Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan Starla masih belum bisa memejamkan mata. Ia kini tengah berada di apartemen Vania, sedangkan temannya itu tengah pulang ke rumah kedua orang tuanya. Bukan tanpa alasan Starla berada di sana. Untuk sementara waktu ini sebelum Starla mendapatkan pekerjaan, ia memang akan menumpang hidup di apartemen Vania. Salah satu keuntungan Starla memiliki teman anak orang kaya memang seperti ini. Bisa menumpang hidup tanpa perlu merasa khawatir.
Beberapa kali Starla mencoba memejamkan mata. Tapi kantuk itu tak kunjung datang juga. Akhirnya ia pun bangun dan memutuskan untuk menonton TV. Barangkali saja setelah menonton TV Starla bisa mengantuk.Saat sedang asyik menonton TV, tiba-tiba Starla mendengar suara gedoran dari arah pintu apartemen. Dalam hati, Starla mengumpat dan menyalahkan siapa yang datang ke apartemen tengah malam begini? Apakah teman Vania? Tapi kan Vania tidak ada di sini?Dengan malas Starla melangkahkan kaki menuju pintu apartemen dan membuka pintu besar tersebut.Braaak!Seorang pria langsung jatuh ke pelukan Starla. Sial! Starla mengumpat dalam hati, siapa pria ini? Apa dia pacar Vania? Atau maling? Atau perampok?“Hey, siapa kamu?! Yang punya apartemen sedang nggak ada, jadi pergi sana. Aku nggak kenal sama kamu!” Teriak Starla sambil mendorong tubuh pria tersebut agar menjauh. Tapi hasilnya nihil. Badannya sangat besar hingga membuat Starla kesusahan.Tidak mungkin kan Starla membawa pria ini tidur bersama? Lagi pula, ia tidak mengenal pria itu. Dan kalau pun pria itu teman Vania, harusnya Vania memberitahu Starla kalau temannya ada yang mau datang. Apalagi Starla belum bisa melihat wajah pria itu secara jelas.Dan kemungkinan kalau benar temannya Vania, harusnya Starla juga bisa mengenalinya. Karena ia juga sering sekali bertemu dengan beberapa teman Vania.Pria tersebut mabuk. Akhirnya Starla memutuskan membawa pria itu ke kamarnya. Di apartemen ini Starla tidur di kamar tamu.Begitu Starla merebahkan tubuh besar pria itu di atas kasurnya, matanya langsung membulat dengan bibir melongo.“Dia pria di Klub malam itu, sial! Bagaimana bisa begini? Sebenarnya siapa dia?” Tanya Starla yang tiba-tiba panik.Tampan.Kata itu muncul begitu saja dalam benak Starla ketika melihat wajah pria tersebut. Sungguh dia sangat tampan. Rahang yang kokoh, hidung yang mancung dan alis yang tebal.Starla berusaha menepis pikiran itu jauh-jauh. Dia hanyalah pria mabuk yang kemungkinan salah masuk apartemen! Starla berusaha menyadarkan diri. Starla mencoba menepuk-nepuk kedua pipi pria itu. Awalnya hanya tepukan pelan. Namun, lama-kelamaan menjadi sebuah tamparan karena pria itu tak kunjung memberi respon.Pria itu hanya mengerang dengan mata yang masih tertutup.Ck! Bagaimana jika pria itu adalah penjahat? Apakah Starla harus membiarkan pria asing itu menginap di apartemen yang bahkan bukan miliknya sendiri? Starla menggeleng. Dari penampilannya saja walaupun sudah terlihat berantakkan, sepertinya pria itu terlihat seperti pekerja kantoran. Dan tampan sekali.Sudah berbagai cara Starla lakukan untuk mengusir pria itu. Namun, tak membuahkan hasil. Akhirnya Starla menyerah, ia membiarkan pria itu untuk tidur di kamarnya dan ia sendiri akan tidur di kamar Vania. Tapi sebelum itu, Starla mengunci pintu kamarnya dari luar untuk mencegah hal yang tidak di inginkan terjadi.Bisa saja kan ketika ia sudah tertidur pria itu bangun dan melancarkan aksinya.Jaman sekarang kan modus penjahat semakin berkembang.