Glek!Cairan kental Teofilano tertelan. Viana marah karena rasanya tidak enak. Dia memukuli perut six pack Teofilano.“Jilat, Viana!” Teofilano benar-benar ingin Viana menuntaskan tugasnya hingga tetes terakhir.Satu jam berlalu. Viana menatap makanan di depannya tapi tidak bisa menelan. Meskipun sudah menetralkan lidahnya dengan mouthwash, tapi rasanya menancap di pikiran.Viana lari ke toilet. “Huek!” masih tidak percaya dengan apa yang barusan dia lakukan.Selama menikah, Viana tidak pernah membahas nafkah batin dengan Galla kecuali saat menstruasi. Karena di moment itu libidonya sedang tinggi. Dan jawaban Galla sangat menyenangkan hatinya. Pria itu akan berkata “Siapa yang tidak mau sama kamu, aku mau.”Nyatanya, meskipun siklus itu berulang, Galla lupa dengan ucapannya.Viana kembali ke meja makan. Bagaimanapun dia harus menelan makanan itu karena ada obat yang perlu dia minum.“Dari mana kamu belajar?” Teofilano masih surprise.“Ilham.”Teofilano tertawa. Perempuan seperti Vian
Viana mengeluarkan tiket bioskop yang dia temukan di saku kemeja Galla, dia letakkan di dashboard mobil lalu pergi. Hati Viana sakit. Galla punya waktu untuk nonton dengan orang lain, tapi tidak punya waktu dengannya.Tapi sakit hatinya tak bertahan lama, sebab dia menyimpan dosa yang lebih mengerikan dibanding tiket bioskop itu. Perselingkuhan.Meskipun terlihat tenang, Viana depresi. Itulah kenapa moodnya swing, selain dasarnya sudah moody. Dia heran, sudah seminggu sejak Galla menjenguknya di rumah sakit, 24 jam sejak dia kembali ke rumah ini, pria itu tidak pernah bertanya tentang berita perselingkuhannya dengan Teofilano. Apa separah itu sikap tidak keponya?Memikirkan Galla, Teofilano, Cintya, dan bayangan ketika dirinya tertembak, semua itu membuat kepala Viana hampir pecah. Disaat yang sama dia harus bersikap seolah tidak terjadi apa-apa karena belum berani mengklaim ingatannya pulih.“Viana, tunggu!”Viana membalik badan, sebagai bukti tidak sakit hati. “Kenapa?”Mata adalah
“Apa dia hidup dijaman flintstone?” Viana heran Teofilano tidak punya sosmed. Lebih tepatnya kesal karena tak menemukan jawaban atas rasa penasarannya.Kwan Bank adalah bank yang didirikan oleh Teofilano dan sahabatnya—Vincenzo dan Don Alberto. Tentu saja, untuk bisa membuka bank dibutuhkan modal awal yang cukup besar untuk disetor.Tapi mereka bertiga orang-orang beruntung yang ceprot di keluarga kaya raya, warisannya melimpah, modal awal bukanlah perkara sulit bagi mereka. Tapi lebih ke pikiran berhasil atau tidak.Ternyata berhasil. Bank yang baru berumur 10 tahun itu kini market capnya hampir setara bank milik pemerintah yang sudah berumur puluhan tahun.Dengan cara kerja yang sama, 10 tahun ini Kwan Bank memberikan bunga tinggi kepada debiturnya. Dengan agunan berupa tanah atau bangunan. Sebagian orang beruntung, bisa melunasi pokok serta bunganya yang mencekik leher. Sisanya, harus merasakan pahitnya aset disita.Sebab itu, Teofilano menikahi Cintya. Karena hanya Cintya musuh be
