Happy Reading....
Suasana begitu riuh di ruang ICU di mana Elvis dirawat. Beberapa saat yang lalu, pria paruh baya itu dinyatakan sudah baik-baik saja membuat para keluarga bisa bernapas lega namun sekarang keadaannya malah semakin memburuk.
Jane memeluk erat Jayden tak kuasa melihat suaminya yang tengah berjuang antara hidup dan mati. Melihat beberapa dokter yang menanganinya mulai kewalahan, Jayden yakin jika ayahnya mungkin tidak akan tertolong.
Tapi bukankah itu bagus? Ya. Memang itu yang diharapkan Jayden.
Sejak sang ayah sakit Jayden tidak pernah peduli sedikit pun. Bahkan jika pria itu meninggal sekali pun justru orang yang paling senang adalah Jayden. Karena satu lagi penghalang rencananya lenyap dari muka bumi. Semuanya kepedulian yang ia tunjukkan selama ini hanya sebatas sandiwara belakang.
Dan benar saja. Elvis pada akhirn
Happy reading.... Mobil berwarna hitam itu terparkir dengan epik di pekarangan rumah Elena. Wanita yang sedang duduk di sofa itu bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan pria yang beberapa hari ini tidak ditemuinya. "Hai, Sayang!" tutur Jayden sesaat setelah masuk melalui pintu utama. Elena hanya tersenyum tak mengatakan apapun dan langsung memeluk Jayden dengan sangat erat. "Aku merindukanmu, Jayden," lirih Elena dalam pelukan pria itu. "Aku juga sangat merindukanmu, Sayang," balas Jayden memeluk kekasihnya itu tak kalah erat seakan mereka tak ingin melepaskannya lagi. Bahkan dia juga menghadiahi pucuk kepala Elena dengan beberapa kecupan. "Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja 'kan?" tanya Jayden membawa Elena untuk duduk di sofa. Mereka duduk berdampingan, saling menatap satu sama lain. &nbs
Happy reading.... Hari terus berlalu, Elena belum mendapat kabar dari Jayden. Sebenarnya dia tahu di mana pria itu berada sekarang. Di mana lagi jika bukan di rumah Hera. Wanita yang sangat dia benci. Namun Elena tidak ingin menambah rasa sakitnya dengan datang ke sana dan melihat Jayden bersama Hera. Setidaknya jika dia tidak melihatnya secara langsung Elena bisa berpikir mereka tidak bersama. Sangat bodoh bukan? Ya. Elena memang sangat bodoh karena terlalu mencintai Jayden. Hingga dia tidak lagi bisa berpikir dengan benar. Beberapa hari kemudian Elena mendapat kabar jika ayah Jayden masuk rumah sakit. Saat itu akhirnya Elena tidak bisa menahan diri lagi. Dia nekad datang ke rumah sakit untuk menemui Jayden. Pria itu pasti sangat membutuhkan kehadirannya sekarang. Namun apa yang Elena lihat di sa
Happy reading.... "Selamat pagi, Pak!" sapa Ridwan melihat sang atasan memasuki lobi Pratama Corp. "Pagi!" balas Haidar singkat. "Kau sudah menemukan apa yang kuinginkan?" tanya Haidar kemudian, seraya berjalan beriringan menuju ruangannya. "Sudah, Pak. Dan saya yakin Anda akan sangat terkejut dengan apa yang saya dapatkan," ujar Ridwan membuat Haidar tersenyum tipis tak sampai menunjukkan deretan giginya yang rapi. "Benarkah?" Haidar menaikkan satu alisnya. Ridwan menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Kalau begitu aku tidak sabar ingin membacanya," tutur Haidar bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Mereka hanya tinggal berjalan beberapa meter dan sampai di ruangan Haidar. Ridwan meletakkan file yang sejak tadi dia pegang di atas meja Haidar. Sementara Haidar m
Happy reading.... Suara bising dari mesin besar yang sedang bekerja menghancurkan bangunan di depannya tak membuat Jayden urung untuk turun seraya memperhatikan sekeliling tempat itu. Pembangunan di Alatha Center sudah mulai dilakukan hari ini. Jayden telah menjadi pemilik seutuhnya dari tempat itu. Pria itu mengulas senyum puas. Saat ini tidak ada lagi yang bisa menghalanginya untuk meraih mimpinya. Tidak akan ada lagi orang yang bisa menghina atau pun menjadinya budak. Jayden telah menyingkirkan mereka semua. "Ayo kita kembali ke kantor!" ujar Jayden pada Roy setelah puas berkeliling. "Baik, Pak!" jawab Roy mengekor di belakang pria bertubuh tegap dan kekar itu. Setelah sampai di sana Jayden langsung mendudukkan dirinya di kursi kebesarannya. Dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahag
45. Kejutan Happy reading.... Matahari telah menampakkan dirinya dan Jayden sudah rapih berbalut kaos hitam dan celana kainnya. Memasang jaket kulit lalu menghampiri Elena yang masih tertidur pulas di tempat tidur. Wanita itu sepertinya sangat kelelahan karena harus melayani Jayden semalaman. Pria itu hanya tersenyum manis lalu mengecup singkat pucuk kepala sang kekasih. "Aku mencintaimu," bisik Jayden kemudian berlalu dari sana untuk segera menuju kediamannya dan Hera. Saat sampai di sana. Pemandangan hangat langsung menyambut Jayden. Di mana Hera sedang bermain dengan Juan. Saking sibuknya dengan pekerjaan pria itu sampai lupa jika harus meluangkan waktu untuk bersama sang putra. "Hai, Sayang. Ayah sangat merindukanmu," ujar Jayden membawa Juan ke dalam gendongannya. Menghadiahi pipi gembul anak itu dengan beberapa
Happy reading.... "Jadi kau tahu jika Jayden bukan anak kandung dari Keluarga Xavier?" "Apa?" Elena membolakan matanya kaget. "Dari ekspresimu bisa kutebak kau tidak tahu akan hal ini," ujar Hera sama persis dengan apa yang dikatakan Haidar saat memberitahunya juga. Pada akhirnya Elena kembali duduk di tempatnya. Bagaimana mungkin hal sebesar ini tidak ia ketahui namun Hera mengetahuinya? "Lihat? Jayden bahkan menyimpan rahasia ini darimu namun tidak padaku. Dia memberitahu aku, Elena. Padahal aku sendiri tidak tertarik." Hera menjeda ucapannya hanya untuk melihat bagaimana ekspresi Elena. Sepertinya dia berhasil membuat wanita itu marah dan kesal. "Kurasa dia belum terlalu percaya padamu." Tak berselang lama, ponsel yang berada di tas Elena pun bergetar m
Happy reading.... "Segera ceraikan Hera!" Tunggu? Apa? Mata Jayden membulat sempurna menatap tidak percaya ke arah Andrew. "Apa maksud, Ayah? Aku harus menceraikan Hera, begitu?" "Apakah ucapanku kurang jelas untukmu?" Andrew malah balik bertanya namun kali ini dia tidak bisa menyembunyikan tatapan marahnya pada Jayden. Dia sampai berdiri dari tempat duduknya. "Seharusnya sejak awal aku tidak pernah menikahkan Hera dengan pria brengsek sepertimu!" Andrew menatap Jayden dengan tatapan menyala seperti ingin menelan pria itu bulat-bulat. Jayden ikut berdiri di sana. "Maksud Ayah apa? Bukankah Ayah tidak ingin aku bercerai dengan Hera? Lalu sekarang kenapa malah seperti ini?" Sungguh Jayden benar-benar bingung kenapa situasiny
Happy reading.... Jayden membuka perlahan matanya. Sebenarnya dia belum tidur sama sekali. Hanya menemani Elena hingga wanitanya itu tertidur. Dia lalu bangkit dengan perlahan. Sebisa mungkin tidak menimbulkan suara agar Elena jangan sampai terbangun. Pria dengan surai hitam itu berjalan pelan ke arah dapur. Mengeluarkan sebotol anggur merah untuk menemaninya malam ini. Jayden langsung menyesap minuman itu. Hening dalam ruangan itu membuat pikirannya semakin kacau. Beberapa pertanyaan bersarang di kepala Jayden. Kenapa dia bisa ragu melepaskan Hera? Padahal sejak awal dia tidak pernah menginginkan pernikahan itu. Lalu kenapa dia bisa berubah secepat ini? "Apakah aku sungguh menyukai Hera?" tanya Jayden entah pada siapa. "Tidak. Aku hanya mencintai Elena. Tidak ada tempat untuk Hera,
Happy reading....Hari yang tunggu akhirnya tiba. Pernikahan Haidar dan Hera. Para tamu sudah mulai memenuhi tempat duduk yang disediakan. Pernikahan yang di gelar di luar ruangan itu terlihat begitu mewah nan elegan. Warna putih mendominasi tempat itu. Di ujung altar Haidar sudah terlihat sangat gagah dengan balutan toxedo warna hitamnya. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya namun perasaan gugup juga tak bisa dihindari. Haidar sampai harus menarik napas lalu menghelanya beberapa kali untuk menetralkan degub jantung yang berpacu. Mengobrol dengan beberapa teman juga bisa mengalihkan sedikit rasa gugupnya.Tak jauh beda dengan Haidar, Hera yang terlihat sangat cantik dengan gaun mewah namun tetap terlihat elegan itu pun merasa sangat gugup. Mungkin ini adalah pernikahan kedua untuk Hera, tapi hal itu tak sedikit pun bisa menyingkirkan rasa gelisahnya. Mungkin karena dulu dia menikah karena perjodohan membuat Hera tak terlalu memikirkan pernikahan tersebut namun kali ini dia akan men
