4 hari sebelumnya……Sekitar pukul 8 pagi, puluhan anak buah Cintya mendatangi Kwan Bank dengan membawa balok. Mereka menyekap karyawan dan nasabah yang ada.Sementara Cintya, menabur abu ibunya ke atas laut dengan berurai air mata. Dia terpaksa mengkremasi ibunya karena tidak mendapatkan makam.Di kota ini pemakaman umum sangat jarang dan rata-rata yang dikubur di sana rakyat jelata. Cintya tidak mau ibunya bersanding dengan orang-orang miskin itu.Mau tak mau Cintya mengambil jalan kremasi.Teofilano juga ada di sana untuk memberi penghormatan terakhir. Meski dia yang memberi perintah untuk menggantung ibu Cintya, dia hadir di rumah duka, kremasi, bahkan pagi ini saat menabur abu ke laut.Malah, ayah Cintya yang tidak hadir.“Beristirahatlah dengan tenang, Ibu. Aku menyayangimu,” kata Teofilano.Cintya mendorong Teofilano ke laut. “Pembunuh!”Teofilano terkejut tiba-tiba dirinya tercebur. Tapi kemudian tersenyum kepada Cintya—istrinya yang besok malam ulang tahun ke 39.Melihat Teofil
“Di ruangan saya, Pak,” sahut Emily, lega Teofilano sudah datang.Teofilano terkejut Cintya duduk di meja kerja Emily dengan setumpuk uang kertas serta sertifikat-sertifikat rumah milik nasabah yang dia simpan di ruangan khusus. Hanya dia dan Oleg yang tahu kombinasi rumit untuk membuka ruang berangkas.Jika bukan dirinya yang memberitahu Cintya hal itu, pasti Oleg. Sehingga ,ruangan teraman di gedung 6 lantai ini berhasil dibobol. Tapi itu bukan hal penting sekarang.“Apa maumu?!” kesabaran Teofilano kepada Cintya habis.“Aku terima hubunganmu dengan Lauren karena kalian sudah menikahinya. Tapi jangan menjalin hubungan dengan perempuan lain.”Teofilano mengusap wajah. Dia tahu perempuan lain yang Cintya maksud adalah Viana. Detik ini, dia terngiang-ngiang ucapan perempuan plin plan itu.“Aku tidak akan menceraikannya. Meskipun dia menceraikanku aku tidak mau nikah sama Bapak!” tegas Viana kala itu.“Aku tidak akan menceraikannya. Meskipun dia menceraikanku aku tidak mau nikah sama Ba
“Jangan menemuiku!” Viana menutup telpon sepihak.“Good Night, Viana,” kata Teofilano meskipun Viana sudah menutup telpon.Usai telpon, Teofilano tersenyum kepada anjing border collienya sembari mengelus punggung hewan berbulu itu.Semua yang dekat karena dia masih berguna untuk kantong mereka. Jika sudah tidak berguna, entahlah, mungkin hanya Ceko yang setia di sisinya.Teofilano baru ingat, dia belum memberi makan Ceko dari kemarin!“I have roast turkey for you (Aku punya kalkun panggang untukmu).”Ceko turun dari pangkuan Teofilano dengan suasana hati girang karena akan dapat kalkun.Saat tidak ada Viana, Ceko bebas berkeliaran di mansion. Seperti saat ini, sembari menunggu makanan datang, dia berlari ke sana ke mari mencari Reynhart untuk diajak main. Sebab itu dia berharap Viana tidak sering-sering datang, karena dia benci di kurung dalam keranjang. Viana is enemy.Sementara Ceko makan, Teofilano kembali memikirkan masalahnya. Cintya bukan lawan yang bisa tumbangkan sekali serang
