Kepulan asap tipis membumbung tinggi dari cangkir berisi kopi yang sedang dipegang oleh Jovie. Rutinitas pagi yang selalu dia lakukan di pagi hari. Menikmati morning coffe time di kursi balkon, sembari menunggu suami dan anaknya bangun untuk sarapan.Satu tangan menelusup lembut melalui belakang lehernya, mengalung dan menggantung di depan dadanya. Detik berikutnya, kecupan pagi mendarat di pipi dari Jace yang tidak pernah dia lewatkan selama lebih dari empat tahun pernikahan mereka.“Good morning, Nyonya Sherwood. Apakah tidurmu semalam nyenyak?” tanya Jace, bermanja di pundak Jovie.Jovie meletakkan cangkirnya di atas meja, lalu menarik Jace untuk berada di depannya. Pria tampan itu pindah, berjongkok dengan satu lutut sambil menatap penuh cinta pada Jovie. Meskipun pernikahan mereka telah berlangsung lama, tapi tidak memudar sedikit pun rasa cinta Jace pada istrinya tersebut. Bahkan, setiap hari bertambah lebih besar.“Tentu saja, Tuan. Kau membuatku tidur dengan sangat nyenyak,” u
“This is for you, Mom,” ucap Judith, memberikan sebuah surat pada Jovie yang akan dibawa ke ruang operasi oleh perawat.Hari ini adalah jadwal operasi kelahiran anak kedua dari Jovie dan Jace. sementara Judith yang baru datang bersama dengan orang tua Jace, terlihat sangat antusias untuk menyambut kehadiran adiknya.“Apa ini, Sayang?” tanya Jovie, dengan nada lembut yang selalu dia ucapkan pada anaknya.Judith tersenyum, menampilkan gigi kelincinya yang lucu. “Untuk Mom agar semangat. Aku akan menunggu Mom dan adik bayi di sini.”Jovie tersenyum, sambil membuka lipatan kertas berwarna pink muda itu.*Mommy yang paling cantik, semangat ya. Judith tunggu adik bayi lahir. I love you, Mommy!*Senyum haru terukir di wajah Jovie. Dia kemudian merengkuh Judith, dan memeluknya erat. “Terima kasih, Sayang. I love you too.” Ucapnya, kemudian mencium kedua pipi Judith dan kening putrnya tersebut.Orang tua Jace mendekat, memeluk Jovie bergantian dan mengatakan untuk tidak khawatir. Jovie mengang
“Hei, Honey. Bisa minta tolong panggilkan Judith dan Jonan untuk makan? Dari tadi mereka terlihat sibuk di kamarnya. Makan siang sebentar lagi akan selesai,” ucap Jovie tanpa mengalihkan pandangannya dari wajan yang berdesis berisik karena potongan daging yang baru saja dia masukkan.“Sure,” ucap Jace.Hari minggu yang cerah, tidak ada jadwal yang mengharuskan mereka untuk pergi. Dari pagi Judith dan Jonan telah sibuk, entah apa yang sedang mereka lakukan. Sementara Jace menikmati waktu santai dengan melihat film dan sesekali bermain game di ponsel.Semenjak berkeluarga, dia benar-benar membuat hari minggu sebagai hari bebas kerja. Entah itu urusan pekerjaan kantor, ataupun urusan di klub. Dia hanya ingin fokus pada keluarga kecilnya.Jace mengetuk pintu kamar si kecil yang masih sharing bedroom. Saat pintu dibuka, Judith dan Jonan melonjak kaget, sambil berusaha menyembunyikan sesuatu di balik tubuh kecil mereka.Jace menyipitkan kedua matanya, kemudian menutup pintu dan mendekat pad
Keluarga bahagia Jovie telah beberapa bulan ini tinggal di mansion. Sekarang, Judith dan Jonan telah memiliki halaman yang luas untuk bermain. Kamar mereka pun telah masing-masing. Selain itu, Jace juga memperkerjakan beberapa pelayan dan pengasuh pribadi untuk kedua anaknya.Hal itu membuat Jovie menjadi lebih banyak waktu bersantai. Seperti saat ini, ketika dia menemani Jace yang sedang berenang. Wanita itu duduk di kursi malas di pinggir kolam renang, bersantai sambil membaca novel.Setelah beberapa kali putaran bolak-balik, Jace naik dari kolam, menuju ke istrinya yang telah memandangnya sambil tersenyum.“Di mana anak-anak?” tanya Jace.“Sedang tidur bersama pengasuh. Dari pagi mereka membuat para pengasuh kewalahan karena harus menuruti keinginan mereka untuk camping dadakan di halaman depan,” jawab Jovie.Jace tertawa, membayangkan bagaimana sibuknya mengurus dua anak yang sangat aktif itu. “Kurasa mereka tidak akan bangun sampai sore nanti.”Jovie mengangguk setuju. “Tampaknya