Happy reading.....Semuanya beransur membaik setelah kejadian mengerikan malam itu. Viona terpaksa ditembak mati oleh polisi karena dianggap mengancam keselamatan Hera. Kejadian malam itu juga termasuk rencana para polisi. Mereka tahu jika Viona pasti kembali. Namun soal penembakan sama sekali di luar rencana. Mereka tidak menyangka jika Viona memiliki senjata. Dan satu-satunya jalan agar Hera tak lagi terluka, mereka harus membekuk Viona. Dengan menembak mati wanita itu.Sampai saat ini Haidar masih belum menyangka jika Viona kini telah tiada. Belum lagi dia harus meninggal dengan cara yang begitu tragis. Masih teringat dengan jelas dalam benak Haidar bagaimana Viona menyatakan cintanya di saat terakhir. Selama ini Haidar pikir Viona hanya bercanda soal perasaannya. Betapa wanita itu sangat mencintai Haidar. Namun apa yang bisa Haidar lakukan? Haidar hanya mencintai Hera dan tidak akan pernah mencintai wanita lain lagi. Walau itu berarti Haidar harus menyakiti wanita yang juga sanga
Happy reading...."Selamat malam, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanya Viona mengulas senyum miring. Terlihat begitu mengejek Hera yang hanya bisa berbaring lemah. Wanita itu merapikan helai rambutnya yang jatuh di pipi kemudian berjalan ke arah Hera."Aku kecewa karena kau masih saja selamat," kata Viona. "Apakah kau memiliki sembilan nyawa hingga bisa bertahan sampai sekarang?" lanjutnya bertanya.Namun siapa yang bisa menjawab. Bahkan Hera masih harus dibantu banyak alat medis yang hampir menutupi sebagian tubuhnya.Viona menghela napas panjang. Duduk di samping Hera seraya menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan."Kau begitu beruntung. Dicintai banyak orang," kata Viona dengan raut wajah sendu. "Terutama Haidar." Pancaran mata Viona tidak bisa berbohong. Dia begitu iri pada Hera. Wanita itu kemudian bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam saku jaket yang ia kenakan.Sebuah pistol yang didapatkannya dari orang asing beberapa hari yang lalu. Barang ilegal yang sebenarn
Happy reading....Polisi terus melacak keberadaan Viona namun hingga tiga hari berlalu setelah kejadian naas itu, mereka tak kunjung menemukan wanita yang menjadi pelaku penculikan Hera dan Elena. Entah ke mana wanita itu kabur. Keluarga Hera dan Haidar juga sudah mengetahui semuanya. Shila dan Thomas adalah orang yang paling kecewa pasalnya mereka sudah menganggap Viona seperti anak sendiri. Awalnya mereka tidak percaya Viona akan berbuat hal sejahat itu namun setelah pihak kepolisian memperlihatkan video yang diberikan Elena, barulah mereka percaya.Shila sampai pingsan tak kuasa menerima kenyataan sosok yang dianggap seperti putrinya sendiri kini menjadi seorang kriminal."Hiks ... ini semua salahku. Aku yang telah gagal mendidik Viona," kata Shila terisak pilu. Thomas membawa tubuh Shila yang bergetar ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya itu."Ini bukan salahmu," katanya menepuk pelan punggung Shila.Sementara kedua orangtua Haidar larut dalam kekecewaannya, Haidar m
Happy reading....Tubuh Haidar gemetar hebat. Tangannya yang berlumur darah Hera masih belum ia bersihkan. Beberapa juga mengenai baju yang ia kenakan. Keadaan yang tak jauh beda dengan pria yang duduk di sampingnya, Jayden.Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di depan UGD. Hera dan Elena yang terluka parah kini sudah ditangani oleh dokter. Keluarga Hera, Haidar dan Elena juga sudah berada di sana. Menunggu kabar putri dan calon menantu mereka.Tak lama kemudian, tiga orang pria menghampiri mereka."Selamat malam. Maaf mengganggu ... tapi kami harus membawa Pak Jayden ke kantor polisi," kata salah satu dari mereka.Mungkin karena sudah terlalu panik mereka jadi lupa jika Jayden masih berstatus buronan polisi. Pria yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak. Jayden baru akan bangkit namun Haidar mendahuluinya."Tidak bisakah kalian menunggu sebentar? Istri Jayden sedang berada di dalam sana. Sedang sekarat!" kata Haidar emosi. Menurutnya para polisi itu tidak punya hati