“Pak Teo—”Viana terkejut Teofilano menelpon. Dia pikir pria itu sudah berhenti mengganggunya karena seminggu lebih tak ada kabar. Viana bingung, antara mengangkat telponnya atau tidak.Telpon berakhir, Viana syok membaca pesan dari Teofilano.Nomor tak dikenal : Angkat telponku atau aku akan naik.Viana segera menyeret kaki menuju jendela kamarnya yang menghadap ke arah jalan. Tidak percaya melihat mobil sedan warna putih yang parkir di sebrang rumahnya. Dia tahu betul mobil siapa itu, karena pernah menggunakannya. Ya, mobil Lauren.“Kebiasaan!” umpat Viana. Dia ingin respect kepada Teofilano, tapi tingkah lakunya membuat Viana muak.Viana mengunci pintu kamar tidurnya sebelum menerima telpon. “Kenapa Bapak ke sini?!”“Apa menstruasimu sudah selesai?”Viana tidak bodoh-bodoh amat. Dia tahu maksud Teofilano menanyakan hal itu.Sumpah, Viana ingin menyobek mulut Teofilano lalu melempar pria itu ke planet mars. Dia sudah tidak tahan satu planet dengan mantan CEOnya itu.“Selesai atau bel
Teofilano menyembunyikan senyum. Dia membatin, ‘You will be mine.’ Tapi yang keluar dari mulutnya berbeda.“Bukan urusanku. Aku sudah menyuruhmu KB waktu itu!”Viana panik karena mansion ini jauh dari mana-mana. Dia takut sel sperma Teofilano terburu bertemu dengan sel telurnya. Hanya satu pikirannya saat ini, alkohol. Ya! di mansion ini pasti ada alkohol.Tanpa membersihkan badan, Viana keluar dari kamarnya yang berada di lantai 3. Dia turun ke lantai 2 mencari alkohol. Viana terkejut melihat sebuah ruang tampak gelap, karena tidak memiliki jendela.Wug!Dalam sekejab otak Viana segera tahu, itu suara Ceko.“Ceko, aku tidak akan mengganggumu.” Viana bergidik ngeri tapi tangannya terus meraba tembok mencari saklar. Rasa takutnya akan hamil anak Teofilano jauh lebih besar dari takutnya kepada anjing.Ceko mengeram, seolah dendam kepada Viana karena telah membuatnya yatim piatu. Dia tahu, dia adalah anak kesayangan Lauren. Sebab itu akan membuat ibunya bangga dengan menggoyak tubuh Vian
Teofilano membuang wajah ke arah lain. Tidak rela peliharaannya dipelihara pria lain.Tapi kota yang dijuluki kota surga ini bisa menjadi kota mati jika dia cerai dengan Cintya. Karena cerai sama dengan kembali ke kehidupannya yang lama. Tidak hanya bisnisnya yang terancam bangkrut, tapi juga bisnis orang lain.“Jangan katakan kalimat mengerikan itu padaku!”Viana tidak membalas ucapan Teofilano. Dia berhak minta jaminan keamanan dari pria itu karena saat ini mungkin sel sperma Teofilano sudah bertemu dengan sel telurnya. Dia mau melahirkan anak bagi Teofilano jika pria itu mau menceraikan Cintya. Karena hanya itu satu-satunya cara agar nyawanya dan anaknya aman.Intinya, Viana tak mau banyak cincong. Kalau Teofilano sayang padanya, pasti akan menuruti permintaannya. Kalau tidak, ya sudah, dia tidak mau menghabiskan waktu dengan orang yang hanya mau dengan tubuhnya tapi tidak menyayanginya ini.Viana turun dari sofa karena dahaganya haus. Usai minum, dia membawakan segelas untuk Teofi
Viana tidak menjawab. Seperti biasa, ketika marah dia diam seribu bahasa.Viana marah pada semuanya. Teofilano, Galla, Cintya, Vonny dan tetangganya yang sampai sekarang masih hidup dan sehat wal afiat.Teofilano bingung menghadapi Viana kalau sedang marah. Dia lebih suka Viana cerewet dari pada diam.