Jace tidak langsung bangun pagi ini. Dia mencoba mengingat hal apa saja yang dia lakukan semalam. Pandangannya mulai mengedar, dan sontak membuatnya terduduk cepat. Antara percaya dan tidak percaya, logikanya sedang berperang dengan memorinya yang menghilang dalam semalam. Sialnya, sekuat apa pun dia berusaha untuk mengingat, tapi tidak ada sedikit pun hal yang bisa dia ingat.“Kau sudah bangun?” sapa Jovie setelah menoleh sebentar dari arah dapur.Jace menatap bingung ke arah Jovie. Entah bagaimana caranya dia bisa sampai di tempat ini, yang dia ingat semalam hanyalah saat dia sedang berusaha kabur dari kenalannya yang selama beberapa waktu terakhir ini terus saja mengekor padanya.“Kenapa aku bisa di sini?” tanya Jace bingung.Jovie mendengkus kasar. Kedua tangannya mengangkat satu panci berukuran sedang berisi sup daging dan beberapa sayuran di kulkas yang dia masak khusus untuk meredakan pengar yang pasti sedang dirasakan Jace. Setelah semalaman mabuk parah seperti itu, pasti saat
Mata Jovie mengkilat penuh semangat saat melihat stand permainan tembak berhadiah. Tanpa menunggu persetujuan dari Jace, dia melangkah cepat ke sana, membayar tiket dan mengambil senapan dengan peluru plastik di dalamnya.Jovie menutup sebelah matanya untuk mengintip dan menentukan bidikan. Jari telunjuk kanannya telah siap untuk menarik pelatuk. Di sebelahnya, Jace menatap dengan penasaran.“Kau bisa melakukannya?” tanya Jace penuh rasa penasaran.Jovie tidak menjawab. Dia harus berkonsentrasi sebelum melepas tembakannya. Dalam satu percobaan, satu kaleng berhasil dirobohkan. Kemudian, dia menoleh pada Jace sambil menyeringai, “Tentu saja.”Permainan kembali dilanjutkan. Jovie menembak semua kaleng dengan sangat mulus. Hadiah utama berhasil dia terima hanya dengan membayar satu tiket saja. Sebuah boneka beruang yang pas dengan dekapannya berhasil dia bawa pulang.“Siapa kau sebenarnya?” tanya Jace dengan raut wajah bingung. “Aku tidak menyangka kau bisa melakukannya dengan sangat bai
Jace menghentikan langkahnya sejenak saat dia melihat Cassy Cowen—anak dari rekan bisnisnya, sedang berjongkok di depan pintu penthouse miliknya. Wajah wanita yang selalu mengaku sebagai kekasih Jace ke semua orang itu terbenam sepenuhnya di antara kedua lututnya.Jace menghela napasnya. Sudah dari lama dia ingin lepas dari wanita itu, tapi entah bagaimana Cassy sangat lihai untuk bisa menjeratnya lagi, dan lagi. Jace jadi kembali mengingat saat dia datang ke apartemen Jovie dalam keadaan mabuk karena harus membuat seseorang melepaskannya, itu semua juga karena wanita itu.“Kenapa kau di sini?” Jace mendekat pada Cassy, melututkan satu kakinya agar sejajar dengan posisi Cassy.Cassy mendongak, matanya sayu—terlihat sedikit mabuk. “Harusnya aku yang bertanya, Jace. Kenapa kau mengubah sandi pintunya? Kau tahu berapa lama aku harus menunggu di sini?” Cassy memukul pelan dada Jace dengan wajah cemberut.Jace mendesah. Tampaknya Cassy sudah berada di sini cukup lama, menunggunya yang bar
