Happy reading....
Mobil berwarna hitam itu terparkir dengan epik di pekarangan rumah Elena. Wanita yang sedang duduk di sofa itu bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan pria yang beberapa hari ini tidak ditemuinya.
"Hai, Sayang!" tutur Jayden sesaat setelah masuk melalui pintu utama.
Elena hanya tersenyum tak mengatakan apapun dan langsung memeluk Jayden dengan sangat erat.
"Aku merindukanmu, Jayden," lirih Elena dalam pelukan pria itu.
"Aku juga sangat merindukanmu, Sayang," balas Jayden memeluk kekasihnya itu tak kalah erat seakan mereka tak ingin melepaskannya lagi. Bahkan dia juga menghadiahi pucuk kepala Elena dengan beberapa kecupan.
"Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja 'kan?" tanya Jayden membawa Elena untuk duduk di sofa.
Mereka duduk berdampingan, saling menatap satu sama lain.
&nbs
Happy reading.... Hari terus berlalu, Elena belum mendapat kabar dari Jayden. Sebenarnya dia tahu di mana pria itu berada sekarang. Di mana lagi jika bukan di rumah Hera. Wanita yang sangat dia benci. Namun Elena tidak ingin menambah rasa sakitnya dengan datang ke sana dan melihat Jayden bersama Hera. Setidaknya jika dia tidak melihatnya secara langsung Elena bisa berpikir mereka tidak bersama. Sangat bodoh bukan? Ya. Elena memang sangat bodoh karena terlalu mencintai Jayden. Hingga dia tidak lagi bisa berpikir dengan benar. Beberapa hari kemudian Elena mendapat kabar jika ayah Jayden masuk rumah sakit. Saat itu akhirnya Elena tidak bisa menahan diri lagi. Dia nekad datang ke rumah sakit untuk menemui Jayden. Pria itu pasti sangat membutuhkan kehadirannya sekarang. Namun apa yang Elena lihat di sa
Happy reading.... "Selamat pagi, Pak!" sapa Ridwan melihat sang atasan memasuki lobi Pratama Corp. "Pagi!" balas Haidar singkat. "Kau sudah menemukan apa yang kuinginkan?" tanya Haidar kemudian, seraya berjalan beriringan menuju ruangannya. "Sudah, Pak. Dan saya yakin Anda akan sangat terkejut dengan apa yang saya dapatkan," ujar Ridwan membuat Haidar tersenyum tipis tak sampai menunjukkan deretan giginya yang rapi. "Benarkah?" Haidar menaikkan satu alisnya. Ridwan menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Kalau begitu aku tidak sabar ingin membacanya," tutur Haidar bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Mereka hanya tinggal berjalan beberapa meter dan sampai di ruangan Haidar. Ridwan meletakkan file yang sejak tadi dia pegang di atas meja Haidar. Sementara Haidar m
Happy reading.... Suara bising dari mesin besar yang sedang bekerja menghancurkan bangunan di depannya tak membuat Jayden urung untuk turun seraya memperhatikan sekeliling tempat itu. Pembangunan di Alatha Center sudah mulai dilakukan hari ini. Jayden telah menjadi pemilik seutuhnya dari tempat itu. Pria itu mengulas senyum puas. Saat ini tidak ada lagi yang bisa menghalanginya untuk meraih mimpinya. Tidak akan ada lagi orang yang bisa menghina atau pun menjadinya budak. Jayden telah menyingkirkan mereka semua. "Ayo kita kembali ke kantor!" ujar Jayden pada Roy setelah puas berkeliling. "Baik, Pak!" jawab Roy mengekor di belakang pria bertubuh tegap dan kekar itu. Setelah sampai di sana Jayden langsung mendudukkan dirinya di kursi kebesarannya. Dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahag
45. Kejutan Happy reading.... Matahari telah menampakkan dirinya dan Jayden sudah rapih berbalut kaos hitam dan celana kainnya. Memasang jaket kulit lalu menghampiri Elena yang masih tertidur pulas di tempat tidur. Wanita itu sepertinya sangat kelelahan karena harus melayani Jayden semalaman. Pria itu hanya tersenyum manis lalu mengecup singkat pucuk kepala sang kekasih. "Aku mencintaimu," bisik Jayden kemudian berlalu dari sana untuk segera menuju kediamannya dan Hera. Saat sampai di sana. Pemandangan hangat langsung menyambut Jayden. Di mana Hera sedang bermain dengan Juan. Saking sibuknya dengan pekerjaan pria itu sampai lupa jika harus meluangkan waktu untuk bersama sang putra. "Hai, Sayang. Ayah sangat merindukanmu," ujar Jayden membawa Juan ke dalam gendongannya. Menghadiahi pipi gembul anak itu dengan beberapa
Happy reading.... "Jadi kau tahu jika Jayden bukan anak kandung dari Keluarga Xavier?" "Apa?" Elena membolakan matanya kaget. "Dari ekspresimu bisa kutebak kau tidak tahu akan hal ini," ujar Hera sama persis dengan apa yang dikatakan Haidar saat memberitahunya juga. Pada akhirnya Elena kembali duduk di tempatnya. Bagaimana mungkin hal sebesar ini tidak ia ketahui namun Hera mengetahuinya? "Lihat? Jayden bahkan menyimpan rahasia ini darimu namun tidak padaku. Dia memberitahu aku, Elena. Padahal aku sendiri tidak tertarik." Hera menjeda ucapannya hanya untuk melihat bagaimana ekspresi Elena. Sepertinya dia berhasil membuat wanita itu marah dan kesal. "Kurasa dia belum terlalu percaya padamu." Tak berselang lama, ponsel yang berada di tas Elena pun bergetar m
Happy reading.... "Segera ceraikan Hera!" Tunggu? Apa? Mata Jayden membulat sempurna menatap tidak percaya ke arah Andrew. "Apa maksud, Ayah? Aku harus menceraikan Hera, begitu?" "Apakah ucapanku kurang jelas untukmu?" Andrew malah balik bertanya namun kali ini dia tidak bisa menyembunyikan tatapan marahnya pada Jayden. Dia sampai berdiri dari tempat duduknya. "Seharusnya sejak awal aku tidak pernah menikahkan Hera dengan pria brengsek sepertimu!" Andrew menatap Jayden dengan tatapan menyala seperti ingin menelan pria itu bulat-bulat. Jayden ikut berdiri di sana. "Maksud Ayah apa? Bukankah Ayah tidak ingin aku bercerai dengan Hera? Lalu sekarang kenapa malah seperti ini?" Sungguh Jayden benar-benar bingung kenapa situasiny
Happy reading.... Jayden membuka perlahan matanya. Sebenarnya dia belum tidur sama sekali. Hanya menemani Elena hingga wanitanya itu tertidur. Dia lalu bangkit dengan perlahan. Sebisa mungkin tidak menimbulkan suara agar Elena jangan sampai terbangun. Pria dengan surai hitam itu berjalan pelan ke arah dapur. Mengeluarkan sebotol anggur merah untuk menemaninya malam ini. Jayden langsung menyesap minuman itu. Hening dalam ruangan itu membuat pikirannya semakin kacau. Beberapa pertanyaan bersarang di kepala Jayden. Kenapa dia bisa ragu melepaskan Hera? Padahal sejak awal dia tidak pernah menginginkan pernikahan itu. Lalu kenapa dia bisa berubah secepat ini? "Apakah aku sungguh menyukai Hera?" tanya Jayden entah pada siapa. "Tidak. Aku hanya mencintai Elena. Tidak ada tempat untuk Hera,
Happy reading.... Hera sedikit memijit pelipisnya yang terasa berdenyut sakit. Ternyata suara musik jazz yang diputar di sana tak bisa membuat pikiran wanita itu tenang. "Sial! Kenapa aku datang ke tempat ini?" gerutunya seakan menyesal karena berakhir di tempat itu. Seharusnya Hera pulang saja dan tidur dengan nyaman di rumah. Ini semua karena dia ikut-ikutan kata temannya. Di mana jika kau merasa stres, tempat ramai seperti kafe bergaya kelab ini adalah tempat terbaik. Bullshit! Hera tidak merasa demikian. Hera mengatakan dia akan pergi dari sana namun hingga lima belas menit berlalu, wanita dengan balutan dress berwarna hitam itu masih duduk di tempatnya. "Ini untukmu, Nona," ujar seorang pria berpakaian pelayan menaruh segelas minuman di meja Hera. Dia mendongak. "Aku tidak meme