Raja patut berterima kasih kepada Leora. Karenanya, arti hidup yang sesungguhnya Raja temukan. Maknanya begitu mendalam sampai-sampai Raja takut kehilangan. Hm, jika sekali lagi harus melepaskan atau dilepaskan oleh Leora, rasanya Raja takkan sanggup. Bukan lebay tapi memang seperti itu kondisi hatinya. Di bawah guyuran air shower, Malang masih dingin walau hari beranjak siang. Benak Raja terus menggaung apa-apa saja yang harus dirinya lakukan pada hidupnya. Menyiapkan rencana untuk masa depan dirinya dan anaknya kelak. Bagaimana, ya menjelaskannya? Raja selalu bingung jika itu mengenai keinginnnya.Raja sudahi mandinya. Membungkus tubuhnya dengan handuk, Raja bergegas keluar dari kamar mandi dan mendapati Leora yang sedang menyiapkan sarapan untuk keduanya. "Terus ini makan pagi apa siang, Yang?" Raja bertanya. Ndagel seperti biasanya. "Aslinya aku kangen masakan kamu, Yang."Leora balas dengan cengiran. Pasangan ini kalau lagi sama-sama warasnya, hal-hal aneh akan mereka lakukan.
Akhirnya Raja putuskan untuk kembali ke Jakarta. Padahal dalam hati Raja masih berkeinginan untuk menjelajahi Malang. Masih ada banyak rencana yang harus Raja lakukan bersama Leora, mengunjunginya beberapa tempat wisata lagi dan pulang setelah di rasa cukup. Tapi manusia mana pernah punya rasa puas, 'kan? Selalu kurang dan ingin melakukan banyak hal lagi. "Siapa? Langit?" tanya Leora seraya menyodorkan minuman dingin untuk Raja. Makan pagi yang kesiangan mereka baru saja usai. "Mas kalau sama Adik sendiri kenapa suka banget ngeselin ngasih jawabannya?""Ngeselin gimana, Yang?" Raja teguk minuman yang Leora beri. Lalu memakan potongan buah yang ada di atas piring. "Langit juga suka ngeselin. Dia kalau minta apa-apa selalu dadakan. Kan aku juga kaget, Yang. Bingung mau mulai dari mana dulu. Susah banget dia tuh belajar tegas. Padahal demi dirinya sendiri.""Emang dia minta apa?" Leora kepo. "Coba nanti aku bantu." Leora hanyalah seorang Kakak ipar. Tapi Raja percaya jika Ratu mau pun
Sejak bersama dengan Dewa, Ratu lebih banyak stay di kost lelaki tersebut. Pulang ke rumah menjadi hal yang malas untuk Ratu lakukan. Selain sepi dan sunyi, Dewa tidak bisa tinggal di sana lantaran peraturan dari komplek. Jadi lebih baik dirinya saja yang ngungsi ke sini. Bebas dan banyak pasangan yang tinggal bersama. Di tambah kost ini adalah milik Dewa yang dikelolanya sejak dulu. Ratu adalah calon Ibu kost. Yang sesekali telah Dewa kenalkan kepada penghuni kost lainnya.Malu, sih, tapi mau bagaimana lagi. Dewa bukan orang yang mudah di tolak keinginnnya. Jika sudah berkata A maka selamanya akan seperti itu. Tidak mudah berubah apa pun yang terjadi. Bagusnya karena Dewa bukan lelaki yang gampang terpengaruh. Dewa tipe orang yang lebih mengutamakan penjelasan ketimbang mengedepankan emosi. Didikan Om Krisna tidak ada yang gagal. Kedua anaknya menjadi lelaki yang penuh tanggung jawab."Yakin nggak mau aku jemput?" Ratu menggeleng. Sudah paling benar pulang sendiri karena Dewa ada uru
Acara ngidam telah selesai. Tutup buku dan Raja harus menghela napas lega. Leora anteng kembali bak bayi dalam gendongan Ibunya. Jika sudah terlelap begini, kecantikan alaminya terpancar. Keanggunannya menguar, berbanding terbalik saat sudah terbuka kedua matanya. Raja ibaratkan sebagai malaikat pencabut nyawa. Kepala Raja menggeleng. Itu candaan dan entah mengapa enak saja kalau mengatai Leora yang aneh-aneh itu. Dasarnya memang suka ndagel, misalnya Leora mendengar, Raja jamin tidak ada kemarahan melainkan tawa yang tak berkesudahan. Toh itu juga alasan kenapa Raja jatuh cinta terus-menerus kepada Leora. Helaan napas Raja terembus. Memasok udara sebanyak mungkin untuk masuk ke dalam rongga dadanya. Pemandangan di luar sana gelap karena malam hari tidak terlihat. Raja kembali mengingat deretan isi pesan dengan Papinya yang intinya menunggu kepulangannya. Belum lagi soal Era yang diketahui Papinya. Raja harus menyiapkan jawaban paling logis karena Papinya tidak mudah di kecoh. Raja