***Pagi harinya, Starla mendengar suara gedoran yang lagi-lagi sangat mengganggu. Ia melirik jam yang masih menunjuk pukul delapan pagi. Dan orang gila mana yang membuat rusuh di jam sepagi ini? Sudah dua hari Starla tidur di sini dan baru kali ini ada orang gila yang terasa sangat mengganggunya.Starla keluar kamar dan mencari sumber suara yang ternyata berasal dari kamarnya, kamar tamu. Astaga! Starla menepuk jidat, semalam kan ada pria asing berwajah tampan yang ia kunci di sana.“Woy! Buka pintunya! Atau kamu mau aku pecat!” Teriak pria itu dari dalam kamar.Starla tertawa, memangnya pria itu siapa? Apa dia masih mabuk? Sembarangan saja mau memecat orang yang bahkan tidak bekerja untuknya. Ah, ini sungguh lucu.Starla masih diam sembari mendengarkan omelan yang di lontarkan pria asing tersebut dari balik pintu.Sementara dari dalam kamar, pria itu menjadi semakin kesal. Ia semakin menggedor pintu dan berteriak mengancam karena ia pikir, ia sedang berada di kamar anak buahnya. Saat ia melihat pintunya terbuka, ia langsung memasang wajah yang paling mematikan. Dan bersumpah akan memaki orang yang sudah berani menguncinya tanpa ampun.Namun, ia langsung terkejut ketika yang ia lihat bukanlah wajah anak buahnya. Ia ingat betul bahwa wanita yang ada di hadapannya ini adalah wanita yang ada di klub malam itu.‘Cantik,' ujarnya dalam hati.Walau hanya mengenakan piyama tidur dan rambut yang di cepol secara asal. Bahkan ia sempat di buat terpana oleh wajah cantik itu. Tapi, ia harus tetap memasang ekspresi mematikan pastinya. Untuk menjaga harga dirinya. Munafik sekali memang.“Siapa kamu?! Berani-beraninya mengunciku di sini?” Tanya pria itu dingin.Starla melongo. Apa dia bilang? Angkuh sekali manusia ini. Dia yang salah dan kenapa juga dia yang marah?! Sialan!“Kamu pikir, kamu siapa? Mengganggu orang tengah malam, mabuk lagi. Jangan-jangan kamu penjahat ya?” Tuduh Starla tidak terima.“Harusnya aku yang tanya, bagaimana bisa ada wanita di sini? Atau … jangan bilang kalau kamu wanita bayaran yang di sewa anak buahku?” Pria itu tersenyum miring.Apa?! Starla tidak terima dengan tuduhan tersebut. Wanita bayaran dari Hongkong! Ia saja menumpang di sini. Boro-boro di bayar.“Excusme! Ini apartemen saya,” ujar Starla sinis.Pria yang masih berdiri di depan Starla itu langsung mengedarkan pandangannya. Menatap seisi ruangan apartemen dan menggaruk tengkuk.“Kenapa aku bisa ada di sini?” Tanya pria itu datar.Starla memutar mata jengah, ia segera menarik dan mendorong pria itu keluar dari apartemen sebelum sang pemilik kembali. Bisa kena marah kalau sampai Vania menganggap Starla memasukkan pria dan bermain di dalam apartemennya. Ya, walaupun Starla yakin kalau Vania pasti juga sering membawa prianya masuk ke apartemennya.“Pergi sana!” Usir Starla.“Kamu mengusirku?” Tanya pria tersebut.“Lalu Anda maunya bagaimana? Saya harus bersikap baik kepada Anda, dan menerima Anda di apartemen saya, begitu?” Starla melotot. “Cukup semalam saja kamu menggangguku, dan sekarang kamu pergi sana!” Ketusnya kemudian.“Tunggu dulu, ini kamar nomor enam puluh sembilan kan?” Tanya pria itu memastikan sebelum Starla menutup pintu.“Sem-bi-lan-pu-luh-e-nam,” jawab Starla dengan nada mengeja. Setelah itu, ia membanting pintunya begitu saja di hadapan pria tersebut.Starla menarik napas sesaat sebelum akhirnya membereskan tempat tidurnya yang semalaman di tiduri oleh pria gila tersebut.Sementara di luar apartemen, pria itu tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya. Kenapa dirinya bodoh sekali? Jelas-jelas kamar ini memang tertulis sembilan puluh enam. Bisa-bisanya ia keliru. Tapi ia tidak menyesali kejadian ini sama sekali. Toh, gara-gara ia mabuk dan salah masuk kamar. Ia justru bisa bertemu lagi dengan wanita yang ia cumbu di Klub malam itu.Ia kembali membayangkan wajah cantik Starla, ketika wanita