Jace rasakan tadi perlahan menghilang. Dia merasa terbebas saat berteriak, perasaan s
“Seharusnya kau lebih sering mengajak kami untuk makan siang di luar seperti ini, Corey.” Jace menyeringai, ketika berbagai macam menu makanan terhidang di meja mereka.“Kau tahu aku pria yang sibuk, bukan?” jawab Corey santai tanpa beban.Jace mendengkus. “Kau mengatakannya seakan hanya kau saja yang sibuk di sini. Aku dan Jovie juga sama-sama sibuk.”Corey menatap keduanya, lalu seringai tipis tersungguing di wajahnya. “Benar juga, kalian memang akhir-akhir ini terlihat sangat sibuk. Benar begitu, Jovie?”Jovie hampir tersedak makanannya saat Corey melempar pertanyaan padanya secara tiba-tiba. Dengan cepat, Jace menyodorkan segelas air minum pada Jovie.“Thanks, Jace.” Jovie terlihat sedikit tersipu.Sebagai perayaan kecil untuk berlangsungnya kerja sama antara Luxio Hotel dan perusahaan milik Jace, Corey siang ini mengajak Jace dan Jovie makan siang di sebuah restoran. Cukup sulit untuk menyesuaikan jadwal mereka bertiga, tapi di sinilah mereka sekarang. Saling berbicara santai dan
Terakhir kali Jace mengajak Jovie pergi ke rumah sakit waktu tangan wanita itu tergores sebelum mereka ke taman hiburan tempo hari, Jovie bisa dengan mulus menolaknya. Namun saat ini, wanita itu tak bisa lagi menolak karena ada Corey yang ikut menyeretnya ke rumah sakit. Meskipun sepanjang jalan Jovie telah mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, tetap tak membuat dua pria itu mendengarkannya.“Tak ada luka yang serius? pernapasannya baik-baik saja? Tadi dia sempat menghirup banyak asap.” Corey menanyakan hal itu dengan terburu-buru pada dokter yang sedang merawat luka bakar ringan di lengan Jovie.“Semua baik-baik saja, hanya luka bakar ringan ini yang harus diobati agar tidak menjadi infeksi.” Dokter menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari luka Jovie. “Setelah perawatan ini selesai, Nona Montgomery diperbolehkan untuk pulang,” imbuhnya lagi.Jace dan Corey menghela napas lega bersamaan. Sementara Jovie melempar tatapan menuntut pada keduanya. Beberapa saat setelah dokter sele
Tatapan Jace terlihat dalam ke arah Cassy. Pria itu jelas mengetahui semua hal yang diucap oleh wanita itu, Cassy tak akan pernah membiarkan siapa pun merebut apa yang menjadi miliknya. Namun, sepertinya Jace harus kembali meluruskan sesuatu.“Sayangnya,” Jace berbisik pada telinga Cassy, kedua tangannya mengarah ke pinggang wanita itu, bersiap untuk mendorongnya kembali. “Aku tidak pernah menjadi milikmu. Dan sekarang, get the fuck out of here!” Sebelah tangan Jace mengangkat gagang intercom, menyambung pada sekretarisnya di luar. “Bawa wanita ini keluar dari ruanganku sekarang juga!”Cassy menatap garang pada Jace. Tak terima karena dia kembali ditolak setelah usahanya untuk mengancam. “Jace! kau akan menyesal telah melakukan hal ini padaku!”Jace menatap tajam pada wanita itu, menegaskan bahwa dia tidak takut sedikit pun dengan gertakan kecil semacam itu. “Aku justru akan menyesal jika tidak segera menyingkirkanmu, Cassy. Kau sudah keterlaluan, dan aku tidak akan membiarkanmu mend
“Kau benar-benar datang,” ucap Jovie saat dia melihat Jace di depan gedung apartemennya.Jace tersenyum. “Sudah kubilang aku akan menjemputmu. Masuklah, tidak ada yang tertinggal?”Jovie menggeleng, gerakannya patuh saat Jace menyuruhnya masuk ke dalam mobil. Satu tangan Jace melindungi kepala wanita itu agar tidak terbentur bagian atas pintu mobil.“Obat juga sudah dibawa?” tanya Jace lagi setelah dia duduk di belakang kemudi.“Aman, semua sudah kubawa.” Jovie menunjukkan satu kantong tempat dia menaruh obat dan vitaminnya.Jace meraih tangan Jovie, memperhatikan luka Jovie yang telah diganti dengan plester luka baru. “Aku harap tidak pernah melihatmu terluka lagi, Jovie.”Jovie terkekeh sambil menarik tangannya. “Aku tidak bisa berjanji untuk itu, Jace, tapi aku akan berusaha untuk terus berhati-hati agar tidak terluka.”Jace menatap Jovie lembut. “Aku akan menjagamu agar tidak terluka lagi.”Wajah Jovie bersemu merah. Secepat mungkin dia mengalihkan pandangannya dan berpura-pura me
Sebuah hal yang tidak berani diharapkan oleh Jovie pada Jace adalah sebuah pernyataan cinta. Banyak hal yang dia pertimbangkan sampai memutuskan untuk tidak berharap, tapi di sinilah Jovie saat ini, berdiri di depan Jace dengan perasaan campur aduk yang membuat matanya berkaca-kaca.Tubuh Jovie masih mematung dengan keterkejutan, dan kondisi mata yang masih berkaca-kaca. Bohong jika dia tidak terharu. Wanita cantik itu bahagia mendengar pernyataan cinta yang lolos di bibir Jace, tapi tiba-tiba ingatannya teringat tentang bagaimana dirinya dan Jace bisa saling mengenal.“Jace, tapi kau—” Lidah Jovie terus kelu, di kala mengingat sesuatu yang menjadi awal mula dirinya mengenal Jace.“Tapi apa, hm?” Jace membelai pipi Jovie lembut.Sentuhan Jace bagaikan aliran listrik, memberikan sengatan dan seolah melumpuhkan organ saraf tubuh Jovie. “J-Jace, k-kau, kan memiliki banyak wanita di hidupmu. Iya, kan? A-apa semua wanita kau perilakukan seperti ini?” Lidah Jovie mulai memberanikan diri mer