Dan Dinda masih dengan keraguannya. Bimbang menyelimuti tekadnya untuk maju atau mundur atau tetap di sini saja. Di sisi lain, ada dorongan dari dalam dirinya untuk bergegas hengkang. Membawa serta anaknya yang sudah ada di depan mata lalu meninggalkan tempat ini. Hidupnya harus di mulai lagi dari awal, dari titik terendah dan melupakan yang pernah terjadi. Mengubur dalam-dalam harapan demi harapan yang tak kunjung datang. Biarkan angin membungkusnya dan terbang ke tempat yang seharusnya singgah. Sayang, semua ragu yang ada di hati Dinda lenyap. Saat kedua kakinya berdiri tegap di hadapan Langit yang mengulaskan senyum manisnya. Hendak memeluk namun langsung urung. Ada bocah perempuan kecil berusia tujuh tahun. Rambutnya kuncir kuda di sisi kanan dan kiri. Kulitnya putih bersih dan matanya bening. Ada wajah Dinda di sana. Sama-sama cantik dan menarik.Langit berjongkok masih dengan senyum yang belum luntur. Tangan kanannya terjulur mengusap kepala bocah perempuan itu."Aku Langit. Ka
Raja sampai Jakarta di tengah malam. Udaranya dingin maksimal karena ini sudah memasuki musim kemarau. Bersama Leora yang sedang memakan donatnya, Raja tunggu sopir pribadinya untuk segera meluncur setelah di beri tahu jika Raja telah berada di stasiun."Masih lama?" Adalah tanya dari Leora yang entah ke berapa kalinya. Raja hanya bisa memberinya gelengan sebagai jawaban paling ampuh. "Kamu sudah nggak nyaman banget, ya?" Raja elusi kepala Leora perlahan dan sedikit memberinya pijatan. "Kalau memang mual atau merasakan apa pun, bilang ya."Kalau tidak khawatir, bukan Laraja Putra Anggoro namanya. Lelaki yang berstatus sebagai suaminya ini selalu merespons segala sesuatunya tentang Leora secara berlebihan. Dan Leora hanya bisa memahami saja. "Aku pasti langsung bilang." Menelan donatnya cepat-cepat. "Kalau ayam goreng dengan kentang selalu enak. Di tambah dengan jasmine tea."Leora praktikkan caranya dalam meneguk teh yang lezat itu bagaimana."Oh, ini maksudnya mau minta sesuatu gi
Ratu akan menikah dengan Dewa. Itu yang membuat kepulangan Raja dan Leora ke Jakarta hari itu penuh dengan keterkejutan. Raja pikir kepulangannya akan disambut omelan oleh Papinya yang telah membahas perihal Era. Tapi ternyata ada masalah lain di mana ada Ratu dan Dewa yang duduk di kursi ruang tamu dengan wajah penuh binar. Dalam benak Raja merasa amat bersyukur karena Ratu mau menerima Dewa dan membuka lembaran baru. "Ini serius?" tanya Raja dengan kedua mata yang berkedip lucu. Menatap secara bergantian Ratu dan Dewa yang duduk bersisian di hadapan Raja. Bolak balik Raja pandangi kedua sejoli itu. Menelan ludahnya getir, Raja tidak akan menyangka jika prosesnya akan secepat ini. Raja tidak pernah memikirkan hal ini akan datang secepat laju meteor yang jatuh ke bumi."Iya, serius," jawab Dewa dengan mantap. Wajahnya yang semringah tidak lagi di tutup-tutupi pun dengan Ratu. Pipinya merah merona yang seumur-umur baru Raja lihat. "Kapan?" Raja masih ingin tahu lebih jelas. Tidak ped
Hidup itu lucu bukan?Mulai dari loncatan waktu yang tidak menentu, tahu-tahu sudah ada di sini, di sana dan melakukan aktivitas yang tidak disangka-sangka. Inginnya merenung dan bertanya apakah ini benar dan nyata? Sayangnya waktu terus menggerus. Hari demi hari berganti dan bulan berganti tahun. Maka pertanyaan semacam itu menguar tanpa disadari.Raja sedang duduk santai ditemani secangkir kopi. Sorenya tidak ada yang sama, seperti hari-hari biasa yang telah lewat. Raja menikmati seruputan kopi hitamnya buatan Leora dan koran pagi hari yang baru sempat di bacanya."Tumben pulang cepat?" tanya Leora yang datang membawa camilan kesukaan Raja, cookies. "Nggak ada meeting?""Ada tapi pagi. Siang cuma ketemu klien bentar. Kamu juga tumben pulang cepat dari kafe?" Raja mencomot cookiesnya dan rasanya selalu enak. "Buatan kamu tiada duanya."Leora tersenyum. Sudah sering Leora buatkan camilan untuk Raja dan pujian yang keluar dari mulut Raja tetap membuat debaran di dada Leora bertalu. Ane