itu marah-marah tadi. Entah kenapa ia begitu menyukai ketika bibir itu berteriak marah padanya. Ia jadi ingin kembali mencicipi bibir seksi sekaligus pedas itu, sekali lagi. Ia tertawa ketika otak mesumnya kembali beraksi.Revanno Immanuel, seringkali di nilai player oleh setiap wanita yang beruntung bisa tidur dengannya. Seorang CEO muda yang di segani di Ibukota ini. Tentu saja di segani, selain kaya dia juga tampan dan pintar, walau otaknya cenderung mesum. Membuat wanita manapun akan meleleh ketika mendapat tatapan darinya. Ralat, kecuali wanita bermulut pedas yang baru saja memarahinya tadi. Bagi Revanno wanita itu sangat cantik. Tapi apakah wanita itu normal? Bagaimana bisa wanita tersebut marah dan malah mengusirnya begitu saja?Wanita lain mungkin akan mengambil kesempatan dalam situasi seperti tadi. Entah dengan menggoda, merayu agar bisa tidur bersama Revanno hingga membuat Revanno merasa muak. Revanno akan diam ketika para wanita tersebut bermain dan menikmati bibirnya. Namun, ia akan bertindak ketika para wanita tersebut mulai berbuat lancang.Bagaimanapun brengseknya Revanno, ia tetap merasa jijik dengan wanita penggoda yang hanya bisa menjual tubuh. Tapi Revanno juga tidak munafik jika nafsunya sudah mendesak ia juga akan langsung lari ke Klub untuk mencari wanita di sana. Tapi wanita yang ia cari adalah wanita yang sama-sama pengunjung Klub, bukan wanita penghibur. Entah kenapa ia suka yang seperti itu.Contohnya ketika ia bertemu dengan Starla malam itu, dan menganggap Starla wanita yang bisa ia ajak bersenang-senang malam itu.Pergi ke Klub adalah hal biasa yang sering Revanno lalukan. Tapi ia tidak akan bermalam di sana, ia akan memilih langsung pergi ketika miliknya sudah berhasil terpuaskan. Katakanlah ia memang berengsek! Tapi itulah kenyataanya. Karena Revanno memang belum bisa serius dengan wanita.Revanno tidak percaya cinta. Baginya cinta itu hanya kesenangan sesaat yang biasa ia dapatkan di atas ranjang dengan seorang wanita, dan berakhir begitu saja ketika ia sudah mendapatkan apa yang ia butuhkan.***Hari ini Revanno kembali ke rutinitas paginya yang mungkin akan cukup melelahkan. Semenjak ia kehilangan sekretaris andalannya. Ia jadi harus mengurus semua tugasnya seorang diri. Ia benar-benar butuh sekretaris baru, benar-benar butuh.Sebenarnya ia bisa-bisa saja mengatasi pekerjaannya seorang diri. Karena kalau di nilai dari segi apapun Revanno memanglah sangat cerdas dan kompeten dalam hal pekerjaan. Tapi, ia merasa harus tetap membutuhkan seorang sekretaris. Apalagi mengingat kalau Revanno juga hanyalah manusia biasa.Coba katakan manusia mana yang bisa tahan kerja bagai kuda?Tentu Revanno tidak mau mati muda karena terlalu banyak bekerja. Mengingat kalau ia masih merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantuan dari orang lain. Selain itu, alasan lain Revanno membutuhkan sekretaris adalah ada yang bisa ia gunakan sebagai cuci mata sekaligus pelampiasan hasratnya yang terkadang datang secara tiba-tiba.Ia berharap segera mendapat sekretaris yang sesuai dengan kriterianya.Kalau bisa yang masih muda dan cantik, seksi apalagi mau sekali. Tidak seperti sekretaris lamanya.Semoga Revanno bisa segera mendapatkannya.Starla bahkan tidak menyangka jika bekerja mengandalkan kenalan orang dalam akan menjadi semudah ini, bahkan cenderung sangat cepat. Hari ini juga ia sudah mendapat kabar bahwa ia di minta datang ke perusahaan Nexus untuk melakukan wawancara kerja. Dan tidak tanggung-tanggung tawaran pekerjaan yang Starla dapatkan adalah ia di suruh melamar menjadi sekretaris.Ingin tertawa? Itu pasti.Starla sadar betul kalau dirinya belum pernah mempunyai pengalaman sama sekali dengan dunia perkantoran. Yang benar saja ia langsung di suruh melamar di bagian sekretaris. Kurang ajar sekali temannya Vania itu. Apa dia ingin mempermalukan Starla?Tapi apa salahnya mencoba? Walaupun Starla sudah membayangkan kejadian yang mungkin akan di alaminya nanti. Bisa saja dirinya langsung di suruh keluar sebelum interviewnya selesai gara-gara ia yang tidak berpengalaman. Atau mungkin ia akan mendapat ceramah pedas dari orang yang akan mewawancarainya nanti.Starla kembali tertawa.Apalagi yang ia dengar, yang mel
