Happy reading....
Hera sedikit memijit pelipisnya yang terasa berdenyut sakit. Ternyata suara musik jazz yang diputar di sana tak bisa membuat pikiran wanita itu tenang.
"Sial! Kenapa aku datang ke tempat ini?" gerutunya seakan menyesal karena berakhir di tempat itu. Seharusnya Hera pulang saja dan tidur dengan nyaman di rumah. Ini semua karena dia ikut-ikutan kata temannya. Di mana jika kau merasa stres, tempat ramai seperti kafe bergaya kelab ini adalah tempat terbaik.
Bullshit! Hera tidak merasa demikian.
Hera mengatakan dia akan pergi dari sana namun hingga lima belas menit berlalu, wanita dengan balutan dress berwarna hitam itu masih duduk di tempatnya.
"Ini untukmu, Nona," ujar seorang pria berpakaian pelayan menaruh segelas minuman di meja Hera.
Dia mendongak. "Aku tidak meme
Happy reading.... Mata Hera langsung terbuka lebar. Dia bangkit dari tempat tidur dengan perasaan tak karuan. "Ya Tuhan, apa yang sudah terjadi?" tanya Hera entah pada siapa. Karena di ruangan itu hanya ada dirinya. Dia memandang sekeliling tempat itu. Bertanya dalam hati di mana dia berada sekarang. Samar terdengar gemericik air dari dalam kamar mandi. Sang pemilik rumah itu sedang mandi. Dengan cepat Hera yang tidak mengenakan apapun itu bangkit dari tempat tidur. Mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai lalu memakainya dengan cepat. Setelahnya Hera langsung berlari keluar dari tempat itu dengan menenteng sepatu hak tingginya. Sungguh Hera terlihat seperti seorang pencuri. Wanita itu baru bisa bernapas lega saat dia sudah berada di dalam taksi. "Tolong sentuh aku. Kumohon!"
Happy reading.... "Aku menerima perjodohan ini." Jika mengingat bagaimana Hera begitu mengagumi Jayden saat itu, tidak pernah sedikit pun dia mengira jika hubungan mereka akan berakhir seperti ini. Hera akui waktu hampir satu tahun bersama Jayden adalah saat-saat paling membahagiakan dalam hidupnya. Di mana dia merasa begitu dicintai, disayangi dan diberi perhatian yang tiada henti oleh Jayden. Jayden adalah sosok paling sempurna di mata Hera. Wanita itu baru saja belajar bagaimana caranya menjalin hubungan bersama dengan seorang pria dan Jayden memberikan segalanya. Jayden adalah pria pertama yang menduduki hati Hera. Dia juga pria pertama yang membuat Hera jatuh cinta. Bahkan karena rasa cintanya pada pria itu Hera hampir melakukan hal bodoh. Di mana dia ingin mempertahankan pernikahan yang sebenarnya t
Happy reading.... Haidar disambut hangat oleh keluarga Hera. Dia dijamu seperti seorang tamu terhormat membuat Haidar sedikit merasa tidak enak. Walau tak bisa dipungkiri juga, pria itu bahagia. "Sebenarnya Anda tidak perlu sampai seperti ini, Pak Andrew," ujar Haidar penuh wibawa. Seperti biasanya. "Justru jika tidak seperti ini akan membuat saya merasa belum meminta maaf dengan tulus pada Anda," balas Andrew. Haidar bisa melihat dengan jelas bagaimana pria paruh baya itu terlihat begitu menyesal akan kejadian saat terakhir kali mereka bertemu. "Ini bukan salah Anda. Kita semua hanya salah paham karena termakan oleh jebakan Jayden," kata Haidar tak ingin memperkeruh suasana. "Itu benar," timpal Hera membuat Haidar tidak bisa menyembunyikan senyuman manisnya. "Semua ini terjadi karena keserakahan Jayden
Happy reading.... Haidar memulai segalanya benar-benar dari nol. Walau dia sebenarnya tak perlu melakukan hal itu. Menjadi anak tunggal dari keluarga Pratama yang sudah pasti semua aset dan milik keluarga akan jatuh ke tangannya. Namun hal itu tak membuat Haidar diam saja dan langsung menerima semua itu tanpa adanya kerja keras. Sang ayahlah yang membentuk karakter Haidar seperti itu. Dia tidak ingin karena statusnya, sang anak menjadi sombong. Pria itu yang membentuk sebagian besar karakter Haidar. Hingga membuat sang anak menjadi sosok yang mandiri dan pekerja keras. Hari itu untuk merayakan ulang tahun sang istri, ayah Haidar; Thomas Pratama tak hanya menyiapkan kejutan untuk wanita yang begitu dia cintai itu namun juga kejutan untuk Haidar. "Mulai sekarang Ayah percayakan padamu perusahaan yang berada di Alatha," kata pria itu membuat Haidar menatapnya
