Happy reading....
"Segera ceraikan Hera!"
Tunggu?
Apa?
Mata Jayden membulat sempurna menatap tidak percaya ke arah Andrew.
"Apa maksud, Ayah? Aku harus menceraikan Hera, begitu?"
"Apakah ucapanku kurang jelas untukmu?" Andrew malah balik bertanya namun kali ini dia tidak bisa menyembunyikan tatapan marahnya pada Jayden. Dia sampai berdiri dari tempat duduknya.
"Seharusnya sejak awal aku tidak pernah menikahkan Hera dengan pria brengsek sepertimu!" Andrew menatap Jayden dengan tatapan menyala seperti ingin menelan pria itu bulat-bulat.
Jayden ikut berdiri di sana. "Maksud Ayah apa? Bukankah Ayah tidak ingin aku bercerai dengan Hera? Lalu sekarang kenapa malah seperti ini?" Sungguh Jayden benar-benar bingung kenapa situasiny
Happy reading.... Jayden membuka perlahan matanya. Sebenarnya dia belum tidur sama sekali. Hanya menemani Elena hingga wanitanya itu tertidur. Dia lalu bangkit dengan perlahan. Sebisa mungkin tidak menimbulkan suara agar Elena jangan sampai terbangun. Pria dengan surai hitam itu berjalan pelan ke arah dapur. Mengeluarkan sebotol anggur merah untuk menemaninya malam ini. Jayden langsung menyesap minuman itu. Hening dalam ruangan itu membuat pikirannya semakin kacau. Beberapa pertanyaan bersarang di kepala Jayden. Kenapa dia bisa ragu melepaskan Hera? Padahal sejak awal dia tidak pernah menginginkan pernikahan itu. Lalu kenapa dia bisa berubah secepat ini? "Apakah aku sungguh menyukai Hera?" tanya Jayden entah pada siapa. "Tidak. Aku hanya mencintai Elena. Tidak ada tempat untuk Hera,
Happy reading.... Hera sedikit memijit pelipisnya yang terasa berdenyut sakit. Ternyata suara musik jazz yang diputar di sana tak bisa membuat pikiran wanita itu tenang. "Sial! Kenapa aku datang ke tempat ini?" gerutunya seakan menyesal karena berakhir di tempat itu. Seharusnya Hera pulang saja dan tidur dengan nyaman di rumah. Ini semua karena dia ikut-ikutan kata temannya. Di mana jika kau merasa stres, tempat ramai seperti kafe bergaya kelab ini adalah tempat terbaik. Bullshit! Hera tidak merasa demikian. Hera mengatakan dia akan pergi dari sana namun hingga lima belas menit berlalu, wanita dengan balutan dress berwarna hitam itu masih duduk di tempatnya. "Ini untukmu, Nona," ujar seorang pria berpakaian pelayan menaruh segelas minuman di meja Hera. Dia mendongak. "Aku tidak meme
Happy reading.... Mata Hera langsung terbuka lebar. Dia bangkit dari tempat tidur dengan perasaan tak karuan. "Ya Tuhan, apa yang sudah terjadi?" tanya Hera entah pada siapa. Karena di ruangan itu hanya ada dirinya. Dia memandang sekeliling tempat itu. Bertanya dalam hati di mana dia berada sekarang. Samar terdengar gemericik air dari dalam kamar mandi. Sang pemilik rumah itu sedang mandi. Dengan cepat Hera yang tidak mengenakan apapun itu bangkit dari tempat tidur. Mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai lalu memakainya dengan cepat. Setelahnya Hera langsung berlari keluar dari tempat itu dengan menenteng sepatu hak tingginya. Sungguh Hera terlihat seperti seorang pencuri. Wanita itu baru bisa bernapas lega saat dia sudah berada di dalam taksi. "Tolong sentuh aku. Kumohon!"