“Kendalikan dirimu, Alessio,” Anan angkat bicara.Karena pertimbangan itu, mulut Viana tetap dibiarkan tersumpal tisu. Alessio merasa Viana sudah basah, tanda siap dimasuki. Dia segera memindahkan Viana ke lantai dan melepas celana.Air mata Viana menetes, merasakan kejantanan Alessio melesak masuk ke dalam intinya. Dia jijik kepada benda itu.Alessio memejamkan mata sembari mencekram lutut Viana ketika pelepasannya tiba. Saat membuka mata, terkejut melihat Teofilano bersandar di ambang pintu. Pria itu merokok sembari menatap dirinya.“Tu—Tuan Teo?”Alessio segera mencabut diri dari Viana dan memakai celana. Sementara tubuh polos Viana dia tutupi dengan jasnya. Jantung Alessio berdebar gugup ketakutan, sudah berapa lama pria itu berdiri di sana?Ya. Alessio bertanya-tanya. Sudah berapa lama Teofilano berada di sana. Alessio pucat pasi, sepertinya bukan Viana yang mati hari ini, tapi dirinya!Bukan hanya Alessio. Sandy, Miller, Jay dan Anan yang baru menyadari kehadiran Teofilano ikut
Anan adalah ayah biologis Jasmine.Anan terpaksa meninggalkan Jasmine di rumah sakit karena tidak sanggup merawatnya seorang diri. Istrinya meninggal setelah melahirnya, sementara dia tidak punya pekerjaan tetap, terpaksa jalan itu dia pilih.Tapi setiap hari Anan menyamar jadi marinir, dan bolak balik masuk rumah sakit untuk melihat siapa yang mengadopsi bayinya. Dia lega, pengadopnya keluarga kaya, pemilik PT Emas Laut.Anan selalu melihat Jasmine dari jauh. Ketika melihat putrinya pacaran dengan Galla, Anan melamar jadi tukang kebun di rumah pria itu, tujuannya supaya bisa lebih dekat dengan Jasmine. Sebab Jasmine sering menginap di rumah Galla.Sakit hatinya muncul ketika Galla menghamili Jasmine dan tidak mau tanggung jawab. Galla menyuruh putrinya aborsi. Bukan sekali, tapi 2x.Pertama ketika Jasmine masih kuliah. Kedua, 2 tahun lalu. Meski dia bukan ayah yang sempurna, tidak mau anaknya dibuat semena-mena.“Aku minta maaf tidak bisa menjagamu dengan baik,” aku Galla. Tanpa ceri
Viana membersihkan diri. Merendam tubuhnya di dalam bathup yang penuh air hangat. Tangannya mengusap perut. Tidak percaya, dalam 24 jam, di rahimnya sudah ada benih Teofilano, Alessio dan Galla.‘Kamu toilet umum, Viana. Tempat orang membuat hajat. Jorok dan menjijikkan!”“Bukan! Aku bukan toilet umum,” tolak Viana segera.‘Kalau bukan toilet umum apa? Tempat penangkaran?”“Aku bukan tempat penangkaran.”‘Trus apa? Pelacur?’“Bukan, aku bukan pelacur, aku perempuan baik-baik.”‘Mana ada perempuan baik-baik sepertimu? Perempuan baik-baik itu hanya menampung 1 pria, bukan 3 pria. Jadi, kamu itu kalau bukan pelacur, toilet umum, ya tempat penangkaran satwa liar.’Viana tergugu mendapat intimidasi dari otaknya sendiri. Dirinya begitu kotor, jorok, dan menjijikkan saat ini. Cita-citanya menjadi perempuan baik-baik, meskipun miskin bisa menjaga diri, supaya dihormati suami.Tidak disangka, diporak porandakan Teofilano dan Alessio. Meski Galla tidak mengatakannya, Viana perasaan.Usai minum m
"Ok, nanti ku telpon jika ada perubahan.”“Jangan!”Tas Viana tertinggal di mobil Cintya. Ponsel dan dompetnya yang berisi identitas diri dan ATM ada di dalam tas itu.Viana menunggu Galla sembari membersihkan kamar yang seperti kapal pecah selama dia tinggal sebulan. Usai membersihkan kamar, dia berdiri di depan foto pernikahannya yang terpajang di dinding.“Aku bersyukur punya suami kamu. Kamu tampan, kaya, dan baik padaku. Aku tidak tahu kenapa kamu masih mau menerimaku setelah tahu aku selingkuh. Apa cintamu memang sebesar itu? atau karena hal lain?”Viana kembali sedih dihantui perasaan bersalah karena melihat Galla tak gemuk-gemuk. Ternyata Dari menikah sampai sekarang badan Galla memang tak berubah.“Aku takut kamu mengaku bahagia padahal sebenarnya tidak.”Semalaman Viana menunggu Galla dengan perasaan tidak enak. Mungkin bagi orang lain hal itu sepele, tapi bagi Viana sangat penting.Viana lebih suka Galla bilang tidak bahagia, supaya dia bisa memilih pergi atau memperbaiki d