Happy reading.... "Pria seperti apa yang kau sukai?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir tipis Haidar dengan pandangan yang tak lepas dari wanita di hadapannya. Wanita itu terlihat bingung dengan pertanyaan Haidar. Padahal mereka baru bertemu hari ini namun pria dengan t-shirt putih itu sudah mengajukan pertanyaan yang menimbulkan rasa canggung. Hera yang masih terlihat sangat polos dan lugu saat itu hanya menjawab seadanya. Apa yang terlintas di otaknya, itulah yang keluar di mulutnya. "Tentu saja pria yang bisa memenuhi segala keinginanku," jawab Hera diiringi dengan kekehan kecil. Tidak ada keseriusan dalam kata-kata itu. "Maksudmu pria yang memiliki banyak uang?" tanya Haidar menaikkan satu alisnya. "Bukankah seorang pria memang dinilai dari uangnya?" kata Hera tertawa kecil. Tepat
Happy reading.... "Mengingat sesuatu?" tanya Haidar seraya tersenyum. "Ka--kau...." Suara Hera terasa tercekat di leher dengan mulut dan mata yang terbuka lebar sambil menatap Haidar. "Ternyata Tuhan mengabulkan doaku," kata Haidar. "Walau sedikit terlambat," lanjutnya menggidikkan bahu dengan kekehan kecil. Seperti sedang menertawakan takdirnya yang jika diingat-ingat lagi cukup lucu. Hera terdiam. Segala ingatan malam itu bergulir bagai potongan film yang baru saja tersambung hingga menjadi cerita yang lengkap. Sungguh Hera tidak pernah menyangka jika pria yang malam itu bersamanya ternyata Haidar. Si pria berambut silver. Lagi pula mana Hera tahu pria itu adalah Haidar karena sekarang rambut Haidar berwarna hitam. Senyum di wajah Haidar memudar perlahan saat melihat wajah Hera yang terlihat gelisah. Seperti tidak senang de
Happy reading...."Tuan Jayden ada di luar, Nyonya Hera," ujar Ara pelan. Senyum yang semula terpatri di wajah Hera seketika luntur. Berganti datar."Apakah saya---""Biarkan dia masuk," potong Hera dengan cepat.Sejak awal dia sudah setuju untuk tetap membiarkan Jayden datang sewaktu-waktu pria itu merindukan Juan. Dia tetaplah ayah Juan dan tidak ada yang bisa memungkiri hal itu. Dan Hera di sini tidak ingin bersikap egois karena kebahagiaan Juan adalah prioritasnya sekarang."Baik, Nyonya Hera," ujar Ara kembali keluar untuk mempersilakan Jayden masuk.Tak berselang lama, eksistensi Jayden pun hadir di tengah-tengah mereka; Hera dan Juan. Pria itu hanya menatap Hera sekilas karena Hera sendiri sudah membuang muka tidak ingin menatapnya. Jayden meringis pelan."
Happy reading...."Ibu!"Hera memanggil ibunya yang tengah duduk didampingi Ara. Wajah wanita itu sembab dengan pipi yang dibanjiri air mata."Bagaimana keadaan Ayah, Bu?" tanya Hera yang juga tak kalah kacau dengan Anne. Wanita paruh baya itu menggeleng lalu memeluk Hera dengan tubuhnya yang terasa begitu lemas.Sejak mendengar kabar sang suami jatuh pingsan di kantor hingga sekarang masuk ruang UGD, Anne tak hentinya menangis. Seluruh tenaganya telah terkuras habis. Untunglah ada Ara yang setia bersamanya sebelum Hera datang.Hera juga sudah berlinang air mata namun tiada suara yang keluar. Dia membawa Anne untuk duduk. Dia pun sama, sangat khawatir dan gelisah, tapi sebisa mungkin Hera tidak menunjukkan hal itu di depan ibunya."Aku yakin Ayah pasti akan baik-baik saja, Bu," ujar Hera memeluk erat Anne. Entah hal itu untuk menguat