“Masuklah! aku akan mengantarmu pulang,” kata Teofilano pada akhirnya.Melihat Viana tetap membisu dan terus berjalan, lama-lama Teofilano emosi. Dia turun dari mobil.Tak perlu waktu lama untuk mencekal siku Viana. “Jika ibumu hidup, pasti menyuruhku tanggung jawab! Aku sudah mengajakmu menikah, kamu ingat itu?! tapi apa jawabanmu?! ….. meskipun kamu diceraikan oleh suamimu, kamu TIDAK AKAN menikah denganku! …… sekarang, tiba-tiba kamu bawa-bawa kata sayang dan menyuruhku cerai dengan Cintya …… ke plin planan apa lagi ini?”Viana diam. Hanya menatap Teofilano dengan mata nanar. Dia akui, dia memang plin plan.Teofilano melanjutkan “Sekarang ku balik ……. kalau kamu sayang aku, ceraikan s
“Viana?”Viana menoleh mendengar namanya dipanggil. Wajahnya sempat pucat pasi, tapi dia berhasil merubahnya menjadi merona lagi.“Ya?” sahut Viana tenang.Kalau sedang marah, Viana memang tidak takut siapapun. Setan jendral, malaikat maut, kala jengking, cobra, anaconda dia hadapi. Apalagi cuma Cintya, yang sama-sama punya jigong seperti dirinya.Cintya memperhatikan Viana dari ujung rambut hingga kaki, berkali-kali. Heran, apa yang disukai Teofilano dari perempuan muda di depannya ini. Uang tidak punya, otak pas-pas an, cantik? Di banding dirinya, tak ada apa-apanya.Viana juga melakukan hal yang sama. Dia menatap Cintya. Mengakui, tak hanya kalah secara postur. Tapi juga uang serta kekuasaan.“Menjijikkan,” desis Cintya tanpa sadar.“Terima kasih,” balas Viana.Viana terkejut Cintya tiba-tiba menjambak rambutnya panjangnya. Dia jambak balik rambut Cintya.“Kenapa kamu merebut suamiku?!”“Aku tidak pernah merebut suamimu! Dia yang terus-terusan datang padaku!” Viana emosi mulut Cint
Viana teringat Teofilano. Minuman alkohol inilah yang dulu dia lihat di meja kerja pria itu di mansion, saat dia ingin mencegah kehamilan.Alkohol bukan kebutuhan primer. Bahkan masih tidak layak disebut kebutuhan tersier. Tapi bos mafia itu rela membuang uang banyak untuk sesuatu yang bukan kebutuhan dasar.Itu artinya Teofilano cukup kaya. Karena tidak mungkin minum seharga jutaan dollar kalau uangnya pas-pas an.Viana tersenyum simpul. Meskipun pria itu kaya dan berkuasa kini hobinya menciumi intinya dan mengatakan suka dengan aromanya yang khas. Lalu mengigiti pahanya sebelum akhirnya memasukinya.Teofilano memang sangat menjijikkan saat di ranjang. Baik perkataan maupun perbuatan. Sampai kadang Viana ingin mencabuti rambut kepala pria itu satu persatu sampai habis.Kesal, kapok campur jadi satu di hati Viana. Karena dia baru bisa keluar dari ruang VIP jam 9 malam.“Viana.”“Ya, Mr?”“Next aku mau kamu yang temani aku lagi.”“What?!”Viana benar-benar tidak percaya masih ada next.
Bagi Viana yang tidak pernah menemani orang minum, melihat kepala Mr Fox ambruk ke meja dikira mabuk, padahal pria itu baru kehilangan koordinasi.“Lagi.”“Tapi—"Mr fox menatap Viana kesal, perempuan ini berani mengatur hidupnya.“Kamu mau menghabiskan sisanya?”Viana menggeleng. Agak takut dengan tatapan muak dari Mr Fox.“Kalau begitu tuang minuman itu ke gelas, sekarang!”Viana gemetar Mr Fox tiba-tiba menyentaknya. Padahal tujuannya mengingatkan agar pria itu tak berlebihan mengkonsumsi alkohol.Akhirnya, Viana kembali menggunakan kedua tangannya untuk menuang isi botol itu ke dalam gelas. Karena botol itu berat, isinya 5 liter.Viana merasa Mr Fox sudah sinting karena pengaruh alkohol. Beberapa detik lalu pria itu menyentaknya dengan nada tinggi, seperti orang marah. Tapi sekarang senyum-senyum melihatnya, sepertinya hati pria itu senang setelah meluapkan emosi padanya.“Kamu tahu berapa harga pergelas minuman ini?”Viana menggeleng.“3,7 juta dollar pergelas.”Rahang Viana jatu
