Happy reading....
Mata Hera langsung terbuka lebar. Dia bangkit dari tempat tidur dengan perasaan tak karuan.
"Ya Tuhan, apa yang sudah terjadi?" tanya Hera entah pada siapa. Karena di ruangan itu hanya ada dirinya. Dia memandang sekeliling tempat itu. Bertanya dalam hati di mana dia berada sekarang.
Samar terdengar gemericik air dari dalam kamar mandi. Sang pemilik rumah itu sedang mandi. Dengan cepat Hera yang tidak mengenakan apapun itu bangkit dari tempat tidur. Mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai lalu memakainya dengan cepat.
Setelahnya Hera langsung berlari keluar dari tempat itu dengan menenteng sepatu hak tingginya. Sungguh Hera terlihat seperti seorang pencuri. Wanita itu baru bisa bernapas lega saat dia sudah berada di dalam taksi.
"Tolong sentuh aku. Kumohon!"
Happy reading.... "Aku menerima perjodohan ini." Jika mengingat bagaimana Hera begitu mengagumi Jayden saat itu, tidak pernah sedikit pun dia mengira jika hubungan mereka akan berakhir seperti ini. Hera akui waktu hampir satu tahun bersama Jayden adalah saat-saat paling membahagiakan dalam hidupnya. Di mana dia merasa begitu dicintai, disayangi dan diberi perhatian yang tiada henti oleh Jayden. Jayden adalah sosok paling sempurna di mata Hera. Wanita itu baru saja belajar bagaimana caranya menjalin hubungan bersama dengan seorang pria dan Jayden memberikan segalanya. Jayden adalah pria pertama yang menduduki hati Hera. Dia juga pria pertama yang membuat Hera jatuh cinta. Bahkan karena rasa cintanya pada pria itu Hera hampir melakukan hal bodoh. Di mana dia ingin mempertahankan pernikahan yang sebenarnya t
Happy reading.... Haidar disambut hangat oleh keluarga Hera. Dia dijamu seperti seorang tamu terhormat membuat Haidar sedikit merasa tidak enak. Walau tak bisa dipungkiri juga, pria itu bahagia. "Sebenarnya Anda tidak perlu sampai seperti ini, Pak Andrew," ujar Haidar penuh wibawa. Seperti biasanya. "Justru jika tidak seperti ini akan membuat saya merasa belum meminta maaf dengan tulus pada Anda," balas Andrew. Haidar bisa melihat dengan jelas bagaimana pria paruh baya itu terlihat begitu menyesal akan kejadian saat terakhir kali mereka bertemu. "Ini bukan salah Anda. Kita semua hanya salah paham karena termakan oleh jebakan Jayden," kata Haidar tak ingin memperkeruh suasana. "Itu benar," timpal Hera membuat Haidar tidak bisa menyembunyikan senyuman manisnya. "Semua ini terjadi karena keserakahan Jayden
Happy reading.... Haidar memulai segalanya benar-benar dari nol. Walau dia sebenarnya tak perlu melakukan hal itu. Menjadi anak tunggal dari keluarga Pratama yang sudah pasti semua aset dan milik keluarga akan jatuh ke tangannya. Namun hal itu tak membuat Haidar diam saja dan langsung menerima semua itu tanpa adanya kerja keras. Sang ayahlah yang membentuk karakter Haidar seperti itu. Dia tidak ingin karena statusnya, sang anak menjadi sombong. Pria itu yang membentuk sebagian besar karakter Haidar. Hingga membuat sang anak menjadi sosok yang mandiri dan pekerja keras. Hari itu untuk merayakan ulang tahun sang istri, ayah Haidar; Thomas Pratama tak hanya menyiapkan kejutan untuk wanita yang begitu dia cintai itu namun juga kejutan untuk Haidar. "Mulai sekarang Ayah percayakan padamu perusahaan yang berada di Alatha," kata pria itu membuat Haidar menatapnya
Happy reading.... "Pria seperti apa yang kau sukai?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir tipis Haidar dengan pandangan yang tak lepas dari wanita di hadapannya. Wanita itu terlihat bingung dengan pertanyaan Haidar. Padahal mereka baru bertemu hari ini namun pria dengan t-shirt putih itu sudah mengajukan pertanyaan yang menimbulkan rasa canggung. Hera yang masih terlihat sangat polos dan lugu saat itu hanya menjawab seadanya. Apa yang terlintas di otaknya, itulah yang keluar di mulutnya. "Tentu saja pria yang bisa memenuhi segala keinginanku," jawab Hera diiringi dengan kekehan kecil. Tidak ada keseriusan dalam kata-kata itu. "Maksudmu pria yang memiliki banyak uang?" tanya Haidar menaikkan satu alisnya. "Bukankah seorang pria memang dinilai dari uangnya?" kata Hera tertawa kecil. Tepat
