"Ti-tidur denganku?" Tiba-tiba Celine gugup, sementara otak kecilnya mulai berpikiran liar.Saat Earl mengambil bantalnya tadi, Celine pikir pria itu akan mengusirnya pindah ke sofa. Siapa yang menyangka pria itu malah ingin tidur dengannya di ranjang yang sama?"Tapi aku tidak mau tidur denganmu." Meskipun sudah mengucapkan itu, nyatanya Celine masih duduk manis di ranjang. Sementara Earl pura-pura tidak mendengar.Pria itu sibuk menata bantalnya. Kemudian mencari posisi yang nyaman dengan duduk bersandar. "Apa kamu mau lanjut menonton, Celine?" tawarnya."Hah?" Celine melongo.Mana mungkin Celine menjawab 'iya'? Mereka berdua sama-sama normal. Bagaimana kalau mereka terbawa suasana lalu ingin mencobanya?"Tidak mau!" tolak Celine."Tidak mau?" Earl menoleh. Lalu kembali melihat ke arah layar. "Ya sudah. Kalau begitu aku akan menontonnya sendiri. Kalau kamu ngantuk, kamu tidur saja duluan," kata Earl sembari menepuk-nepuk kasur menggunakan tangan kanannya.Pria itu tersentum tipis, me
Pagi itu, matahari sudah mulai meninggi. Tapi tak ada tanda-tanda kalau sepasang pengantin itu akan membuka mata. Entah Celine atau Earl, dua-duanya masih terlelap dalam tidurnya yang nyenyak.Di atas ranjang berukuran besar itu, Earl tidur di sisi kanan. Pria itu menelungkupkan tubuhnya dengan posisi kepala menoleh ke kiri. Hening ... dan tak ada suara. Yang ada hanyalah hembusan nafas yang nyaris tak terdengar.Tapi, tiba-tiba ... dering alarm berbunyi."Apa itu?" Setengah sadar, Earl meraih ponselnya. Tapi ponsel itu gelap. "Bukan punyaku? Lalu punya siapa?"Bingung, pria itu diam sesaat. Dan setelah lima detik, akhirnya dia ingat kalau dia tidak sendirian. "Ah, pasti itu milik Celine."Earl pun menoleh dan membangunkan Celine. "Celine, matikan alarmnya. Berisik, tahu?"Tapi, Earl dikejutkan dengan posisi tidur Celine yang tak biasa. Seharusnya Earl melihat wajah Celine, atau mungkin rambutnya karena gadis itu tidur di sampingnya. Namun, bukan itu yang Earl lihat. Gadis itu meringk
"Ah. I-itu ... " Celine segera menarik tangannya. Menggaruk pipinya yang tidak gatal dan bertingkah seolah tidak pernah menyentuh apapun. "Sebenarnya, aku hanya ... ""Menggodaku?" potong Earl.Pria itu bangkit dan mendekati Celine. Tak apa kalau hanya mendekat. Masalahnya, pria itu malah memamerkan tubuh atletisnya tanpa rasa malu.Bahkan, secara terang-terangan menarik tangan Celine agar Celine menyentuh perut itu untuk yang kedua kali. "Jangan khawatir, aku tidak akan tergoda. Jadi, kalau mau menyentuh, silahkan saja!""Siapa juga yang mau menggodamu." Celine kembali menarik tangannya. Lalu pergi membereskan barang-barangnya yang tak seberapa. "Oh, benarkah?" tanya Earl.Sepertinya, pria itu akan terus bertanya sampai mendapat jawaban yang dia inginkan. Tapi, Celine tidak perlu menjawab pertanyaan itu karena waktu yang semakin mepet.Wanita itu tersenyum lebar. Menunjuk kearah jam dinding sembari berkata, "Presdir, bukankah sebaiknya kamu segera mandi? Mereka sudah menunggu, lho!"
"Apa kamu melihat ekspresi tanteku?" Di balik kemudi itu, Earl tak bisa menahan tawa. Apalagi setelah mengingat bagaimana ekspresi Laudya dan Chintya saat mereka melihat bekas gigitan Earl di leher Celine."Lain kali, kita harus sering-sering melakukannya, Celine!" pinta Earl.Sepertinya, pria itu masih larut dalam euforia. Sangat berbeda dengan Celine yang tampak biasa saja. "Tidak mau!" tolak Celine.Gadis itu melihat lehernya yang kemerahan dari sebuah cermin berukuran kecil. Lalu mengambil ponsel miliknya dan mencari tutorial untuk menghilangkan bekas itu di internet.Earl yang saat ini sedang menyetir pun langsung menoleh begitu mendengar penolakan. "Apa kamu pikir kamu bisa menolak?" tanyanya.Pria itu tersenyum tipis, lalu kembali melihat ke depan. "Ingat, Celine. Kita sudah sepakat. Jadi tolong kerjasamanya, okay?"Untuk beberapa detik, suasana menjadi hening. Earl fokus menyetir sementara Celine menyimpan ponselnya ke dalam tas."Iya, aku tahu!" Celine menoleh. Memberikan lir
"Maaf. Aku memesan nama El Sanders, kenapa El Baldwin yang tertulis di sini?"Mendengar nama putranya disebut, Celine pun menoleh.Pandangannya langsung tertuju pada kue yang bentuk dan ukurannya sama persis dengan kue yang saat ini dia pegang.Dua pegawai yang menyadari bahwa kue pelanggan mereka tertukar pun buru-buru minta maaf dan menukar kue itu. "Tuan, mohon maaf! Sepertinya kue Anda tertukar dengan kue milik Nona ini," kata salah seorang pegawai.Pada akhirnya pria berwajah tampan itu mendapatkan kue sesuai pesanannya, tapi sorot matanya jelas mengatakan bahwa dia sangat tidak suka dengan keteledoran yang dilakukan oleh pegawai toko."Namanya sama-sama El. Umur mereka sama, kuenya pun sama. Mereka pasti sangat lucu!" kata pegawai yang lain.Pegawai toko itu hanya ingin mencairkan suasana, tapi sepertinya gagal karena salah satu pelanggannya merasa terganggu. "Iya, putraku memang sangat lucu!" kata Celine.Berbeda dengan pria itu yang terlihat acuh dan berbalik arah meninggalka
"Celine, Presdir memanggilmu!""Lagi?"Sedikit kesal rasanya mendengar kalimat perintah yang sama berulang kali. Sudah dua minggu dari kejadian di toko kue itu, tetapi agaknya dendam sang presdir belum surut juga.Berulang kali Celine dipanggil. Entah ini sudah yang ke berapa kalinya. Padahal dirinya baru keluar dari ruangan itu sepuluh menit yang lalu.Tak ingin mendapat masalah, Celine pun segera pergi ke ruangan Presdir yang terkenal diktator itu."Kali ini dia ingin aku mengerjakan apa lagi?" gumam Celine dengan bahu yang melorot.Kendati begitu, gadis itu tetap mengulas senyum ketika menghadap sang presdir. Sementara Earl, pria itu hanya tersenyum tipis seraya menyodorkan sebuah map kepada Celine."Aku sudah mengatur posisi baru untukmu!" kata Earl.Celine pun menerima map itu dan membacanya perlahan. Semuanya baik-baik saja sampai Celine tahu ke mana Earl melemparnya sekarang."Presdir, tolong jangan bercanda!" Matanya refleks memelotot.Tentu saja kabar ini kabar buruk. Sebab, E
"Ayahmu."Celine termangu mengetahui ada seseorang yang mengenal ayahnya."P-paman kenal ayahku?" Mata gadis itu mengerjap tidak percaya.Pria tersebut tersenyum tipis sembari terus memperhatikan Celin tanpa berkedip.“Namaku Jehian, dan ya, aku mengenal dekat ayahmu.” Jehian kemudian mengerutkan dahinya, menyadari sesuatu. “Di mana ayahmu sekarang? Lalu, apa kamu bekerja sama dengan mereka?” tunjuk pria itu ke arah perwakilan perusahaan.Tiba-tiba ekspresi Celine berubah. Calon air mata bahkan sudah menggenang di sudut-sudut matanya. Dia jadi punya sebuah ide brilian, kendati dia terus berdoa supaya ayahnya merestui karena ia akan menggunakan ayahnya sebagai dalih."A-ayah sakit.” Dia mulai terisak pelan. “Aku kerja di perusahaan itu, Paman. Dan ini proyek penentuan untukku. Aku bisa dipecat jika gagal dalam Upaya pembebasan lahan ini. Sedangkan … Aku butuh banyak uang untuk biaya rumah sakit.”Sesaat, Celine menghentikan ucapannya. Dia menatap lekat-lekat Jehian dan ekspresi di waja
Sementara Celine tengah terlibat nostalgia, di perusahaan Earl—sang presdir, tengah panik usai mendengar kabar pegawainya hilang."Belum ada kabar?" tanya pria itu pada bawahan kepercayaannya, Felix. "Belum, haruskah kita lapor polisi dan menambah personil untuk mencarinya?" Sebenarnya puluhan orang sengaja dikirim untuk memastikan keamanan Celine dan teman-temannya. Tapi siapa yang menyangka pria bernama Jehian itu malah membawa Celine kabur dan tidak satu pun orang suruhan mereka bisa menemukan jejaknya.Jehian dikenal sebagai ketua preman yang begitu dihormati. Kegarangan dan ketegasan pria tambun itu bukan lagi isapan jempol semata. Pengaruhnya benar-benar kuat, sebab sekali dia berkata … seluruh preman di bawahnya akan langsung tunduk.Spekulasi buruk pun mulai memenuhi pikiran mereka, tidak terkecuali Earl."Lakukan saja!" kata pria itu pada akhirnya.Felix pun menghubungi pihak terkait untuk membuat laporan. Tak lupa meminta bawahannya menambah anggota untuk mencari Celine.S