“Bagaimana kabar Nana?” tanya Sashi saat sedang makan malam bersama Nanda di sebuah restoran. Ini sudah sejak dua hari lukisan Sashi dibeli seorang pria. Sashi sendiri tidak mencari tahu seperti apa wajah pembelinya, karena dia pun tak ingin tahu sebab takut identitasnya terbongkar. “Baik, dia sudah mulai masuk kerja meski masih terlihat pucat,” jawab Nanda, “kapan kamu pindah ke klinik?” tanya Nanda balik. “Em … besok sudah pindah. Surat pindahnya sudah selesai diurus bersamaan dengan surat prakteknya. Besok aku harus ke perusahaan itu untuk memberikan berkas-berkas yang dibutuhkan,” jawab Sashi kemudian memasukkan makanan ke mulut. Nanda mengangguk sambil tersenyum tipis, tampaknya sampai saat ini Sashi masih belum tahu kalau perusahaannya yang merekrut wanita itu. “Baiklah, biar besok aku yang mengantarmu,” ujar Nanda memberi tawaran, padahal sebenarnya dia sekalian berangkat kerja. “Tentu,” jawab Sashi langsung melebarkan senyum. Nanda membalas senyum Sashi, lantas mereka pu
“Na.”Nana yang hendak menaiki berhenti melangkah ketika mendengar suara Rihana memanggil.“Ya, Ma.”Nana menghampiri Rihana yang duduk di ruang keluarga.“Duduklah.” Rihana menepuk pelan sofa yang ada di sampingnya.“Ada apa, Ma?” tanya Nana sambil menatap Rihana.“Apa Sabtu besok kamu bisa menyempatkan pergi bersama mama?” tanya Rihana sambil mengusap rambut Nana.“Sabtu?” tanya Nana memastikan lantas mendapat jawaban sebuah anggukan dari Rihana.“Bisa, Ma.” Nana mengiakan ajak sang mama.“Baguslah. Mama pikir kamu akan sibuk jadi tidak bisa pergi. Sabtu besok mama mau mengajakmu sesekali keluar bersama, kita juga sudah lama ga keluar bareng,” ujar Rihana sambil terus mengulas senyum ke putri angkatnya itu.Nana mengangguk sambil memulas senyum mendengar ucapan Rihana.“Ya sudah, sana istirahat. Besok kamu harus ke kantor, kan?” Rihana mengusap pelan pipi Nana, kemudian meminta putrinya itu buru-buru beristirahat.Nana pun beranjak dari ruangan itu, lantas menaiki anak tangga menuju
“Selamat bergabung di perusahaan ini. Kami senang Anda bersedia menjaga kesehatan karyawan perusahaan kami.”Bagian HRD baru saja mengecek berkas Sashi, lantas menyambut wanita itu sebagai dokter perusahaan.“Saya juga senang bisa bergabung di perusahaan ini,” balas Sashi sopan sambil sedikit membungkukan badan.Kepala HRD sebenarnya agak sungkan karena Sashi adalah istri pemilik perusahaan, tapi demi profesionalisme dalam bekerja, dia harus menganggap Sashi pekerja biasa.“Saya akan bekerja sungguh-sungguh merawat dan mengobati karyawan yang sakit juga membutuhkan,” ucap Sashi lagi.Di luar ruangan, Nanda berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada. Dia bak bodyguard yang sedang menunggu tuannya menyelesaikan urusan.Lukas pun ikutan bingung, kenapa Nanda harus menunggu di sana, hingga mengundang curiga para staff yang melihat mereka.“Anda tak mau ke ruang kerja dulu, Pak?” tanya Lukas hati-hati.“Aku hanya ingin memastikan Sashi tak berubah pikiran,” jawab Nanda.Setelah meng
“Kamu gila?”Bumi begitu syok hingga menatap tak percaya ke Ansel yang pacaran dengan Aruna.“Kenapa kamu mengataiku gila? Apa salahnya kalau kami jadian?” Ansel malah keheranan dengan sikap Bumi.Bumi ingin membalas ucapan Ansel, tapi urung karena Aruna sudah sampai di hadapan mereka.“Ans.” Aruna langsung menyapa Ansel dan mengabaikan Bumi.Bumi benar-benar tak habis pikir, kenapa Aruna bisa bersama Ansel.“Aku tadi belum sempat sarapan karena terburu-buru. Bisa temani aku ke kantin sebentar?” tanya Aruna sambil menatap Ansel.“Tentu, ayo!” Ansel mengiakan permintaan Aruna.“Runa, tunggu!” Bumi ingin meminta penjelasan. Dia menahan lengan Aruna.Aruna melirik tak senang ke tangan Bumi yang memegang lengannya, hingga membuat Bumi langsung melepas.“Kenapa kalian jadian? Maksudku, sejak kapan?” tanya Bumi.Aruna menaikkan satu sudut alis mendengar pertanyaan Bumi. Dia bahkan menatap Ansel, sebelum kemudian memandang Bumi lagi.“Kenapa? Sudah jelas karena aku menyukai Ansel. Untuk seja