Happy reading.... "Mengingat sesuatu?" tanya Haidar seraya tersenyum. "Ka--kau...." Suara Hera terasa tercekat di leher dengan mulut dan mata yang terbuka lebar sambil menatap Haidar. "Ternyata Tuhan mengabulkan doaku," kata Haidar. "Walau sedikit terlambat," lanjutnya menggidikkan bahu dengan kekehan kecil. Seperti sedang menertawakan takdirnya yang jika diingat-ingat lagi cukup lucu. Hera terdiam. Segala ingatan malam itu bergulir bagai potongan film yang baru saja tersambung hingga menjadi cerita yang lengkap. Sungguh Hera tidak pernah menyangka jika pria yang malam itu bersamanya ternyata Haidar. Si pria berambut silver. Lagi pula mana Hera tahu pria itu adalah Haidar karena sekarang rambut Haidar berwarna hitam. Senyum di wajah Haidar memudar perlahan saat melihat wajah Hera yang terlihat gelisah. Seperti tidak senang de
Happy reading...."Tuan Jayden ada di luar, Nyonya Hera," ujar Ara pelan. Senyum yang semula terpatri di wajah Hera seketika luntur. Berganti datar."Apakah saya---""Biarkan dia masuk," potong Hera dengan cepat.Sejak awal dia sudah setuju untuk tetap membiarkan Jayden datang sewaktu-waktu pria itu merindukan Juan. Dia tetaplah ayah Juan dan tidak ada yang bisa memungkiri hal itu. Dan Hera di sini tidak ingin bersikap egois karena kebahagiaan Juan adalah prioritasnya sekarang."Baik, Nyonya Hera," ujar Ara kembali keluar untuk mempersilakan Jayden masuk.Tak berselang lama, eksistensi Jayden pun hadir di tengah-tengah mereka; Hera dan Juan. Pria itu hanya menatap Hera sekilas karena Hera sendiri sudah membuang muka tidak ingin menatapnya. Jayden meringis pelan."
Happy reading...."Ibu!"Hera memanggil ibunya yang tengah duduk didampingi Ara. Wajah wanita itu sembab dengan pipi yang dibanjiri air mata."Bagaimana keadaan Ayah, Bu?" tanya Hera yang juga tak kalah kacau dengan Anne. Wanita paruh baya itu menggeleng lalu memeluk Hera dengan tubuhnya yang terasa begitu lemas.Sejak mendengar kabar sang suami jatuh pingsan di kantor hingga sekarang masuk ruang UGD, Anne tak hentinya menangis. Seluruh tenaganya telah terkuras habis. Untunglah ada Ara yang setia bersamanya sebelum Hera datang.Hera juga sudah berlinang air mata namun tiada suara yang keluar. Dia membawa Anne untuk duduk. Dia pun sama, sangat khawatir dan gelisah, tapi sebisa mungkin Hera tidak menunjukkan hal itu di depan ibunya."Aku yakin Ayah pasti akan baik-baik saja, Bu," ujar Hera memeluk erat Anne. Entah hal itu untuk menguat
Happy reading....Andrew baru saja menginjakkan kaki di perusahaannya, tapi seorang pria yang menjadi sekretarisnya langsung menghampirinya. Raut wajahnya bingung dan gelisah membuat Andrew tak senang melihatnya."Ada apa?" tanya Andrew.Pria itu tak lantas menjawab namun menampilkan gimik seakan mengatakan hal yang akan dia bicarakan tidak pantas dikatakan di ruangan terbuka seperti ini. Andrew yang mengerti hal itu lalu melanjutkan langkah menuju ruangannya"Ada apa, Jonatan?" Andrew bertanya untuk yang kedua kalinya. Dia sudah duduk di kursi kebesarannya sekarang dan siap mendengar apa yang akan dikatakan pria itu.Pria bernama Jonatan itu menggigit bibir bawahnya seperti masih ragu untuk memberitahu. Menghela napas pelan, Jonatan memberikan file yang sejak tadi dipegangnya pada Andrew.Andrew melirik Jonatan beberapa saat sebel
Happy reading....Hari yang tunggu akhirnya tiba. Pernikahan Haidar dan Hera. Para tamu sudah mulai memenuhi tempat duduk yang disediakan. Pernikahan yang di gelar di luar ruangan itu terlihat begitu mewah nan elegan. Warna putih mendominasi tempat itu. Di ujung altar Haidar sudah terlihat sangat gagah dengan balutan toxedo warna hitamnya. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya namun perasaan gugup juga tak bisa dihindari. Haidar sampai harus menarik napas lalu menghelanya beberapa kali untuk menetralkan degub jantung yang berpacu. Mengobrol dengan beberapa teman juga bisa mengalihkan sedikit rasa gugupnya.Tak jauh beda dengan Haidar, Hera yang terlihat sangat cantik dengan gaun mewah namun tetap terlihat elegan itu pun merasa sangat gugup. Mungkin ini adalah pernikahan kedua untuk Hera, tapi hal itu tak sedikit pun bisa menyingkirkan rasa gelisahnya. Mungkin karena dulu dia menikah karena perjodohan membuat Hera tak terlalu memikirkan pernikahan tersebut namun kali ini dia akan men