“Kurang dari 1 jam?!” pekik Devdan tak percaya. “Jangan-jangan dia yang umpetin bini loe.”“Ngaco! Anak buah dia itu banyak dan dimana-dimana. Sekali kirim foto dan perintah, ratusan laporan masuk.”“Iya juga sih.” Devdan akhirnya juga paham. “Trus kalau Viana udah ketemu, kenapa muka loe masih bete?”“Sekarang gue pusing gimana caranya bayar Teofilano.”“Maksud loe?”Galla mengambil nafas sebelum menjawab pertanyaan Devdan. “Dompet gue disita sama Mama.”Devdan bertambah melongo sebelum akhirnya menertawakan kesialan sahabatnya. “Mampus, loe!”“Sialan loe!”Galla pusing. Tadinya dia mengajak ketemuan Jasmine karena ingin pinjam duit ke perempuan itu. Tapi, sampai Jasmine pulang mulutnya tidak bisa mengatakan sepatah katapun. Sebab tidak pernah hutang ke perempuan.“Kapan loe janji bayar?” Devdan ingin tahu meski tidak bisa membantu.“Hari ini.”Kepala Galla langsung cenat cenut.Hening. Mereka minum bir dengan pikiran masing-masing.“Gue sampe sekarang gak ngerti, kenapa loe masih pe
Viana baru yakin pria yang berdiri di depannya pagi ini adalah pentolan silent killer, setelah hidungnya mencium aroma wangi parfum pria itu.“Mana kunci mobilku,” pinta Teofilano dengan suara dingin.“Ada di tas.” Viana bergegas meninggalkan Teofilano, menuju konter resepsionis.Teofilano menunggu Viana di samping mobilnya ketika resepsionisnya itu menyerahkan kunci mobilnya dengan wajah acuh tak acuh.“Baru dua lebih aku pergi, ka—”“Permisi.” Viana bergegas pergi setelah meletakkan kunci di atas mobil. Karena tahu lanjutannya.Pasti pria brengsek itu akan berkata ‘Kenapa sudah mencari penggantiku?! Apa kamu belum sadar kamu miliku?!’Ya, pasti begitu. Dan Viana malas menanggapi.“Viana, berhenti!”Tapi Viana tak peduli. Viana baru peduli ketika pria itu mengancam tidak akan memberinya uang.“Bapak tahu kenapa saya tidak pernah minta uang? Karena saya tidak ingin merasa dipelihara,” jawab Viana penuh penekanan pada kalimat setelah karena.Viana menstater kunci motornya lalu pergi.
Semalam-malaman Viana berada di tempat pembuangan akhir, mencari piring dan gelas plastiknya di tempat yang sangat bau ini.Jantung Viana berdebar karena begadang, tapi barang yang dia cari belum ketemu.“Kak Luigi, aku ijin nggak masuk kerja, karena ada urusan mendadak,” kata Viana pagi ini.“Waduh, nggak ada yang jaga dong pagi ini. Sebab tadi Lolita juga ijin perutnya sakit.”Viana menatap gunung sampah yang belum sempat dia jajaki. Viana bingung, kesempatannya tinggal hari ini sebelum sampah-sampah itu di bakar.“Maaf ya Kak, aku ada perlu yang gak bisa ditunda.”Luigi akhirnya mengalah, meskipun baru sampai rumah setelah jaga malam, dia berangkat lagi.Viana kembali mencari piring dan gelas plastik miliknya, tak peduli bau dan kotor.“Nyari apa, Non?” tanya Felix—bodyguard Viana yang sudah menyamar jadi pemulung.Viana menoleh, tertegun menatap pria yang sebenarnya tampan tapi lusuh, berjalan ke arahnya.“Noah?”“Kamu masih mengingatku?” Felix—bodyguard bayangan Viana yang sudah