Nanda memasang muka masam melihat Sashi sedang memeriksa staff laki-laki. Lani sendiri tidak tahu kalau Sashi adalah istri Nanda. Dia merasa sedikit aneh saat Nanda terus menatap dengan wajah kesal. “Tekanan darahnya sedikit rendah. Meski pekerjaan banyak, usahakan tetap istirahat malam yang cukup. Saya akan merekomendasikan vitamin juga tambah darah,” ujar Sashi setelah selesai memeriksa. “Terima kasih banyak, Dok.” Staff itu tersenyum ramah ke Sashi. Sashi hanya mengangguk lantas meminta Lani memberikan vitamin yang disebutkannya. Sashi melihat Nanda, tapi pria itu sudah berwajah masam. Dia pun memilih tak menatap lagi, meski sudah mempunyai firasat buruk akan hal itu. Staff tadi pamit setelah mendapatkan vitamin, hingga terkejut saat melihat lirikan tajam dari Nanda. “Anda punya keluhan, Pak?” tanya Lani sopan ke Nanda. Nanda ingin menjawab pertanyaan Lani, tapi lebih dulu terkejut mendengar suara Bastian yang memanggilnya. Nanda menoleh, hingga melihat Bastian yang sedang
“Dok.” “Ya.” Sashi menoleh ketika Lani yang memanggilnya. Dia sedang membereskan meja karena sudah waktunya pulang. “Dari tadi saya penasaran, tapi mau tanya agak takut,” ujar Lani. Sashi mengulas senyum, hingga kemudian membalas, “Tanya saja, tidak apa.” Lani mendekat ke Sashi. Dia berdiri di depan meja, siap untuk bertanya. “Dokter kelihatan sangat akrab sekali dengan Pak Nanda dan adik-adiknya. Memangnya kenal?” tanya Lani memberanikan diri setelah menahan tak bertanya seharian. Sashi langsung mengulum bibir mendengar pertanyaan Lani, hingga menoleh ke pintu sebelum kembali menatap Lani. Lani sendiri sangat penasaran, kenapa Sashi terlihat begitu misterius. “Jika aku cerita, kamu bisa merahasiakannya dulu?” tanya Sashi balik. Lani penuh semangat menganggukan kepala, lantas membuat gerakan mengunci mulut. “Nanda suamiku, tentunya Bas dan Nana adik iparku,” ujar Sashi memberitahu. Lani sangat terkejut mendengar ucapan Sashi. Dia sampai menutup mulut dengan telapak tangan.
“Nanti jangan bilang ke Mama kalau aku pingsan,” ucap Nana sambil menoleh Bastian. Nana dan Bastian pulang bersama, mobil mereka kini sudah sampai di depan garasi. “Kenapa?” tanya Bastian keheranan. “Aku hanya tidak ingin Mama cemas, apalagi aku janji mau menemaninya pergi dan dia sudah senang. Kalau tahu aku sakit atau dalam kondisi kurang baik, dia pasti sedih.” Nana bicara sambil menatap nanar. Nana sangat peduli akan kebahagiaan Rihana, membuatnya tak tega jika harus membuat wanita itu cemas. “Baiklah, aku tidak akan bicara ke Mama soal kondisimu,” ujar Bastian menuruti permintaan Nana. Nana mengangguk lega, lantas keduanya pun turun dari mobil. Saat keduanya baru saja turun dari mobil, ternyata Rihana sudah berada di teras. “Ma.” Nana langsung menyapa sambil berjalan mendekat ke Rihana. Rihana memulas senyum melihat Nana. Dia lantas mengusap kedua pipi Nana penuh kasih sayang. “Kok pulangnya sore banget?” tanya Rihana. “Iya, tadi ada beberapa pekerjaan yang harus seles
“Tapi apa? Kenapa kamu tidak melanjutkan ucapanmu?” tanya Nanda yang sudah terlanjur penasaran.Sashi hanya tersenyum melihat Nanda yang penasaran. Dia lantas menjawab, “Tapi bohong. Bukan mantan, hanya teman dekat. Sayangnya umurnya tak panjang, dia meninggal karena kecelakaan.”Setelah mengatakan itu, Sashi merangkul lengan Nanda untuk mengajak suaminya itu melanjutkan langkah.Nanda terkejut mendengar ucapan Sashi. Dia berjalan sambil menatap istrinya itu.“Kamu masih memikirkannya?” tanya Nanda masih saja penasaran.“Tentu saja, ya meski kadang lupa,” jawab Sashi tanpa menatap suaminya.Nanda diam mendengar jawaban Sashi. Melanjutkan langkah dengan ekspresi wajah yang tak bisa dideskripsikan.“Sudah jangan dibahas lagi. Itu hanya masa lalu, misal ingat pun hanya untuk mengenang, apalagi dia selalu baik kepadaku. Dia tahu aku suka melukis, dia juga merahasiakan hobiku itu dari teman lain,” ujar Sashi yang tak ingin Nanda terus penasaran.Nanda akhirnya hanya mengangguk, lantas mene