Happy reading.....Semuanya beransur membaik setelah kejadian mengerikan malam itu. Viona terpaksa ditembak mati oleh polisi karena dianggap mengancam keselamatan Hera. Kejadian malam itu juga termasuk rencana para polisi. Mereka tahu jika Viona pasti kembali. Namun soal penembakan sama sekali di luar rencana. Mereka tidak menyangka jika Viona memiliki senjata. Dan satu-satunya jalan agar Hera tak lagi terluka, mereka harus membekuk Viona. Dengan menembak mati wanita itu.Sampai saat ini Haidar masih belum menyangka jika Viona kini telah tiada. Belum lagi dia harus meninggal dengan cara yang begitu tragis. Masih teringat dengan jelas dalam benak Haidar bagaimana Viona menyatakan cintanya di saat terakhir. Selama ini Haidar pikir Viona hanya bercanda soal perasaannya. Betapa wanita itu sangat mencintai Haidar. Namun apa yang bisa Haidar lakukan? Haidar hanya mencintai Hera dan tidak akan pernah mencintai wanita lain lagi. Walau itu berarti Haidar harus menyakiti wanita yang juga sanga
Happy reading...."Selamat malam, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanya Viona mengulas senyum miring. Terlihat begitu mengejek Hera yang hanya bisa berbaring lemah. Wanita itu merapikan helai rambutnya yang jatuh di pipi kemudian berjalan ke arah Hera."Aku kecewa karena kau masih saja selamat," kata Viona. "Apakah kau memiliki sembilan nyawa hingga bisa bertahan sampai sekarang?" lanjutnya bertanya.Namun siapa yang bisa menjawab. Bahkan Hera masih harus dibantu banyak alat medis yang hampir menutupi sebagian tubuhnya.Viona menghela napas panjang. Duduk di samping Hera seraya menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan."Kau begitu beruntung. Dicintai banyak orang," kata Viona dengan raut wajah sendu. "Terutama Haidar." Pancaran mata Viona tidak bisa berbohong. Dia begitu iri pada Hera. Wanita itu kemudian bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam saku jaket yang ia kenakan.Sebuah pistol yang didapatkannya dari orang asing beberapa hari yang lalu. Barang ilegal yang sebenarn
Happy reading....Polisi terus melacak keberadaan Viona namun hingga tiga hari berlalu setelah kejadian naas itu, mereka tak kunjung menemukan wanita yang menjadi pelaku penculikan Hera dan Elena. Entah ke mana wanita itu kabur. Keluarga Hera dan Haidar juga sudah mengetahui semuanya. Shila dan Thomas adalah orang yang paling kecewa pasalnya mereka sudah menganggap Viona seperti anak sendiri. Awalnya mereka tidak percaya Viona akan berbuat hal sejahat itu namun setelah pihak kepolisian memperlihatkan video yang diberikan Elena, barulah mereka percaya.Shila sampai pingsan tak kuasa menerima kenyataan sosok yang dianggap seperti putrinya sendiri kini menjadi seorang kriminal."Hiks ... ini semua salahku. Aku yang telah gagal mendidik Viona," kata Shila terisak pilu. Thomas membawa tubuh Shila yang bergetar ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya itu."Ini bukan salahmu," katanya menepuk pelan punggung Shila.Sementara kedua orangtua Haidar larut dalam kekecewaannya, Haidar m
Happy reading....Tubuh Haidar gemetar hebat. Tangannya yang berlumur darah Hera masih belum ia bersihkan. Beberapa juga mengenai baju yang ia kenakan. Keadaan yang tak jauh beda dengan pria yang duduk di sampingnya, Jayden.Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di depan UGD. Hera dan Elena yang terluka parah kini sudah ditangani oleh dokter. Keluarga Hera, Haidar dan Elena juga sudah berada di sana. Menunggu kabar putri dan calon menantu mereka.Tak lama kemudian, tiga orang pria menghampiri mereka."Selamat malam. Maaf mengganggu ... tapi kami harus membawa Pak Jayden ke kantor polisi," kata salah satu dari mereka.Mungkin karena sudah terlalu panik mereka jadi lupa jika Jayden masih berstatus buronan polisi. Pria yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak. Jayden baru akan bangkit namun Haidar mendahuluinya."Tidak bisakah kalian menunggu sebentar? Istri Jayden sedang berada di dalam sana. Sedang sekarat!" kata Haidar emosi. Menurutnya para polisi itu tidak punya hati
Halo semuanya! Araya di sini. Terima kasih banyak yah udah mampir di ceritaku. Walaupun mungkin cerita ini masih jauh dari kata sempurna namun aku seneng banget jika cerita ini bisa menghibur kalian di sela-sela aktifitas sehari-hari. Aku juga gak nyangka jika cerita ini bisa dibaca sebanyak itu. Jujur aku gak pernah punya ekspetasi yang tinggi karena sadar akan kemampuanku yang belum seberapa. Namun melihat orang-orang menyukai karyaku itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku semangat membuat karya yang lebih baik lagi kedepannya Nantikan cerita-cerita lain yang aku publish di sini. Jadi tetap stay yah. Oke deh sampai jumpa dicerita lainnya
Happy reading....Hera masih belum percaya jika wanita yang sedang menatapnya penuh kebencian itu adalah Viona."Sialan! Apa kau sudah gila?!" pekik Elena emosi."Ya. Aku memang sudah gila karena ingin membalas dendam pada Hera. Tapi, kau malah ikut campur," ujar Viona berseringai. Dia melirik ke arah Hera yang tengah menatapnya. "Hai, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanyanya dengan nada mengejek."Membalas dendam? Memangnya apa salah Hera padamu?" tanya Elena.Viona mendengus pelan. Pertanyaan Elena terdengar begitu lucu di rungunya. "Kau masih bertanya? Itu karena wanita tidak tahu diri ini sudah merebut Haidar dariku!" ujarnya memekik sambil menunjuk Hera.Elena dan Hera sampai kehabisan kata-kata mendengar pernyataan Viona. Elena berdiri dari sana lalu menghampiri Hera. Membantu wanita itu untuk bangkit namun karena sudah terlalu lemah Hera memilih untuk tetap duduk saja. Sementara Elena menghampiri Viona."Kau benar-benar sudah gila, Viona! Bagaimana mungkin kau memaksakan perasa
Happy reading..."Baiklah. Ayo kita periksa."Walau sudah berkata seperti itu tak membuat kedua pria itu langsung membuka pintu."Apakah sungguh dia dalam keadaan sekarat?" tanya salah satu dari mereka memastikan."Menurutmu? Dia seorang pasien rumah sakit yang kalian culik. Bahkan keadaannya belum membaik sama sekali!" jawab Elena dari dalam. "Tolong beri obat atau apapun itu yang penting bisa menolongnya untuk saat ini!" katanya lagi.Kedua pria itu saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya membuka pintu dengan perlahan. Keadaan yang cukup gelap membuat dua orang pria itu kesulitan melihat Elena dan Hera. Hingga ....Bugh!!!Satu pukulan keras Elena layangkan pada pria pertama. Yang kedua baru akan menoleh namun dengan cepat Elena juga memukul pria itu. Keduanya tumbang di atas lantai yang kotor. Tangan Elena yang gemetar menjatuhkan balok kayu yang menjadi senjatanya di samping pria-pria tadi."Ya Tuhan! Mereka tidak mati 'kan?" gumam Elena masih saja memperdulikan kedua pria i
Happy reading....Elena mengira dia tidak akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera dalam waktu dekat. Namun kenyataannya tidak, Tuhan lebih baik dari itu karena akhirnya Elena menemukan bukti jika dirinya tidak bersalah. Dia akan memberitahu Haidar semuanya.Mobil Elena---hadiah dari ayah tirinya---sudah terparkir dengan rapih di basement rumah sakit. Elena baru saja akan keluar namun pemandangan di hadapan menyita perhatian wanita pemilik mata hazel itu.Dua orang pria berpakaian dokter dan perawat tengah memindahkan seseorang yang duduk di kursi roda ke dalam mobil. Sosok itu ditutupi kain putih. Entah karena kecerobohan atau apa, tiba-tiba kain yang menutupi sosok di kursi roda tersingkap membuat Elena yang sejak tadi memperhatikan melihat sosok itu. Mata Elena seketika membulat."Ya Tuhan! Hera!" gumam Elena panik saat melihat jika sosok yang sedang dimasukkan ke dalam mobil ternyata Hera. Belum lagi Elena sama sekali tidak tahu siapa dua orang pria itu.Elena keluar dari m