Musim gugur telah datang, terhitung dari beberapa minggu setelah Jovie melihat pesta kembang api bersama dengan Jace. Sialnya bagi seorang Jovie adalah, dia selalu saja terkena flu saat pergantian musim dari musim panas ke musim gugur. Terlebih saat rutinitas aktivitasnya meningkat, seperti saat ini. Dari semalam dia mulai tidak enak badan, dan puncaknya sekarang, dia merasa pusing dan demam.Setelah beberapa saat menimbang situasinya, Jovie memutuskan untuk izin setengah hari. Jika dipaksakan, dia khawatir akan semakin parah. Namun, sial lagi baginya, Corey baru saja memberi tahu kalau dia harus menemui Jace untuk membicarakan perihal proposal pasokan barang kebutuhan dapur di hotel. Selain sebagai investor, Jace juga menjadi pemasok utama bahan-bahan yang dihasilkan langsung dari kebun perusahaannya.“Taksi sudah kupesankan, kau tinggal siap-siap saja. Jangan lupa untuk membawa form persetujuan, ya.” Corey kembali berkata melalui interkom.“Got it. By the way, Corey … setelah aku pe
Kejadian Jovie pingsan di rumah kaca milik Jace kemarin, membuat Corey akhirnya memaksa Jovie untuk beristirahat total di apartemen sampai wanita itu benar-benar sehat. Bahkan Corey sampai mengancam untuk memotong gaji Jovie jika terus memaksa untuk masuk kerja. Jika tak seperti itu, maka Jovie akan terus menerus bekerja, tanpa memikirkan kondisi kesehatannya. Ya, ancaman Corey telah berhasil membuat Jovie patuh.Jadi di sinilah Jovie sekarang, di apartemennya, tidak tahu harus berbuat apa selain tidur, memindah saluran tv karena tidak ada satu pun acara yang menarik perhatiannya, mengintip ke jendela untuk melihat hiruk pikuk jalanan Manhattan, dan menyantap makanan seadanya di dalam kulkas tanpa memasaknya terlebih dahulu.Bukan karena dia tidak kuat untuk memasak, tapi dia terlalu malas untuk melakukannya. Menurutnya saat ini adalah, yang penting dia menjejalkan sesuatu ke mulutnya untuk syarat minum obat. Selebihnya, dia memutuskan untuk tidur.Saat malam, ketika Jovie akan mencar
Dorongan kasar Jace pada Cassy di atas meja kerjanya membuat wanita itu menyeringai dengan desahan yang mengundang nafsu. Kilatan mata dari Jace membuatnya merasa menang malam ini. Sebelah tangan Cassy menarik kerah jas milik Jace, membuat pria itu hanya berjarak sejengkal dengannya, sebelum akhirnya melumat habis bibir Jace lagi.Entah sejak kapan, tubuh Cassy yang telah polos tak tertutup apa pun telah berpindah ke sofa, payudaranya yang besar menjadi sasaran empuk Jace. Sebelah tangan pria itu meremas tanpa ampun sisi kenyal sampai Cassy menggeliat nikmat, sementara sisi lainnya lagi telah disesap habis-habisan.Jace menggila, bahkan saat hentakan Jace semakin cepat, tak peduli desahan Cassy yang semakin kacau karena tak bisa lagi menahan rasa nikmatnya bercampur dengan rintihannya karena mulai kewalahan. Ini sebuah hukuman, dan Jace tidak akan melepaskan Cassy sampai wanita itu memohon untuk berhenti.Namun, pikiran Cassy berbeda dari malam-malam sebelumnya. Dia mulai merasa posis
“Kita ke rumah sakit saja, ya.” Untuk kesekian kalinya Jace meminta Jovie untuk bersedia pergi ke rumah sakit. Rasa khawatir pria tampan itu sangat terlihat jelas. Dia marah pada dirinya yang tak berhasil menangkap penabrak Jovie.Jovie dengan cepat menggeleng. Dia bahkan harus mengatakan tidak berkali-kali dan membiarkan Jace mengekor padanya sampai masuk ke dalam ruang kerjanya.“Bekas memarnya terlalu besar, aku khawatir ada tulang yang retak, atau pendarahan di dalam, atau—”“Aku baik-baik saja, Jace,” potong Jovie meyakinkan agar Jace tidak khawatir. “Hanya perlu dikompres es saja. Imajinasimu terlalu berlebihan. Memarnya akan segera hilang.”Jace tak melepaskan pandangannya pada memar di lengan Jovie yang mulai terlihat keunguan. “Tapi rasanya pasti sakit, kan? Setidaknya kau akan mendapat obat penahan nyeri kalau ke rumah sakit.”Jovie tertawa mendengar kekhawatiran Jace yang menurutnya berlebihan. “Kau pernah dengar kalau obat penahan nyeri bisa dibeli bebas di apotek?”Jace m
