“Kamu benar-benar marah?”Nanda mendengar suara Sashi yang kesekian kalinya menanyakan hal yang sama. Dia memang sedang kesal sendiri, jadi memilih diam daripada berdebat dengan istrinya.“Nanda, yakin mau marah terus?”Nanda mengusap kasar wajahnya mendengar Sashi bicara. Dia lantas bangun dengan cepat, hingga terkejut melihat istrinya.Sashi memakai pakaian tipis, entah dari mana wanita itu mendapatkan pakaian seperti itu. Dia berdiri di depan ranjang sambil mengibaskan rambutnya untuk menggoda.Nanda malah menahan tawa, melihat istrinya seperti sekarang malah membuatnya merasa aneh.“Dari mana kamu mendapatkan pakaian itu?” tanya Nanda keheranan tapi juga gemas.Sashi naik ranjang, lantas duduk tepat di depan suaminya.“Tidak usah dipertanyakan dari mana aku mendapatkan ini. Yang terpenting itu, niatku membujuk suamiku agar tidak marah,” jawab Sashi.Sungguh Nanda tak pernah membayangkan Sashi akan memakai pakaian seperti itu, tapi seharusnya dia senang karena kecemburuan dan rasa
Nanda dan Sashi pergi ke depan untuk melihat siapa yang datang, hingga Sashi langsung tersenyum sungkan melihat dua orang yang berdiri di depan pintu.“Bibi, Uncle.” Sashi menyapa adik dari ibunya itu.“Di mana, Hanz?” tanya Cheryl masih terlihat tenang dengan senyum merekah.“Di dalam, Bi. Baru mau sarapan, kalian sarapan juga sekalian, yuk!” ajak Sashi setelah menjawab pertanyaan sang bibi. Dia terkejut karena Cheryl dan Orion akan datang sepagi ini mencari Hanzel.Cheryl tersenyum ramah, begitu juga dengan suaminya yang mengangguk menerima tawaran Sashi. Mereka pun ikut masuk untuk sarapan sekalian melihat kondisi putra mereka.Saat sampai di ruang makan, Cheryl melihat putranya duduk dengan lengan dan pelipis yang terluka, tentu saja wanita itu langsung murka luar biasa melihat putranya seperti itu.Wanita satu anak itu langsung menghampiri cepat putranya, membuat Sashi dan yang lain terkejut.“Mami sudah bilang, kan. Jangan naik motor, jangan naik motor, nekat naik motor sembunyi
“Ada apa? Kenapa kamu murung? Bertemu pasien yang judes?” tanya Zidan saat melihat Sashi yang terlihat tak bersemangat seperti biasanya.Sashi mengajak Zidan minum kopi saat siang hari untuk memenuji janji mentraktir pria itu, tapi sayangnya Sashi malah tidak fokus karena memikirkan panggilan telepon yang diterimanya tadi.Sashi terkejut mendengar pertanyaan Zidan, lantas menggelengkan kepala sambil tersenyum untuk menyanggah tebakan temannya itu.“Bukan,” jawab Sashi, “hanya sedang memikirkan sesuatu.”Sashi menyesap kopi yang masih mengepulkan uap panas setelah menjawab pertanyaan Zidan.Zidan memperhatikan Sashi. Dia ingin membuka mulut untuk bicara tapi ponsel wanita itu berdering lebih dulu.“Ini suamiku, aku jawab dulu,” ujar Sashi saat melihat nama Nanda terpampang di layar.Zidan akhirnya memilih diam, memperhatikan Sashi yang sedang menerima telepon.“Ya, ada apa?” tanya Sashi membalas sapaan suaminya itu.“Kamu di mana?” tanya Nanda balik dari seberang panggilan.“Sedang di
“Aruna berjalan ke arah kita.”Ansel berbisik di telinga Bumi yang duduk di sebelahnya. Dia melihat sepupu sahabatnya itu sedang berjalan memeluk buku ke arah mereka.Bumi mengarahkan pandangan ke depan, hingga melihat Aruna yang sedang berjalan ke arah mereka.“Jangan menghindar, nanti dia nangis karena sudah kamu abaikan,” bisik Ansel menggoda Bumi.Bumi langsung menoleh sahabatnya yang sangat berisik itu, tapi kemudian kembali memandang Aruna yang kini hampir sampai.“Hai, Runa. Mau bicara dengan Bumi?” tanya Ansel sambil berdiri seolah ingin memberikan tempat dan waktu untuk Aruna bicara.Aruna sama sekali tak menatap Bumi. Dia memilih memandang Ansel.“Aku tidak ada urusan dengannya, sebenarnya ada urusan denganmu,” ujar Aruna mengabaikan Bumi.Bumi terkejut mendengar ucapan Aruna. Padahal dia berpikir Aruna hendak menemuinya untuk memperbaiki hubungan mereka.Ansel sendiri sangat terkejut mendengar ucaoan Aruna. Mulutnya sampai terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu tapi bingun