Galla barusan menelpon. Viana pikir untuk menanyainya karena sudah lewat jam pulang dia belum ada di rumah. Ternyata untuk memberitahu kalau malam ini pria itu tidak pulang, menginap di resto karena ada tukang yang akan membenahi saluran pembuangan yang mampet.Akhirnya Viana putuskan menunggu Linda meski sudah absen pulang. Jam 11 malam, perempuan itu baru muncul. Viana terkejut, ternyata dia pernah bertemu Linda sebelumnya. Kala itu perempuan ini bersama Ceko.“Viana.”“Linda.”Mereka berkenalan. Kemudian Darren menyuruh Linda cerita pengalamannya kepada Viana selama jadi teman minum para tamu-tamu KIC.Linda tertawa. “Kenapa, kamu tertarik?”“Penasaran aja, Kak.” Viana balas tersenyum.Linda kembali tertawa. “Kita ngomong dewasa ya. Tamu-tamu itu kadang suruh aku salto, nyanyi meskipun aku nggak bisa nyanyi, lepas baju, menari, masturbasi di depan mereka. Awalnya aku syok, tapi Pak Teo ngingetin tujuanku datang ke sini. Kalau nggak ada Pak Teo aku udah mengundurkan diri dari hari p
Viana teringat Teofilano. Minuman alkohol inilah yang dulu dia lihat di meja kerja pria itu di mansion, saat dia ingin mencegah kehamilan.Alkohol bukan kebutuhan primer. Bahkan masih tidak layak disebut kebutuhan tersier. Tapi bos mafia itu rela membuang uang banyak untuk sesuatu yang bukan kebutuhan dasar.Itu artinya Teofilano cukup kaya. Karena tidak mungkin minum seharga jutaan dollar kalau uangnya pas-pas an.Viana tersenyum simpul. Meskipun pria itu kaya dan berkuasa kini hobinya menciumi intinya dan mengatakan suka dengan aromanya yang khas. Lalu mengigiti pahanya sebelum akhirnya memasukinya.Teofilano memang sangat menjijikkan saat di ranjang. Baik perkataan maupun perbuatan. Sampai kadang Viana ingin mencabuti rambut kepala pria itu satu persatu sampai habis.Kesal, kapok campur jadi satu di hati Viana. Karena dia baru bisa keluar dari ruang VIP jam 9 malam.“Viana.”“Ya, Mr?”“Next aku mau kamu yang temani aku lagi.”“What?!”Viana benar-benar tidak percaya masih ada next.
Bagi Viana yang tidak pernah menemani orang minum, melihat kepala Mr Fox ambruk ke meja dikira mabuk, padahal pria itu baru kehilangan koordinasi.“Lagi.”“Tapi—"Mr fox menatap Viana kesal, perempuan ini berani mengatur hidupnya.“Kamu mau menghabiskan sisanya?”Viana menggeleng. Agak takut dengan tatapan muak dari Mr Fox.“Kalau begitu tuang minuman itu ke gelas, sekarang!”Viana gemetar Mr Fox tiba-tiba menyentaknya. Padahal tujuannya mengingatkan agar pria itu tak berlebihan mengkonsumsi alkohol.Akhirnya, Viana kembali menggunakan kedua tangannya untuk menuang isi botol itu ke dalam gelas. Karena botol itu berat, isinya 5 liter.Viana merasa Mr Fox sudah sinting karena pengaruh alkohol. Beberapa detik lalu pria itu menyentaknya dengan nada tinggi, seperti orang marah. Tapi sekarang senyum-senyum melihatnya, sepertinya hati pria itu senang setelah meluapkan emosi padanya.“Kamu tahu berapa harga pergelas minuman ini?”Viana menggeleng.“3,7 juta dollar pergelas.”Rahang Viana jatu
“Wah, hebat sekali kamu. Kecil-kecil jago bisnis,” puji Galla.Jika Reyna malu dipuji seorang Galla, pebisnis muda yang sukses menyulap Galardi Kitchen dari 3 cabang menjadi 9 cabang dalam waktu kurang dari 5 tahun, Vonny menatap Galla sebal karena saat ini merangkul pundak Viana—perempuan miskin, bodoh, dan tak berguna itu.Reyna memang layak dipuji dan dibanggakan. Usianya masih 19 tahun, baru lulus SMA, tapi sudah punya bisnis online shop yang sukses. Bisa beli apartemen serta mobil dengan uangnya sendiri.“Itulah pentingnya latar belakang keluarga. Keluarganya pebisnis semua, makanya Reyna jago bisnis. Coba kalau orang tuanya buruh cuci dan sopir angkutan umum, anaknya pasti gak bisa apa-apa. Gak mampu otaknya buat melihat peluang dan cari uang.”Deg!Viana merasa tersindir. Setelah bisnis toko lampu orang tuanya bangkrut, mendiang Ibunya—Hesti Tanama memang menjadi buruh cuci baju dari rumah ke rumah, dan mendiang ayahnya—Adnan Tanama menjadi sopir bis milik pemerintah.Kalau diri