Seringai terlihat dari wajah Cassy saat Jace mulai menyerah. Posisinya yang tadi meringkuk seakan menahan sakit, sekarang telah beringsut mendekat pada Jace, menciptakan gestur menggoda. Gaun tidur berbahan satin yang sengaja dia kenakan menampakkan lekuk tubuhnya saat merayap pada pangkuan Jace.“Hanya ada satu cara agar perutku membaik, Jace. Kau menjadi milikku,” ucap Cassy, dengan suara menggoda.Jace mengepalkan kedua tangannya. Helaan napas yang dalam lolos dari dirinya. Saat ini dia tak lagi bisa menoleransi sikap Cassy. Menurutnya ini sudah keterlaluan. Sikap kekanak-kanakan Cassy telah berhasil membuatnya terlihat seperti pria yang tak bisa menepati janji di mata Jovie.“Turun dari pangkuanku, Cassy!” suara Jace teredam, berusaha untuk menahan emosi yang mulai menjalar.Cassy menggeleng manja. Tubuhnya semakin dirapatkan pada Jace, mencoba untuk mengundang gairah sang casanova. Sembulan kenyal di bagian dada, menghimpit tubuh Jace. Kedua mata Cassy menggelap, malam ini yang d
“Jovie, Kiddos! Bisakah kalian berkumpul di ruang santai sebentar?!” teriak Jace, sepulang dari kantor, di awal liburan musim panas yang telah dinantikan oleh keluarganya.Judith dan Jonan bahkan sampai hampir begadang semalaman karena merayakan hari bebasnya untuk libur selama musim panas. Jika saja Jovie tidak mengomel dan menghentikan paksa kegiatan mereka, sudah dipastikan bahwa mereka berdua tidak akan beranjak dari ruang bermainnya.Tak lama kemudian, Jovie yang sepertinya baru saja selesai mandi, berjalan tergopoh dengan wajah bingung. Rambutnya bahkan masih setengah basah, tidak sempat berlama-lama dikeringkan dengan hair dryer karena teriakan dari Jace. Sementara Judith dan Jonan, mereka berlari dengan tatapan antusias, bercampur dengan sedikit takut. Mungkin saja, hari ini mereka akan dimarahi oleh Jace karena semalam tidak segera tidur.“Ada apa, Jace? Apa ada masalah?” tanya Jovie waspada.Jace tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat Judith dan Jonan sedi
Keluarga bahagia Jovie telah beberapa bulan ini tinggal di mansion. Sekarang, Judith dan Jonan telah memiliki halaman yang luas untuk bermain. Kamar mereka pun telah masing-masing. Selain itu, Jace juga memperkerjakan beberapa pelayan dan pengasuh pribadi untuk kedua anaknya.Hal itu membuat Jovie menjadi lebih banyak waktu bersantai. Seperti saat ini, ketika dia menemani Jace yang sedang berenang. Wanita itu duduk di kursi malas di pinggir kolam renang, bersantai sambil membaca novel.Setelah beberapa kali putaran bolak-balik, Jace naik dari kolam, menuju ke istrinya yang telah memandangnya sambil tersenyum.“Di mana anak-anak?” tanya Jace.“Sedang tidur bersama pengasuh. Dari pagi mereka membuat para pengasuh kewalahan karena harus menuruti keinginan mereka untuk camping dadakan di halaman depan,” jawab Jovie.Jace tertawa, membayangkan bagaimana sibuknya mengurus dua anak yang sangat aktif itu. “Kurasa mereka tidak akan bangun sampai sore nanti.”Jovie mengangguk setuju. “Tampaknya
“Hei, Honey. Bisa minta tolong panggilkan Judith dan Jonan untuk makan? Dari tadi mereka terlihat sibuk di kamarnya. Makan siang sebentar lagi akan selesai,” ucap Jovie tanpa mengalihkan pandangannya dari wajan yang berdesis berisik karena potongan daging yang baru saja dia masukkan.“Sure,” ucap Jace.Hari minggu yang cerah, tidak ada jadwal yang mengharuskan mereka untuk pergi. Dari pagi Judith dan Jonan telah sibuk, entah apa yang sedang mereka lakukan. Sementara Jace menikmati waktu santai dengan melihat film dan sesekali bermain game di ponsel.Semenjak berkeluarga, dia benar-benar membuat hari minggu sebagai hari bebas kerja. Entah itu urusan pekerjaan kantor, ataupun urusan di klub. Dia hanya ingin fokus pada keluarga kecilnya.Jace mengetuk pintu kamar si kecil yang masih sharing bedroom. Saat pintu dibuka, Judith dan Jonan melonjak kaget, sambil berusaha menyembunyikan sesuatu di balik tubuh kecil mereka.Jace menyipitkan kedua matanya, kemudian menutup pintu dan mendekat pad
“This is for you, Mom,” ucap Judith, memberikan sebuah surat pada Jovie yang akan dibawa ke ruang operasi oleh perawat.Hari ini adalah jadwal operasi kelahiran anak kedua dari Jovie dan Jace. sementara Judith yang baru datang bersama dengan orang tua Jace, terlihat sangat antusias untuk menyambut kehadiran adiknya.“Apa ini, Sayang?” tanya Jovie, dengan nada lembut yang selalu dia ucapkan pada anaknya.Judith tersenyum, menampilkan gigi kelincinya yang lucu. “Untuk Mom agar semangat. Aku akan menunggu Mom dan adik bayi di sini.”Jovie tersenyum, sambil membuka lipatan kertas berwarna pink muda itu.*Mommy yang paling cantik, semangat ya. Judith tunggu adik bayi lahir. I love you, Mommy!*Senyum haru terukir di wajah Jovie. Dia kemudian merengkuh Judith, dan memeluknya erat. “Terima kasih, Sayang. I love you too.” Ucapnya, kemudian mencium kedua pipi Judith dan kening putrnya tersebut.Orang tua Jace mendekat, memeluk Jovie bergantian dan mengatakan untuk tidak khawatir. Jovie mengang
Kepulan asap tipis membumbung tinggi dari cangkir berisi kopi yang sedang dipegang oleh Jovie. Rutinitas pagi yang selalu dia lakukan di pagi hari. Menikmati morning coffe time di kursi balkon, sembari menunggu suami dan anaknya bangun untuk sarapan.Satu tangan menelusup lembut melalui belakang lehernya, mengalung dan menggantung di depan dadanya. Detik berikutnya, kecupan pagi mendarat di pipi dari Jace yang tidak pernah dia lewatkan selama lebih dari empat tahun pernikahan mereka.“Good morning, Nyonya Sherwood. Apakah tidurmu semalam nyenyak?” tanya Jace, bermanja di pundak Jovie.Jovie meletakkan cangkirnya di atas meja, lalu menarik Jace untuk berada di depannya. Pria tampan itu pindah, berjongkok dengan satu lutut sambil menatap penuh cinta pada Jovie. Meskipun pernikahan mereka telah berlangsung lama, tapi tidak memudar sedikit pun rasa cinta Jace pada istrinya tersebut. Bahkan, setiap hari bertambah lebih besar.“Tentu saja, Tuan. Kau membuatku tidur dengan sangat nyenyak,” u
“Bisakah sore ini aku ke tempatmu?” tanya Jace, dengan raut wajah serius dengan ponsel menempel di telinganya. Sementara sorot kedua matanya tetap fokus pada laporan penjualan yang tertera di layar monitor.“Oh, great! Aku akan ke sana sekarang. See you soon!”Jace menghela napas, kemudian berdiri dan menyambar kunci mobil yang tergeletak di dekat gagang telpon interkom ruang kerjanya. Langkahnya bergegas cepat, seakan sedang mengejar hal penting yang tidak boleh sampai dilewatkan.Tak lama kemudian, Jace telah sampai di halaman sebuah mansion. Helaan napas kembali terdengar, mengawali raut gelisahnya yang semakin terlihat. Meskipun begitu, kakinya terlihat tegas saat mulai memasuki pintu masuk mansion.“Kalian sudah berada di sini semua?!” Jace tak percaya melihat Zayn dan Andre yang telah duduk santai di sofa ruang santai.Kedua rekannya itu melambai singkat, tanpa beranjak dari posisi duduknya masing-masing. Dari arah dapur, Vintari menyapa Jace sambil membawa satu nampan penuh ber