Happy reading.... "Aku menerima perjodohan ini." Jika mengingat bagaimana Hera begitu mengagumi Jayden saat itu, tidak pernah sedikit pun dia mengira jika hubungan mereka akan berakhir seperti ini. Hera akui waktu hampir satu tahun bersama Jayden adalah saat-saat paling membahagiakan dalam hidupnya. Di mana dia merasa begitu dicintai, disayangi dan diberi perhatian yang tiada henti oleh Jayden. Jayden adalah sosok paling sempurna di mata Hera. Wanita itu baru saja belajar bagaimana caranya menjalin hubungan bersama dengan seorang pria dan Jayden memberikan segalanya. Jayden adalah pria pertama yang menduduki hati Hera. Dia juga pria pertama yang membuat Hera jatuh cinta. Bahkan karena rasa cintanya pada pria itu Hera hampir melakukan hal bodoh. Di mana dia ingin mempertahankan pernikahan yang sebenarnya t
Happy reading.... Haidar disambut hangat oleh keluarga Hera. Dia dijamu seperti seorang tamu terhormat membuat Haidar sedikit merasa tidak enak. Walau tak bisa dipungkiri juga, pria itu bahagia. "Sebenarnya Anda tidak perlu sampai seperti ini, Pak Andrew," ujar Haidar penuh wibawa. Seperti biasanya. "Justru jika tidak seperti ini akan membuat saya merasa belum meminta maaf dengan tulus pada Anda," balas Andrew. Haidar bisa melihat dengan jelas bagaimana pria paruh baya itu terlihat begitu menyesal akan kejadian saat terakhir kali mereka bertemu. "Ini bukan salah Anda. Kita semua hanya salah paham karena termakan oleh jebakan Jayden," kata Haidar tak ingin memperkeruh suasana. "Itu benar," timpal Hera membuat Haidar tidak bisa menyembunyikan senyuman manisnya. "Semua ini terjadi karena keserakahan Jayden
Happy reading.... Haidar memulai segalanya benar-benar dari nol. Walau dia sebenarnya tak perlu melakukan hal itu. Menjadi anak tunggal dari keluarga Pratama yang sudah pasti semua aset dan milik keluarga akan jatuh ke tangannya. Namun hal itu tak membuat Haidar diam saja dan langsung menerima semua itu tanpa adanya kerja keras. Sang ayahlah yang membentuk karakter Haidar seperti itu. Dia tidak ingin karena statusnya, sang anak menjadi sombong. Pria itu yang membentuk sebagian besar karakter Haidar. Hingga membuat sang anak menjadi sosok yang mandiri dan pekerja keras. Hari itu untuk merayakan ulang tahun sang istri, ayah Haidar; Thomas Pratama tak hanya menyiapkan kejutan untuk wanita yang begitu dia cintai itu namun juga kejutan untuk Haidar. "Mulai sekarang Ayah percayakan padamu perusahaan yang berada di Alatha," kata pria itu membuat Haidar menatapnya
Happy reading.... "Pria seperti apa yang kau sukai?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir tipis Haidar dengan pandangan yang tak lepas dari wanita di hadapannya. Wanita itu terlihat bingung dengan pertanyaan Haidar. Padahal mereka baru bertemu hari ini namun pria dengan t-shirt putih itu sudah mengajukan pertanyaan yang menimbulkan rasa canggung. Hera yang masih terlihat sangat polos dan lugu saat itu hanya menjawab seadanya. Apa yang terlintas di otaknya, itulah yang keluar di mulutnya. "Tentu saja pria yang bisa memenuhi segala keinginanku," jawab Hera diiringi dengan kekehan kecil. Tidak ada keseriusan dalam kata-kata itu. "Maksudmu pria yang memiliki banyak uang?" tanya Haidar menaikkan satu alisnya. "Bukankah seorang pria memang dinilai dari uangnya?" kata Hera tertawa kecil. Tepat
Happy reading.... "Mengingat sesuatu?" tanya Haidar seraya tersenyum. "Ka--kau...." Suara Hera terasa tercekat di leher dengan mulut dan mata yang terbuka lebar sambil menatap Haidar. "Ternyata Tuhan mengabulkan doaku," kata Haidar. "Walau sedikit terlambat," lanjutnya menggidikkan bahu dengan kekehan kecil. Seperti sedang menertawakan takdirnya yang jika diingat-ingat lagi cukup lucu. Hera terdiam. Segala ingatan malam itu bergulir bagai potongan film yang baru saja tersambung hingga menjadi cerita yang lengkap. Sungguh Hera tidak pernah menyangka jika pria yang malam itu bersamanya ternyata Haidar. Si pria berambut silver. Lagi pula mana Hera tahu pria itu adalah Haidar karena sekarang rambut Haidar berwarna hitam. Senyum di wajah Haidar memudar perlahan saat melihat wajah Hera yang terlihat gelisah. Seperti tidak senang de