Mata coklat Viana memperhatikan pesawat yang sedang take off. Kalau boleh teriak, dia ingin menyuruh Teofilano turun dari pesawat itu atau jangan pergi selama itu.Tapi Viana hanya bisa menelan semua itu sendiri. Karena sadar Teofilano sedang melakukan tugasnya sebagai suami.Sebenarnya sudah lama Lauren meminta Teofilano menemuinya. Tapi baru kali ini Teofilano sempat.Teofilano berani meninggalkan Viana karena Cintya sudah dia kurung di rumah sakit jiwa dan Tiger tidak berkutik setelah Teofilano menemukan bukti bahwa pembunuh berantai yang selama ini memutilasi korbannya setelah diperkosa adalah Tiger.Viana memarkir mobil milik Teofilano di KIC. Segera dia temui Dion yang sedang mengopi di pos satpam malam ini.“Dion, ini kunci mobil Bapak.”Dion bingung. “ Kenapa dikasih ke aku? Kan bapak suruh kamu pake selama Bapak nggak ada.”“Tahu. Tapi aku nggak mau. Nih.” Viana menyuruh Dion menerima kuncinya.Viana masih cukup waras. Bawa mobil Teofilano pulang ke rumah sama dengan minta d
Teofilano mendorong piring Viana. Menyuruh perempuan itu menghabiskan makanannya. Begitu pula dengan dirinya.“Sudah jam 1 siang, saya harus kembali,” ucap Viana.“Nanti malam aku ke Irish menemui Lauren.”Viana memasukkan baju dan lain-lain ke dalam koper yang akan dibawa Teofilano. Sementara pria itu menelpon Lauren.“Aku sudah beli semua pesanan kamu. Semua sudah masuk ke dalam koper,” ucap Teofilano usai melirik hasil pekerjaan Viana.Lauren memesan beberapa makanan khas Triodes dan restoran KIC. Sebab itu Teofilano membawa koper besar, padahal baju yang dia bawa hanya 3 pasang.Teofilano memang tidak suka bepergian dengan membawa banyak barang, dia lebih suka bawa uang, sesampainya di tempat biasanya beli baju dan baju kotornya dia buang ke tempat sampah.“Makasih, Honey. Aku gak sabar ketemu kamu,” ucap Lauren manja.“Aku juga.” Teofilano memperhatikan Viana yang memasukkan charger, laptop, parfum dan waxnya ke dalam tas. Kini perempuan itu usai dan duduk di sofa membuka ponsel.
“Makasih Rumi,” ucap Teofilano.“Ya, Pak.” Rumi meninggalkan Viana dan majikannya setelah menyiapkan makan siang untuk mereka.Teofilano menuang beberapa sendok daging sapi ke piring Viana. “Hari ini kamu membuatku surprise sampai tidak tahu harus memberimu SP atau penghargaan.”Viana menyumpit nasi dan memasukkan ke dalam mulut sembari menunduk. Begitu pula dengan daging sapi lada hitam di depannya, dia masukkan satu persatu ke dalam mulut dengan kepala menunduk.Tadi saat memperkosa Teofilano tidak semalu ini, kenapa sekarang malunya minta ampun?Rasanya Viana tidak mampu menghadapi sisa hari.Ah! Tidak. Yang dia rasakan saat ini bukan cuma malu tapi juga merasa telah kurang ajar kepada CEOnya itu. Harusnya dia tak melakukan hal tak wajar bin stupid itu.“Lihat aku, Viana.”Viana tak menjawab apalagi melihat pria itu. Dia sedang menghalu andai bisa menghilang seperti jin detik ini.Cowok menyatakan cinta duluan itu wajar. Tapi cewek menembak cowok, memalukan. Apalagi dalam hubungan