“Kita akan kembali ke Amerika, kan?” Jace kembali mencoba untuk membujuk Jovie agar mau kembali pulang bersamanya.Jovie tak langsung menjawab. Dia hanya menoleh sebentar, kemudian kembali mencari baju di gantungan lemari. “Jika kau kembali menanyakan hal yang sama berulang kali, aku akan membatalkannya dan melanjutkan kontrak di sini selama beberapa tahun ke depan.”Mendengar itu, membuat Jace langsung melempar majalah yang tadi dia bolak-balik tanpa berniat untuk membacanya. Secepatnya, dia berdiri di belakang Jovie, kemudian memeluknya dari belakang.“Jangan, aku tidak bisa jauh lagi dari kalian,” ucap Jace sambil mengelus perut Jovie lembut.‘Tapi,” ujar Jovie. “Aku harus pergi ke suatu tempat dulu hari ini.”“Ke mana?” tanya Jace.Jovie tersenyum. “Ke acara penting dari orang yang sangat kusayangi.”Jace memicingkan kedua matanya. “Orang yang kau sayang? Ada orang lain lagi selain diriku?”Jovie terkekeh sambil mengangguk. “Kau nanti akan tahu. Bersiap-siaplah, jam enam sore kita
Sepanjang perjalanan Jace untuk menemui Jovie, dia mendapatkan tekanan yang cukup menghantam sisi egonya untuk berkompetisi sebagai seorang pria. Ada pertanyaan yang muncul tentang, mungkinkah Corey menyukai Jovie?Perkataan Corey sebelum dia menutup telpon terakhirnya dengan Jace, membuatnya merasa harus lebih dulu untuk kembali meyakinkan pada Jovie bahwa semua masalah yang terjadi di antara mereka adalah salah paham.Tujuan awal Jace setelah keluar sampai di Seoul adalah Luxio Hotel. Kamar Predisen Suite telah di-booking tanpa sepengetahuan dari Jovie. Setelah memastikan bahwa barang-barangnya telah aman berada di kamar, dia kembali turun ke lobby untuk menunggu Jovie pulang kerja.Sementara itu, Jovie yang tidak menaruh curiga sedikit pun, malam ini turun dengan tenang setelah memastikan semua pekerjaannya selesai. Baby bump di perutnya mulai terlihat. Sesekali dia mengusap perutnya setiap kali dia merindukan Jace. Bahkan hari ini pun dia masih memikirkannya.Berkali-kali Jovie me
Situasi yang tercipta di ruangan kerja Corey tidak bisa dibilang baik-baik saja. suasana tegang mendominasi, mencekam, berusaha saling mengatur emosi untuk tidak meledak.“Sekali lagi aku tidak akan memberi tahu di mana Jovie saat ini berada.” Suara Corey sedingin es, tidak ada niatan sedikit pun untuk membocorkannya lagi.Namun Jace juga tidak menyerah begitu saja. Dia terus dalam pendiriannya untuk mencari tahu di mana Jovie saat ini berada. “Corey, please! Ada hal yang harus kuperbaiki dengannya!”Shit!Corey tidak bisa menahan amarahnya lagi. Kata-kata Jace dari tadi terdengar seperti gonggongan yang hanya menyakitkan telinganya. Cukup satu kali dia memberikan jalan untuk pria itu memperbaiki kesalahan. Nyatanya? Justru semakin membuat Jovie terpuruk sampai di titik saat ini.“Berengsek!” Corey melayangkan tinjunya pada wajah Jace.Jace ambruk, terjatuh ke belakang karena tidak siap dengan pukulan Corey yang tiba-tiba. Meskipun begitu, dia tidak berusaha membalas. Sejatinya, dia j