“Wah, hebat sekali kamu. Kecil-kecil jago bisnis,” puji Galla.Jika Reyna malu dipuji seorang Galla, pebisnis muda yang sukses menyulap Galardi Kitchen dari 3 cabang menjadi 9 cabang dalam waktu kurang dari 5 tahun, Vonny menatap Galla sebal karena saat ini merangkul pundak Viana—perempuan miskin, bodoh, dan tak berguna itu.Reyna memang layak dipuji dan dibanggakan. Usianya masih 19 tahun, baru lulus SMA, tapi sudah punya bisnis online shop yang sukses. Bisa beli apartemen serta mobil dengan uangnya sendiri.“Itulah pentingnya latar belakang keluarga. Keluarganya pebisnis semua, makanya Reyna jago bisnis. Coba kalau orang tuanya buruh cuci dan sopir angkutan umum, anaknya pasti gak bisa apa-apa. Gak mampu otaknya buat melihat peluang dan cari uang.”Deg!Viana merasa tersindir. Setelah bisnis toko lampu orang tuanya bangkrut, mendiang Ibunya—Hesti Tanama memang menjadi buruh cuci baju dari rumah ke rumah, dan mendiang ayahnya—Adnan Tanama menjadi sopir bis milik pemerintah.Kalau diri
Mata coklat Viana memperhatikan pesawat yang sedang take off. Kalau boleh teriak, dia ingin menyuruh Teofilano turun dari pesawat itu atau jangan pergi selama itu.Tapi Viana hanya bisa menelan semua itu sendiri. Karena sadar Teofilano sedang melakukan tugasnya sebagai suami.Sebenarnya sudah lama Lauren meminta Teofilano menemuinya. Tapi baru kali ini Teofilano sempat.Teofilano berani meninggalkan Viana karena Cintya sudah dia kurung di rumah sakit jiwa dan Tiger tidak berkutik setelah Teofilano menemukan bukti bahwa pembunuh berantai yang selama ini memutilasi korbannya setelah diperkosa adalah Tiger.Viana memarkir mobil milik Teofilano di KIC. Segera dia temui Dion yang sedang mengopi di pos satpam malam ini.“Dion, ini kunci mobil Bapak.”Dion bingung. “ Kenapa dikasih ke aku? Kan bapak suruh kamu pake selama Bapak nggak ada.”“Tahu. Tapi aku nggak mau. Nih.” Viana menyuruh Dion menerima kuncinya.Viana masih cukup waras. Bawa mobil Teofilano pulang ke rumah sama dengan minta d
Teofilano mendorong piring Viana. Menyuruh perempuan itu menghabiskan makanannya. Begitu pula dengan dirinya.“Sudah jam 1 siang, saya harus kembali,” ucap Viana.“Nanti malam aku ke Irish menemui Lauren.”Viana memasukkan baju dan lain-lain ke dalam koper yang akan dibawa Teofilano. Sementara pria itu menelpon Lauren.“Aku sudah beli semua pesanan kamu. Semua sudah masuk ke dalam koper,” ucap Teofilano usai melirik hasil pekerjaan Viana.Lauren memesan beberapa makanan khas Triodes dan restoran KIC. Sebab itu Teofilano membawa koper besar, padahal baju yang dia bawa hanya 3 pasang.Teofilano memang tidak suka bepergian dengan membawa banyak barang, dia lebih suka bawa uang, sesampainya di tempat biasanya beli baju dan baju kotornya dia buang ke tempat sampah.“Makasih, Honey. Aku gak sabar ketemu kamu,” ucap Lauren manja.“Aku juga.” Teofilano memperhatikan Viana yang memasukkan charger, laptop, parfum dan waxnya ke dalam tas. Kini perempuan itu usai dan duduk di sofa membuka ponsel.