Halo semuanya! Araya di sini. Terima kasih banyak yah udah mampir di ceritaku. Walaupun mungkin cerita ini masih jauh dari kata sempurna namun aku seneng banget jika cerita ini bisa menghibur kalian di sela-sela aktifitas sehari-hari. Aku juga gak nyangka jika cerita ini bisa dibaca sebanyak itu. Jujur aku gak pernah punya ekspetasi yang tinggi karena sadar akan kemampuanku yang belum seberapa. Namun melihat orang-orang menyukai karyaku itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku semangat membuat karya yang lebih baik lagi kedepannya Nantikan cerita-cerita lain yang aku publish di sini. Jadi tetap stay yah. Oke deh sampai jumpa dicerita lainnya
Happy reading....Hera masih belum percaya jika wanita yang sedang menatapnya penuh kebencian itu adalah Viona."Sialan! Apa kau sudah gila?!" pekik Elena emosi."Ya. Aku memang sudah gila karena ingin membalas dendam pada Hera. Tapi, kau malah ikut campur," ujar Viona berseringai. Dia melirik ke arah Hera yang tengah menatapnya. "Hai, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanyanya dengan nada mengejek."Membalas dendam? Memangnya apa salah Hera padamu?" tanya Elena.Viona mendengus pelan. Pertanyaan Elena terdengar begitu lucu di rungunya. "Kau masih bertanya? Itu karena wanita tidak tahu diri ini sudah merebut Haidar dariku!" ujarnya memekik sambil menunjuk Hera.Elena dan Hera sampai kehabisan kata-kata mendengar pernyataan Viona. Elena berdiri dari sana lalu menghampiri Hera. Membantu wanita itu untuk bangkit namun karena sudah terlalu lemah Hera memilih untuk tetap duduk saja. Sementara Elena menghampiri Viona."Kau benar-benar sudah gila, Viona! Bagaimana mungkin kau memaksakan perasa
Happy reading..."Baiklah. Ayo kita periksa."Walau sudah berkata seperti itu tak membuat kedua pria itu langsung membuka pintu."Apakah sungguh dia dalam keadaan sekarat?" tanya salah satu dari mereka memastikan."Menurutmu? Dia seorang pasien rumah sakit yang kalian culik. Bahkan keadaannya belum membaik sama sekali!" jawab Elena dari dalam. "Tolong beri obat atau apapun itu yang penting bisa menolongnya untuk saat ini!" katanya lagi.Kedua pria itu saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya membuka pintu dengan perlahan. Keadaan yang cukup gelap membuat dua orang pria itu kesulitan melihat Elena dan Hera. Hingga ....Bugh!!!Satu pukulan keras Elena layangkan pada pria pertama. Yang kedua baru akan menoleh namun dengan cepat Elena juga memukul pria itu. Keduanya tumbang di atas lantai yang kotor. Tangan Elena yang gemetar menjatuhkan balok kayu yang menjadi senjatanya di samping pria-pria tadi."Ya Tuhan! Mereka tidak mati 'kan?" gumam Elena masih saja memperdulikan kedua pria i
Happy reading....Elena mengira dia tidak akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera dalam waktu dekat. Namun kenyataannya tidak, Tuhan lebih baik dari itu karena akhirnya Elena menemukan bukti jika dirinya tidak bersalah. Dia akan memberitahu Haidar semuanya.Mobil Elena---hadiah dari ayah tirinya---sudah terparkir dengan rapih di basement rumah sakit. Elena baru saja akan keluar namun pemandangan di hadapan menyita perhatian wanita pemilik mata hazel itu.Dua orang pria berpakaian dokter dan perawat tengah memindahkan seseorang yang duduk di kursi roda ke dalam mobil. Sosok itu ditutupi kain putih. Entah karena kecerobohan atau apa, tiba-tiba kain yang menutupi sosok di kursi roda tersingkap membuat Elena yang sejak tadi memperhatikan melihat sosok itu. Mata Elena seketika membulat."Ya Tuhan! Hera!" gumam Elena panik saat melihat jika sosok yang sedang dimasukkan ke dalam mobil ternyata Hera. Belum lagi Elena sama sekali tidak tahu siapa dua orang pria itu.Elena keluar dari m