“Jovie, Kiddos! Bisakah kalian berkumpul di ruang santai sebentar?!” teriak Jace, sepulang dari kantor, di awal liburan musim panas yang telah dinantikan oleh keluarganya.Judith dan Jonan bahkan sampai hampir begadang semalaman karena merayakan hari bebasnya untuk libur selama musim panas. Jika saja Jovie tidak mengomel dan menghentikan paksa kegiatan mereka, sudah dipastikan bahwa mereka berdua tidak akan beranjak dari ruang bermainnya.Tak lama kemudian, Jovie yang sepertinya baru saja selesai mandi, berjalan tergopoh dengan wajah bingung. Rambutnya bahkan masih setengah basah, tidak sempat berlama-lama dikeringkan dengan hair dryer karena teriakan dari Jace. Sementara Judith dan Jonan, mereka berlari dengan tatapan antusias, bercampur dengan sedikit takut. Mungkin saja, hari ini mereka akan dimarahi oleh Jace karena semalam tidak segera tidur.“Ada apa, Jace? Apa ada masalah?” tanya Jovie waspada.Jace tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat Judith dan Jonan sedi
“Ada masalah apa?” Jovie, manajer operasional Luxio Hotel yang sudah bersiap untuk pulang bertanya pada resepsionis yang baru saja meminta waktunya untuk melaporkan sebuah masalah.“Baru saja housekeeping melaporkan tentang salah satu tamu hotel di Deluxe Room yang sudah beberapa hari ini tidak menyahuti panggilan dari luar. Bahkan piring kotor dari pesanan service room juga tidak dikeluarkan. Sementara waktu check-in, dia sudah berpesan untuk tidak ada satu orang pun yang masuk ke kamar termasuk housekeeping,” jawab resepsionis dengan wajah khawatir.Jovie melihat jam tangan di pergelangan kirinya—sudah masuk jam tidur, bisa saja akan menjadi tidak sopan jika dia mengetuk pintu kamarnya sekarang, tapi dia juga khawatir jika sampai terjadi apa-apa dengan tamu hotel.“Kapan waktu tamu itu check-out?” tanya Jovie lagi.“Besok siang,” jawab resepsionis sopan.“Berapa kali housekeeping mencoba untuk memanggil tamu?”“Setiap waktu housekeeping harus mengangkut piring kotor dari setiap kama
Jovie buru-buru melepas tangan Jace yang mengganggam erat tangannya. Kecanggungan menyelimuti wanita berparas cantik itu. Napasnya sedikit tercekat. Lidahnya seolah kehilangan kata untuk berucap, tapi sebisa mungkin Jovie berusaha tenang.“Ada hal lain lagi yang ingin kau sampaikan, Corey?” tanya Jovie sambil mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dengan Jace.Corey menggelengkan kepalanya. “Kurasa sudah cukup, yang terpenting mulai saat ini tolong layani Jace dengan baik. Dia investor dari hotel kita, dan Jace juga teman dekatku.”Jovie tanpa sadar menghela napas dan berhasil mencuri perhatian dari Jace. “Kalau begitu aku akan kembali ke ruanganku. Permisi.”Wanita cantik itu buru-buru keluar dari ruangan kerja Corey. Bahunya turun sambil menghentakkan kakinya setelah memastikan bahwa pintu telah tertutup rapat dari luar. Sekujur tubuhnya terasa merinding saat mengingat kejadian malam itu. Kejadian di mana dia memergoki Jace melakukan pergulatan panas dengan wanita lain. Entah a
Berkali-kali Jovie meremas rambutnya dan mengumpat pelan saat dia mengingat kembali interaksinya bersama dengan Jace. Baik itu dari sikap bodohnya yang telah salah masuk kamar, dan juga tentang sikap Jace yang sangat menyebalkan setelah mereka keluar dari ruangan Corey tadi.“Dasar pria hidung belang sialan! Berani-beraninya dia mengajukan syarat gila yang tidak masuk akal sehat,” gerutu Jovie kesal.Mendekati waktu jam makan malam, semakin membuat Jovie bertambah gelisah tak menentu. Berulang kali dia ingin mengajukan protes pada Corey perihal Jace, tapi dia sadar dirinya tidak memiliki hak untuk itu. Terlebih lagi, bagaimana jika Jace melaporkan pada Corey tentang perbuatannya semalam? Masalah bisa semakin gawat. Pun sialnya, kenyataan membuat Jovie semakin frustrasi, Jace Sherwood adalah pria yang berinvestasi dengan nominal sangat besar pada hotel—di mana Jovie bekerja. Hal tersebut membuat Corey akan mati-matian membela Jace.Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Seorang resep