“Makasih Rumi,” ucap Teofilano.“Ya, Pak.” Rumi meninggalkan Viana dan majikannya setelah menyiapkan makan siang untuk mereka.Teofilano menuang beberapa sendok daging sapi ke piring Viana. “Hari ini kamu membuatku surprise sampai tidak tahu harus memberimu SP atau penghargaan.”Viana menyumpit nasi dan memasukkan ke dalam mulut sembari menunduk. Begitu pula dengan daging sapi lada hitam di depannya, dia masukkan satu persatu ke dalam mulut dengan kepala menunduk.Tadi saat memperkosa Teofilano tidak semalu ini, kenapa sekarang malunya minta ampun?Rasanya Viana tidak mampu menghadapi sisa hari.Ah! Tidak. Yang dia rasakan saat ini bukan cuma malu tapi juga merasa telah kurang ajar kepada CEOnya itu. Harusnya dia tak melakukan hal tak wajar bin stupid itu.“Lihat aku, Viana.”Viana tak menjawab apalagi melihat pria itu. Dia sedang menghalu andai bisa menghilang seperti jin detik ini.Cowok menyatakan cinta duluan itu wajar. Tapi cewek menembak cowok, memalukan. Apalagi dalam hubungan
“Kamu angkat telpon Bapak,” perintah Luigi kepada Viana.Rahang Viana jatuh, dia belum sempet menjawab tapi kepala resepsionis itu sudah mengangkat telpon dari luar duluan. Tapi kemudian bersyukur, ternyata telpon dari luar orang yang tanya-tanya paket wedding, hal yang belum dia kuasai.Luigi menerangkan sedikit karena departemen marketing sedang diluar kantor untuk makan siang.Terpaksa Viana mengangkat telpon dari nomor ekstensi 201 itu.“Ya, Pak,” sahut Viana sembari menatap Adam. Suaranya agak kaku mengingat apa yang beberapa saat lalu dia lakukan ke pentolan silent killer itu. Tadi saat berbuat dia tidak berpikir karena terbawa keadaan, sekarang baru mikir tidak seharusnya dia begitu.“Pak … ada yang bisa saya bantu?”Viana bingung, Teofilano memutus sambungan tanpa sepatah kata.“Kenapa Bapak?” tanya Lolita.Viana mengedikkan bahu. “Gak ada ngomong apa-apa. Mungkin maunya diangkat Kak Luigi atau Kak Lolita.”“Ngusir aku kayaknya,” Adam perasaan.Sementara Adam pergi Viana jadi m
Viana kembali ke konter resepsionisnya dengan wajah penuh tanda tanya. Hal apa kira-kira yang membuat Galla tiba-tiba dingin dan mendiaminya. Memang ini pertanyaan bodoh yang pernah terlintas dalam benaknya setelah melakukan dosa bersama Teofilano, tapi tetap saja ingin tahu.“Woi! Ngelamun aja!”Viana menjingkat tiba-tiba ada yang menepuk bahunya dengan suara nyaring. Tangannya gatal untuk tidak memukul lengan pria yang dari dulu suka menggodanya itu.“Kenapa sih Pak Adam hobi banget kagetin orang?!” Viana emosi, benci di kageti.sAdam cekikikan sembari mengikuti Viana yang masuk ke lobby KIC, senang cewek cantiknya kembali. Sebenarnya di KIC bertabur cewek cantik karena Bos mereka—Teofilano membuat aturan jelas untuk terima karyawan yaitu harus good looking.Meskipun cuma SMA seperti Viana, asal cantik dan seksi pasti ketrima kerja di KIC, dari pada lulusan S2 dengan wajah hancur dan body ala kadar.Tapi khusus Viana, selain kecantikannya mirip Lauren, dia tidak merokok, minum alkoh
Viana termangu di salahpahami oleh Teofilano.Entah setan mana yang merasuki Viana, urat malunya tiba-tiba putus. Sudah diperlakukan seperti itu, tangannya masih meraih kembali milik Teofilano yang sudah mengecil dari tadi.Membelai lembut dan penuh kasih sayang ketika Teofilano tidak lagi menolaknya. Viana berhenti ketika benda itu diameternya mengetarkan jantung. Benar-benar ingin benda itu menggantikan jari Teofilano.Viana menatap mata Teofilano. “Aku mohon … masukin ….”Alih-alih mendengarkan Viana, Teofilano terus memainkan lubang peranakan yang basah itu dengan penuh nafsu. Semakin Viana tersiksa, semakin berkurang amarahnya. Setidaknya sampai beberapa detik kemudian.Jika memohon tidak di dengarkan, maka jalan satu-satunya main hakim sendiri. Viana mendorong Teofilano sekuat tenaga hingga pria itu mundur beberapa langkah. Jangan menindas orang yang lemah.Viana baru keluar dari ruang kerja Teofilano pukul 12 siang. Berjalan layaknya tidak terjadi apa-apa, padahal baru saja mel