Sejak membuka mata pagi tadi, entah kenapa Starla merasa ada suatu perasaan yang membuatnya tidak enak dan juga sangat malas. Rasanya seperti akan terjadi susuatu hal buruk yang akan menimpanya pada hari ini.Dan Starla tahu. Itu semua pasti berhubungan dengan Bos barunya yang bernama Revanno itu. Bahkan sejak semalam Starla tidak bisa tertidur pulas hanya gara-gara memikirkan nama Bosnya yang super mesum itu.Sungguh, belum merasakan bekerja dengan pria itu saja Starla sudah merasa begitu kesal. Bagaimana nanti jika ia sudah terikat kerja dengan Revanno? Jangan-jangan setiap hari nanti Starla akan di buat kesal oleh pria itu.Hari ini, Starla berangkat dengan memakai dress yang melekat dan membentuk pas lekuk tubuhnya. Tidak lupa ia juga mengenakan blazer berwarna putih untuk memberikan kesan formal sebagai pekerja kantoran.Hari pertama Starla bekerja, Vania dengan baik hati mengantar Starla ke kantor menggunakan mobilnya. Wanita itu melambaikan tangan ketika Starla sudah berjalan m
Sesuai dengan kesepakatan yang telah Revanno katakan. Jika Starla menyanggupi persyaratan yang ia berikan, maka ia akan memberikan semua fasilitas yang Starla butuhkan, termasuk semua kebutuhan wanita itu. Berhubung Starla mengatakan kalau ia tidak memiliki tempat tinggal. Jadi Revanno dengan sekejap langsung membelikan sebuah apartemen mewah untuk Starla—sekretaris barunya.Pukul enam sore mereka berdua sudah tiba di apartemen baru Starla.Awalnya Starla merasa tidak percaya jika Revanno benar-benar memberikan apartemen mewah itu untuknya. Apalagi setahu Starla, apartemen itu adalah apartemen mahal yang biasa di huni oleh kalangan elite saja. Diam-diam hal itu membuat Starla curiga. Apakah memang Revanno sebaik itu? Atau mungkin ada maksud lain?“Ini apartemen untuk kamu,” ujar Revanno ketika mereka berdua sudah masuk ke dalam apartemen.“Kamu—““Aku bos kamu,” ucap Revanno mengingatkan.Starla berdecih. “Anda serius memberikan apartemen ini untuk saya?”Revanno dengan santainya meng
Revanno seketika menoleh saat mendengar namanya di sebut. Tak lama, seorang pria paruh baya masuk dengan pandangan lurus tertuju padanya.‘Ah, dia Ayahku.’ Revanno mengeram dalam hati.Menjengkelkan bukan kalau mengetahui pengganggunya adalah Ayahnya sendiri? Revanno tidak mengerti, apa juga tujuan Ayahnya kesini?Ayah Revanno duduk di sofa, tepat di sebelah Revanno. Sedangkan Starla memasuki kamarnya. Mungkin saja dia ingin mengganti pakaiannya yang di mata Revanno kelewat menggoda itu.Rasanya saat ini Revanno ingin menyusul Starla saja masuk ke dalam kamarnya dan bergelut di atas ranjang tanpa busana.“Tumben sekali kamu tidak pergi ke Klub. Ada gadis baru di sana.”Ya, begitulah Ayah Revanno. Sifat Ayah dan anak itu memang tidak jauh berbeda. Walaupun kehidupan Revanno sekarang cukup sukses dan banyak di segani orang, namun di balik itu semua ia mempunyai keluarga yang cukup berantakkan. Ibunya sudah pergi meningg
“Ini sepatumu.” Revanno menyerahkan kotak sepatu itu ke Starla.Starla hanya melempar tatapan curiga pada Revanno. Mereka baru kenal dan resmi menjadi Bos dan sekretaris sehari tadi. Tapi bagaimana bisa Bos gilanya itu sudah menyusahkan seperti ini? Bisa gila Starla jika harus berhadapan dengan orang gila seperti Revanno.Revanno yang tidak suka mendapat tatapan tak menyenangkan dari Starla hanya bisa berdecak, seolah gadis di depannya itu menganggap kalau dirinya penjahat.“Cepat pakai, astaga! Atau kamu mau aku menelanjangimu di sini.” Revanno langsung tersenyum ketika melihat bibir Starla mengerucut begitu mendengar ancaman darinya.Revanno dan Starla melangkah masuk ke dalam Klub. Tidak lupa tangan jahil Revanno pun melingkar di pinggang ramping Starla. Musik yang keras langsung menyambut kedatangan mereka. Dengan bantuan cahaya remang-remang, Revanno menuntun Starla menuju meja bartender.Sebenarnya ini adalah acara peresmi
Revanno memijat lembut pangkal hidungnya. Matanya terpejam berusaha mengontrol emosinya. Bisa-bisanya wanita berisik itu membuatnya merasa seperti ingin mati? Revanno yakin jika Starla tadi sangat menikmati permainannya. Lalu kenapa wanita itu harus mengatakan hal bodoh yang bahkan membuatnya ingin meledak?Revanno kembali menghisap batang rokoknya lalu menghembuskan asapnya ke udara. Seolah asap racun nikotin itu mampu membawa pergi amarahnya saat ini. Revanno melirik ke dalam, dan ia melihat Starla sudah kembali merapikan dress yang di kenakannya. Wanita itu kini tengah bermain dengan ponselnya di atas ranjang.Revanno memicing ke arah Starla. Bagaimana bisa Starla bersikap seperti itu? Wanita lain mungkin akan dengan senang hati memberikan tubuhnya pada Revanno, tanpa harus ia minta sekalipun. Tapi Starla ... Ah, Revanno hanya berharap semoga wanita bermulut berisik itu masih normal.Sudahlah! Toh, Revanno masih punya banyak waktu untuk bisa menda
Pukul lima sore, Starla mengikuti Revanno dan juga Pak Wicaksana yang merupakan klien baru di perusahaan Nexus. Mereka pergi ke pusat perbelanjaan kota yang kebetulan baru di buka beberapa hari lalu. Pusat perbelanjaan itu merupakan proyek antara perusahaan Nexus dan perusahaan milik Pak Wicaksana. Sebagai pemilik saham terbesar tentu Revanno harus memastikan produk yang di pasarkan sudah sesuai dengan kriterianya atau belum.Selesai melihat-lihat dan berkeliling, Revanno memutuskan untuk berpisah dengan Pak Wicaksana. Dan memilih untuk melanjutkannya sendiri dengan Starla. Meski baru di buka beberapa hari tetapi pusat perbelanjaan tersebut sudah sangat ramai. Tiba-tiba saja Revanno dan Starla sudah berada di lantai tujuh.Lantai tujuh merupakan lantai dimana pakaian dari brand-brand ternama berada. Mata Starla seketika aktif. Ia tidak bisa memungkiri jika matanya juga bisa khilaf kalau berada di mall dan melihat deretan busana-busana bagus dan bermerk tentunya
“Kenapa? Apa mungkin dia pria yang pernah tidur denganmu?”Brengsek! Starla mengumpat dalam hati.Starla tahu kalau dirinya mantan pegawai Klub. Tapi ia bukanlah wanita jalang yang bisa di sewa pria manapun. Ya walaupun kenyataan sebenarnya hampir seperti itu, tapi setidaknya sampai saat ini Starla belum pernah tidur dengan pria-pria berhidung belang itu. Dan Starla tetap merasa kesal jika ada orang yang mengatakan hal seperti yang Revanno katakan barusan. Bukankah lebih tepat jika Starla itu di sebut sebagai penipu ketimbang wanita jalang?Starla berusaha membasahi tenggorokannya yang mulai terasa kering. “Bukan. Aku belum pernah tidur dengan mereka,” ujarnya jujur.Starla semakin gugup karena wajah Revanno kini semakin menunduk dan dekat dengan wajahnya. Starla bisa merasakan sapuan napas hangat Revanno mulai menerpa wajahnya.Secepat kilat Revanno berhasil mendaratkan bibirnya di atas bibir Starla, bibir yang sejak tadi membu
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t