“Bagaimana kabar Nana?” tanya Sashi saat sedang makan malam bersama Nanda di sebuah restoran. Ini sudah sejak dua hari lukisan Sashi dibeli seorang pria. Sashi sendiri tidak mencari tahu seperti apa wajah pembelinya, karena dia pun tak ingin tahu sebab takut identitasnya terbongkar. “Baik, dia sudah mulai masuk kerja meski masih terlihat pucat,” jawab Nanda, “kapan kamu pindah ke klinik?” tanya Nanda balik. “Em … besok sudah pindah. Surat pindahnya sudah selesai diurus bersamaan dengan surat prakteknya. Besok aku harus ke perusahaan itu untuk memberikan berkas-berkas yang dibutuhkan,” jawab Sashi kemudian memasukkan makanan ke mulut. Nanda mengangguk sambil tersenyum tipis, tampaknya sampai saat ini Sashi masih belum tahu kalau perusahaannya yang merekrut wanita itu. “Baiklah, biar besok aku yang mengantarmu,” ujar Nanda memberi tawaran, padahal sebenarnya dia sekalian berangkat kerja. “Tentu,” jawab Sashi langsung melebarkan senyum. Nanda membalas senyum Sashi, lantas mereka pu
“Na.”Nana yang hendak menaiki berhenti melangkah ketika mendengar suara Rihana memanggil.“Ya, Ma.”Nana menghampiri Rihana yang duduk di ruang keluarga.“Duduklah.” Rihana menepuk pelan sofa yang ada di sampingnya.“Ada apa, Ma?” tanya Nana sambil menatap Rihana.“Apa Sabtu besok kamu bisa menyempatkan pergi bersama mama?” tanya Rihana sambil mengusap rambut Nana.“Sabtu?” tanya Nana memastikan lantas mendapat jawaban sebuah anggukan dari Rihana.“Bisa, Ma.” Nana mengiakan ajak sang mama.“Baguslah. Mama pikir kamu akan sibuk jadi tidak bisa pergi. Sabtu besok mama mau mengajakmu sesekali keluar bersama, kita juga sudah lama ga keluar bareng,” ujar Rihana sambil terus mengulas senyum ke putri angkatnya itu.Nana mengangguk sambil memulas senyum mendengar ucapan Rihana.“Ya sudah, sana istirahat. Besok kamu harus ke kantor, kan?” Rihana mengusap pelan pipi Nana, kemudian meminta putrinya itu buru-buru beristirahat.Nana pun beranjak dari ruangan itu, lantas menaiki anak tangga menuju
“Selamat bergabung di perusahaan ini. Kami senang Anda bersedia menjaga kesehatan karyawan perusahaan kami.”Bagian HRD baru saja mengecek berkas Sashi, lantas menyambut wanita itu sebagai dokter perusahaan.“Saya juga senang bisa bergabung di perusahaan ini,” balas Sashi sopan sambil sedikit membungkukan badan.Kepala HRD sebenarnya agak sungkan karena Sashi adalah istri pemilik perusahaan, tapi demi profesionalisme dalam bekerja, dia harus menganggap Sashi pekerja biasa.“Saya akan bekerja sungguh-sungguh merawat dan mengobati karyawan yang sakit juga membutuhkan,” ucap Sashi lagi.Di luar ruangan, Nanda berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada. Dia bak bodyguard yang sedang menunggu tuannya menyelesaikan urusan.Lukas pun ikutan bingung, kenapa Nanda harus menunggu di sana, hingga mengundang curiga para staff yang melihat mereka.“Anda tak mau ke ruang kerja dulu, Pak?” tanya Lukas hati-hati.“Aku hanya ingin memastikan Sashi tak berubah pikiran,” jawab Nanda.Setelah meng
“Kamu gila?”Bumi begitu syok hingga menatap tak percaya ke Ansel yang pacaran dengan Aruna.“Kenapa kamu mengataiku gila? Apa salahnya kalau kami jadian?” Ansel malah keheranan dengan sikap Bumi.Bumi ingin membalas ucapan Ansel, tapi urung karena Aruna sudah sampai di hadapan mereka.“Ans.” Aruna langsung menyapa Ansel dan mengabaikan Bumi.Bumi benar-benar tak habis pikir, kenapa Aruna bisa bersama Ansel.“Aku tadi belum sempat sarapan karena terburu-buru. Bisa temani aku ke kantin sebentar?” tanya Aruna sambil menatap Ansel.“Tentu, ayo!” Ansel mengiakan permintaan Aruna.“Runa, tunggu!” Bumi ingin meminta penjelasan. Dia menahan lengan Aruna.Aruna melirik tak senang ke tangan Bumi yang memegang lengannya, hingga membuat Bumi langsung melepas.“Kenapa kalian jadian? Maksudku, sejak kapan?” tanya Bumi.Aruna menaikkan satu sudut alis mendengar pertanyaan Bumi. Dia bahkan menatap Ansel, sebelum kemudian memandang Bumi lagi.“Kenapa? Sudah jelas karena aku menyukai Ansel. Untuk seja
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang