Ada yang sudah sampai bab ini? komen dan dukungannya Capucinno tunggu ya.... Selamat membacaaaaaaa........
Perawat itu melongo melihat Dokter Dante yang selama ini terlihat tegas terhadap aturan malah menemani Teofilano merokok. Ya, mereka berdua merokok di depan poster dilarang merokok. Dia pergi sebelum mendapat masalah.Teofilano melirik sekilas punggung perawat itu. “Saya butuh baju ganti untuk pasien di dalam dan kain pel.”Lantai kamar Viana memang kotor terkena darah menstruasinya. Begitu pula bajunya.“Baik, Tuan. Ada yang lain?” tanya Dokter Dante.“Itu saja.”“Stevi!” Dokter Dante segera memanggil perawat senior itu. “Tolong ambilkan baju ganti untuk Nona Viana dan panggilkan Office boy untuk membersihkan kamarnya.”Stevy menghela nafas tajam sebelum menghembuskannya. Sadar, dirinya sedang diincar Teofilano gara-gara menegur masalah rokok. “Ya. Dok.”“Saya mau dia yang ngepel,” ucap Teofilano.Dokter Dante segera meralat perintahnya. Tidak memberi ruang bagi Stevy yang keberatan karena sedang sibuk mengurus 5 pasien lansia.Sembari menunggu Stevi, Teofilano menceritakan keadaan V
Glek!Cairan kental Teofilano tertelan. Viana marah karena rasanya tidak enak. Dia memukuli perut six pack Teofilano.“Jilat, Viana!” Teofilano benar-benar ingin Viana menuntaskan tugasnya hingga tetes terakhir.Satu jam berlalu. Viana menatap makanan di depannya tapi tidak bisa menelan. Meskipun sudah menetralkan lidahnya dengan mouthwash, tapi rasanya menancap di pikiran.Viana lari ke toilet. “Huek!” masih tidak percaya dengan apa yang barusan dia lakukan.Selama menikah, Viana tidak pernah membahas nafkah batin dengan Galla kecuali saat menstruasi. Karena di moment itu libidonya sedang tinggi. Dan jawaban Galla sangat menyenangkan hatinya. Pria itu akan berkata “Siapa yang tidak mau sama kamu, aku mau.”Nyatanya, meskipun siklus itu berulang, Galla lupa dengan ucapannya.Viana kembali ke meja makan. Bagaimanapun dia harus menelan makanan itu karena ada obat yang perlu dia minum.“Dari mana kamu belajar?” Teofilano masih surprise.“Ilham.”Teofilano tertawa. Perempuan seperti Vian
Viana mengeluarkan tiket bioskop yang dia temukan di saku kemeja Galla, dia letakkan di dashboard mobil lalu pergi. Hati Viana sakit. Galla punya waktu untuk nonton dengan orang lain, tapi tidak punya waktu dengannya.Tapi sakit hatinya tak bertahan lama, sebab dia menyimpan dosa yang lebih mengerikan dibanding tiket bioskop itu. Perselingkuhan.Meskipun terlihat tenang, Viana depresi. Itulah kenapa moodnya swing, selain dasarnya sudah moody. Dia heran, sudah seminggu sejak Galla menjenguknya di rumah sakit, 24 jam sejak dia kembali ke rumah ini, pria itu tidak pernah bertanya tentang berita perselingkuhannya dengan Teofilano. Apa separah itu sikap tidak keponya?Memikirkan Galla, Teofilano, Cintya, dan bayangan ketika dirinya tertembak, semua itu membuat kepala Viana hampir pecah. Disaat yang sama dia harus bersikap seolah tidak terjadi apa-apa karena belum berani mengklaim ingatannya pulih.“Viana, tunggu!”Viana membalik badan, sebagai bukti tidak sakit hati. “Kenapa?”Mata adalah
“Apa dia hidup dijaman flintstone?” Viana heran Teofilano tidak punya sosmed. Lebih tepatnya kesal karena tak menemukan jawaban atas rasa penasarannya.Kwan Bank adalah bank yang didirikan oleh Teofilano dan sahabatnya—Vincenzo dan Don Alberto. Tentu saja, untuk bisa membuka bank dibutuhkan modal awal yang cukup besar untuk disetor.Tapi mereka bertiga orang-orang beruntung yang ceprot di keluarga kaya raya, warisannya melimpah, modal awal bukanlah perkara sulit bagi mereka. Tapi lebih ke pikiran berhasil atau tidak.Ternyata berhasil. Bank yang baru berumur 10 tahun itu kini market capnya hampir setara bank milik pemerintah yang sudah berumur puluhan tahun.Dengan cara kerja yang sama, 10 tahun ini Kwan Bank memberikan bunga tinggi kepada debiturnya. Dengan agunan berupa tanah atau bangunan. Sebagian orang beruntung, bisa melunasi pokok serta bunganya yang mencekik leher. Sisanya, harus merasakan pahitnya aset disita.Sebab itu, Teofilano menikahi Cintya. Karena hanya Cintya musuh be
“Pak Teo—”Viana terkejut Teofilano menelpon. Dia pikir pria itu sudah berhenti mengganggunya karena seminggu lebih tak ada kabar. Viana bingung, antara mengangkat telponnya atau tidak.Telpon berakhir, Viana syok membaca pesan dari Teofilano.Nomor tak dikenal : Angkat telponku atau aku akan naik.Viana segera menyeret kaki menuju jendela kamarnya yang menghadap ke arah jalan. Tidak percaya melihat mobil sedan warna putih yang parkir di sebrang rumahnya. Dia tahu betul mobil siapa itu, karena pernah menggunakannya. Ya, mobil Lauren.“Kebiasaan!” umpat Viana. Dia ingin respect kepada Teofilano, tapi tingkah lakunya membuat Viana muak.Viana mengunci pintu kamar tidurnya sebelum menerima telpon. “Kenapa Bapak ke sini?!”“Apa menstruasimu sudah selesai?”Viana tidak bodoh-bodoh amat. Dia tahu maksud Teofilano menanyakan hal itu.Sumpah, Viana ingin menyobek mulut Teofilano lalu melempar pria itu ke planet mars. Dia sudah tidak tahan satu planet dengan mantan CEOnya itu.“Selesai atau bel
Teofilano menyembunyikan senyum. Dia membatin, ‘You will be mine.’ Tapi yang keluar dari mulutnya berbeda.“Bukan urusanku. Aku sudah menyuruhmu KB waktu itu!”Viana panik karena mansion ini jauh dari mana-mana. Dia takut sel sperma Teofilano terburu bertemu dengan sel telurnya. Hanya satu pikirannya saat ini, alkohol. Ya! di mansion ini pasti ada alkohol.Tanpa membersihkan badan, Viana keluar dari kamarnya yang berada di lantai 3. Dia turun ke lantai 2 mencari alkohol. Viana terkejut melihat sebuah ruang tampak gelap, karena tidak memiliki jendela.Wug!Dalam sekejab otak Viana segera tahu, itu suara Ceko.“Ceko, aku tidak akan mengganggumu.” Viana bergidik ngeri tapi tangannya terus meraba tembok mencari saklar. Rasa takutnya akan hamil anak Teofilano jauh lebih besar dari takutnya kepada anjing.Ceko mengeram, seolah dendam kepada Viana karena telah membuatnya yatim piatu. Dia tahu, dia adalah anak kesayangan Lauren. Sebab itu akan membuat ibunya bangga dengan menggoyak tubuh Vian
Teofilano membuang wajah ke arah lain. Tidak rela peliharaannya dipelihara pria lain.Tapi kota yang dijuluki kota surga ini bisa menjadi kota mati jika dia cerai dengan Cintya. Karena cerai sama dengan kembali ke kehidupannya yang lama. Tidak hanya bisnisnya yang terancam bangkrut, tapi juga bisnis orang lain.“Jangan katakan kalimat mengerikan itu padaku!”Viana tidak membalas ucapan Teofilano. Dia berhak minta jaminan keamanan dari pria itu karena saat ini mungkin sel sperma Teofilano sudah bertemu dengan sel telurnya. Dia mau melahirkan anak bagi Teofilano jika pria itu mau menceraikan Cintya. Karena hanya itu satu-satunya cara agar nyawanya dan anaknya aman.Intinya, Viana tak mau banyak cincong. Kalau Teofilano sayang padanya, pasti akan menuruti permintaannya. Kalau tidak, ya sudah, dia tidak mau menghabiskan waktu dengan orang yang hanya mau dengan tubuhnya tapi tidak menyayanginya ini.Viana turun dari sofa karena dahaganya haus. Usai minum, dia membawakan segelas untuk Teofi
Viana tidak menjawab. Seperti biasa, ketika marah dia diam seribu bahasa.Viana marah pada semuanya. Teofilano, Galla, Cintya, Vonny dan tetangganya yang sampai sekarang masih hidup dan sehat wal afiat.Teofilano bingung menghadapi Viana kalau sedang marah. Dia lebih suka Viana cerewet dari pada diam.“Masuklah! aku akan mengantarmu pulang,” kata Teofilano pada akhirnya.Melihat Viana tetap membisu dan terus berjalan, lama-lama Teofilano emosi. Dia turun dari mobil.Tak perlu waktu lama untuk mencekal siku Viana. “Jika ibumu hidup, pasti menyuruhku tanggung jawab! Aku sudah mengajakmu menikah, kamu ingat itu?! tapi apa jawabanmu?! ….. meskipun kamu diceraikan oleh suamimu, kamu TIDAK AKAN menikah denganku! …… sekarang, tiba-tiba kamu bawa-bawa kata sayang dan menyuruhku cerai dengan Cintya …… ke plin planan apa lagi ini?”Viana diam. Hanya menatap Teofilano dengan mata nanar. Dia akui, dia memang plin plan.Teofilano melanjutkan “Sekarang ku balik ……. kalau kamu sayang aku, ceraikan s
Viana baru yakin pria yang berdiri di depannya pagi ini adalah pentolan silent killer, setelah hidungnya mencium aroma wangi parfum pria itu.“Mana kunci mobilku,” pinta Teofilano dengan suara dingin.“Ada di tas.” Viana bergegas meninggalkan Teofilano, menuju konter resepsionis.Teofilano menunggu Viana di samping mobilnya ketika resepsionisnya itu menyerahkan kunci mobilnya dengan wajah acuh tak acuh.“Baru dua lebih aku pergi, ka—”“Permisi.” Viana bergegas pergi setelah meletakkan kunci di atas mobil. Karena tahu lanjutannya.Pasti pria brengsek itu akan berkata ‘Kenapa sudah mencari penggantiku?! Apa kamu belum sadar kamu miliku?!’Ya, pasti begitu. Dan Viana malas menanggapi.“Viana, berhenti!”Tapi Viana tak peduli. Viana baru peduli ketika pria itu mengancam tidak akan memberinya uang.“Bapak tahu kenapa saya tidak pernah minta uang? Karena saya tidak ingin merasa dipelihara,” jawab Viana penuh penekanan pada kalimat setelah karena.Viana menstater kunci motornya lalu pergi.
Semalam-malaman Viana berada di tempat pembuangan akhir, mencari piring dan gelas plastiknya di tempat yang sangat bau ini.Jantung Viana berdebar karena begadang, tapi barang yang dia cari belum ketemu.“Kak Luigi, aku ijin nggak masuk kerja, karena ada urusan mendadak,” kata Viana pagi ini.“Waduh, nggak ada yang jaga dong pagi ini. Sebab tadi Lolita juga ijin perutnya sakit.”Viana menatap gunung sampah yang belum sempat dia jajaki. Viana bingung, kesempatannya tinggal hari ini sebelum sampah-sampah itu di bakar.“Maaf ya Kak, aku ada perlu yang gak bisa ditunda.”Luigi akhirnya mengalah, meskipun baru sampai rumah setelah jaga malam, dia berangkat lagi.Viana kembali mencari piring dan gelas plastik miliknya, tak peduli bau dan kotor.“Nyari apa, Non?” tanya Felix—bodyguard Viana yang sudah menyamar jadi pemulung.Viana menoleh, tertegun menatap pria yang sebenarnya tampan tapi lusuh, berjalan ke arahnya.“Noah?”“Kamu masih mengingatku?” Felix—bodyguard bayangan Viana yang sudah
Galla barusan menelpon. Viana pikir untuk menanyainya karena sudah lewat jam pulang dia belum ada di rumah. Ternyata untuk memberitahu kalau malam ini pria itu tidak pulang, menginap di resto karena ada tukang yang akan membenahi saluran pembuangan yang mampet.Akhirnya Viana putuskan menunggu Linda meski sudah absen pulang. Jam 11 malam, perempuan itu baru muncul. Viana terkejut, ternyata dia pernah bertemu Linda sebelumnya. Kala itu perempuan ini bersama Ceko.“Viana.”“Linda.”Mereka berkenalan. Kemudian Darren menyuruh Linda cerita pengalamannya kepada Viana selama jadi teman minum para tamu-tamu KIC.Linda tertawa. “Kenapa, kamu tertarik?”“Penasaran aja, Kak.” Viana balas tersenyum.Linda kembali tertawa. “Kita ngomong dewasa ya. Tamu-tamu itu kadang suruh aku salto, nyanyi meskipun aku nggak bisa nyanyi, lepas baju, menari, masturbasi di depan mereka. Awalnya aku syok, tapi Pak Teo ngingetin tujuanku datang ke sini. Kalau nggak ada Pak Teo aku udah mengundurkan diri dari hari p
Viana teringat Teofilano. Minuman alkohol inilah yang dulu dia lihat di meja kerja pria itu di mansion, saat dia ingin mencegah kehamilan.Alkohol bukan kebutuhan primer. Bahkan masih tidak layak disebut kebutuhan tersier. Tapi bos mafia itu rela membuang uang banyak untuk sesuatu yang bukan kebutuhan dasar.Itu artinya Teofilano cukup kaya. Karena tidak mungkin minum seharga jutaan dollar kalau uangnya pas-pas an.Viana tersenyum simpul. Meskipun pria itu kaya dan berkuasa kini hobinya menciumi intinya dan mengatakan suka dengan aromanya yang khas. Lalu mengigiti pahanya sebelum akhirnya memasukinya.Teofilano memang sangat menjijikkan saat di ranjang. Baik perkataan maupun perbuatan. Sampai kadang Viana ingin mencabuti rambut kepala pria itu satu persatu sampai habis.Kesal, kapok campur jadi satu di hati Viana. Karena dia baru bisa keluar dari ruang VIP jam 9 malam.“Viana.”“Ya, Mr?”“Next aku mau kamu yang temani aku lagi.”“What?!”Viana benar-benar tidak percaya masih ada next.
Bagi Viana yang tidak pernah menemani orang minum, melihat kepala Mr Fox ambruk ke meja dikira mabuk, padahal pria itu baru kehilangan koordinasi.“Lagi.”“Tapi—"Mr fox menatap Viana kesal, perempuan ini berani mengatur hidupnya.“Kamu mau menghabiskan sisanya?”Viana menggeleng. Agak takut dengan tatapan muak dari Mr Fox.“Kalau begitu tuang minuman itu ke gelas, sekarang!”Viana gemetar Mr Fox tiba-tiba menyentaknya. Padahal tujuannya mengingatkan agar pria itu tak berlebihan mengkonsumsi alkohol.Akhirnya, Viana kembali menggunakan kedua tangannya untuk menuang isi botol itu ke dalam gelas. Karena botol itu berat, isinya 5 liter.Viana merasa Mr Fox sudah sinting karena pengaruh alkohol. Beberapa detik lalu pria itu menyentaknya dengan nada tinggi, seperti orang marah. Tapi sekarang senyum-senyum melihatnya, sepertinya hati pria itu senang setelah meluapkan emosi padanya.“Kamu tahu berapa harga pergelas minuman ini?”Viana menggeleng.“3,7 juta dollar pergelas.”Rahang Viana jatu
“Wah, hebat sekali kamu. Kecil-kecil jago bisnis,” puji Galla.Jika Reyna malu dipuji seorang Galla, pebisnis muda yang sukses menyulap Galardi Kitchen dari 3 cabang menjadi 9 cabang dalam waktu kurang dari 5 tahun, Vonny menatap Galla sebal karena saat ini merangkul pundak Viana—perempuan miskin, bodoh, dan tak berguna itu.Reyna memang layak dipuji dan dibanggakan. Usianya masih 19 tahun, baru lulus SMA, tapi sudah punya bisnis online shop yang sukses. Bisa beli apartemen serta mobil dengan uangnya sendiri.“Itulah pentingnya latar belakang keluarga. Keluarganya pebisnis semua, makanya Reyna jago bisnis. Coba kalau orang tuanya buruh cuci dan sopir angkutan umum, anaknya pasti gak bisa apa-apa. Gak mampu otaknya buat melihat peluang dan cari uang.”Deg!Viana merasa tersindir. Setelah bisnis toko lampu orang tuanya bangkrut, mendiang Ibunya—Hesti Tanama memang menjadi buruh cuci baju dari rumah ke rumah, dan mendiang ayahnya—Adnan Tanama menjadi sopir bis milik pemerintah.Kalau diri
Mata coklat Viana memperhatikan pesawat yang sedang take off. Kalau boleh teriak, dia ingin menyuruh Teofilano turun dari pesawat itu atau jangan pergi selama itu.Tapi Viana hanya bisa menelan semua itu sendiri. Karena sadar Teofilano sedang melakukan tugasnya sebagai suami.Sebenarnya sudah lama Lauren meminta Teofilano menemuinya. Tapi baru kali ini Teofilano sempat.Teofilano berani meninggalkan Viana karena Cintya sudah dia kurung di rumah sakit jiwa dan Tiger tidak berkutik setelah Teofilano menemukan bukti bahwa pembunuh berantai yang selama ini memutilasi korbannya setelah diperkosa adalah Tiger.Viana memarkir mobil milik Teofilano di KIC. Segera dia temui Dion yang sedang mengopi di pos satpam malam ini.“Dion, ini kunci mobil Bapak.”Dion bingung. “ Kenapa dikasih ke aku? Kan bapak suruh kamu pake selama Bapak nggak ada.”“Tahu. Tapi aku nggak mau. Nih.” Viana menyuruh Dion menerima kuncinya.Viana masih cukup waras. Bawa mobil Teofilano pulang ke rumah sama dengan minta d
Teofilano mendorong piring Viana. Menyuruh perempuan itu menghabiskan makanannya. Begitu pula dengan dirinya.“Sudah jam 1 siang, saya harus kembali,” ucap Viana.“Nanti malam aku ke Irish menemui Lauren.”Viana memasukkan baju dan lain-lain ke dalam koper yang akan dibawa Teofilano. Sementara pria itu menelpon Lauren.“Aku sudah beli semua pesanan kamu. Semua sudah masuk ke dalam koper,” ucap Teofilano usai melirik hasil pekerjaan Viana.Lauren memesan beberapa makanan khas Triodes dan restoran KIC. Sebab itu Teofilano membawa koper besar, padahal baju yang dia bawa hanya 3 pasang.Teofilano memang tidak suka bepergian dengan membawa banyak barang, dia lebih suka bawa uang, sesampainya di tempat biasanya beli baju dan baju kotornya dia buang ke tempat sampah.“Makasih, Honey. Aku gak sabar ketemu kamu,” ucap Lauren manja.“Aku juga.” Teofilano memperhatikan Viana yang memasukkan charger, laptop, parfum dan waxnya ke dalam tas. Kini perempuan itu usai dan duduk di sofa membuka ponsel.
“Makasih Rumi,” ucap Teofilano.“Ya, Pak.” Rumi meninggalkan Viana dan majikannya setelah menyiapkan makan siang untuk mereka.Teofilano menuang beberapa sendok daging sapi ke piring Viana. “Hari ini kamu membuatku surprise sampai tidak tahu harus memberimu SP atau penghargaan.”Viana menyumpit nasi dan memasukkan ke dalam mulut sembari menunduk. Begitu pula dengan daging sapi lada hitam di depannya, dia masukkan satu persatu ke dalam mulut dengan kepala menunduk.Tadi saat memperkosa Teofilano tidak semalu ini, kenapa sekarang malunya minta ampun?Rasanya Viana tidak mampu menghadapi sisa hari.Ah! Tidak. Yang dia rasakan saat ini bukan cuma malu tapi juga merasa telah kurang ajar kepada CEOnya itu. Harusnya dia tak melakukan hal tak wajar bin stupid itu.“Lihat aku, Viana.”Viana tak menjawab apalagi melihat pria itu. Dia sedang menghalu andai bisa menghilang seperti jin detik ini.Cowok menyatakan cinta duluan itu wajar. Tapi cewek menembak cowok, memalukan. Apalagi dalam hubungan