“Kamu jadi pindah kontrakan?”
“Menurutmu? Kamu tahu kan kalau aku sudah di usir pemilik kontrakan ini gara-gara banyak sekali pria yang mencariku ke sini,” gerutu wanita yang kini tengah mengemas barang ke dalam koper.Temannya terbahak mendengarnya. Memang benar, setiap hari pasti ada kurang lebih tiga pria yang bergantian datang untuk menyari Starla. Sampai pernah pemilik kontrakan marah dan mengusir pria-pria yang berjejer di depan kontrakan Starla. Sedangkan batang hidung yang di cari justru tengah asyik bersembunyi.“Makanya jadi wanita jangan terlalu nakal.”Buug!Satu bantal melayang tepat ke wajah wanita yang berwajah manis tersebut.“Vania yang cantik … sebaiknya kamu diam saja deh, nggak usah cerewet!” Teriak Starla marah.“Astaga, Starla!” Vania meremas bantal tersebut lalu melempar kembali ke Starla. Namun, meleset.Starla hanya tersenyum dan kembali mengemas barang.Sebelumnya gadis bernama Starla Alexandra tersebut bekerja di sebuah Klub ternama di Ibukota Jakarta sebagai seorang pelayan. Dan Starla juga lulusan sarjana S1 yang dimana ia bisa memanfaatkannya untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Namun, tuntutan hidup membuatnya rela bekerja apapun asalkan ia bisa menghasilkan uang.Hidup sebatang kara memanglah sangat sulit. Apalagi di besarnya Ibukota tempat tinggal Starla saat ini. Sejak kecil Starla hidup di panti asuhan dan melanjutkan pendidikan bermodalkan beasiswa.Jadi, bekerja apapun baginya sama saja.Tak jarang ia sering menemani pria berhidung belang yang bersenang-senang di Klub tempatnya bekerja. Memiliki tubuh yang indah dan wajah yang cantik adalah sebuah kelebihan untuknya.Starla bahkan rela seluruh tubuhnya di sentuh oleh pria manapun asal mereka memberinya uang. Prinsip Starla adalah boleh saja pria manapun mengajaknya tidur. Namun, sebelum pria tersebut berhasil meniduri Starla. Ia sendiri yang akan membuat pria tersebut tertidur.***Starla membalas ciuman yang di berikan oleh seorang pria yang tadi mengajaknya check in di kamar hotel yang ada di Klub tempatnya bekerja. Tangan pria tersebut menjelajah seluruh lekuk tubuh Starla, membuat Starla mendesah dan melenguh di sela-sela ciumannya.Wanita itu segera melepas ciumannya lalu berjalan ke meja yang ada di samping ranjang.“Siapa namamu tadi?” Starla bertanya sambil membelakangi ranjang.Pria yang tengah duduk di ranjang itu tersenyum. “Gio, Sayang.”“Jadi ... Gio kamu siap bersenang-senang denganku malam ini,” ujar Starla dengan nada menggoda.Gio kembali tersenyum percaya diri sambil menepuk-nepuk ranjangnya. “Akan aku buat kamu mendesah dalam setiap gerakanku, Sayang.”Starla hanya mendengus lalu tertawa kecil. Dan tanpa Gio sadari bahwa Starla telah memasukkan sebuah obat tidur ke dalam minumannya.Starla duduk di samping Gio sambil memberikan segelas red wine pada pria itu. Mereka bersulang lalu menegak habis red wine tersebut. Starla menerima gelas kosong yang di berikan Gio sambil tersenyum. Mereka kembali berpagut mesra ketika bibir Gio melumat dan lidahnya menyusup masuk ke dalam mulut Starla. Starla mendesah ketika tangan kekar tersebut meremas salah satu dadanya.“Aah.”Satu, ucap Starla dalam hati.Ciuman Gio semakin turun ke lehernya.Dua, lanjut Starla dalam hati. Dan …Tiga.Gio terjatuh ke dalam pelukan Starla dengan mata terpejam. Starla tertawa miring melihat pria berwajah tampan itu sudah tertidur. Kasihan sekali dia harus tidur sebelum melakukan aktivitasnya.Starla segera turun dari ranjang lalu mengambil dompet pelanggannya malam ini. Setelah itu ia mengambil beberapa lembar uang merah yang ada di dalam dompet tersebut. Ia kembali mendekati Gio, lalu mengecup pipinya.“Selamat tidur, Gio Sayang,” ujar Starla sambil terkekeh.Ya, begitulah yang di lakukan Starla setiap harinya.***“Kamu saya pecat!”“Di pecat? Tapi—““Tidak ada tapi, Starla. Sudah banyak sekali pelanggan yang mengeluhkan soal kamu! Kamu selalu menaruh obat tidur di minuman mereka dan mengambil uang mereka. Benar, kan?!” Bentak Pria botak yang menjadi manager di tempat Starla bekerja.Starla diam sejenak. Menyadari kebenaran yang di ucapkan managernya tersebut.“Beri saya kesempatan, Bos. Saya akan memperbaiki semuanya.” Starla memohon. “Saya nggak punya pekerjaan lain.”“Itu bukan urusan saya. Pokoknya kamu saya pecat!” Ucap manager itu sebelum kemudian pergi begitu saja meninggalkan Starla.Ingin sekali rasanya Starla mengumpat dan memaki Managernya tersebut. Kalau bisa ingin sekali ia kempeskan perut pria yang buncit tersebut. Yang Starla lakukan tidaklah salah, kan? Kecuali bagian saat ia mengambil uang tanpa izin. Toh, kebanyakan pria yang ingin tidur dengannya itu adalah pria yang sudah beristri. Kalau sudah punya istri kenapa harus mencari dan tidur dengan wanita lain?Starla melangkah kesal keluar dari ruangan Managernya. Dia segera mengganti seragam kerjanya dengan pakaian miliknya. Kini ia seorang pengangguran. Pengangguran dan di usir dari kontrakkan.Argh! Sial!Sesial inikah hidupnya saat ini? Apakah ini yang di namakan jatuh tertimpa tangga?Starla memilih tidak langsung pulang. Ia masih duduk di sudut Klub, menikmati dentuman musik yang semakin keras sambil menikmati sebotol red wine.Kesusahan dan tidak tahu arah tujuan adalah hal yang sangat akrab bagi Starla. Pikiran tersebut berputar-putar di kepalanya hingga membuat kepalanya terasa pening. Sebenarnya kalau Starla mau, ada banyak pria yang ingin menikahinya, atau bahkan menjadikannya wanita simpanan.Tapi .…Di usianya yang baru menginjak 24 tahun ini membuat Starla tidak boleh berpikiran sempit dan gegabah dalam mengambil keputusan. Bagi Starla, ia masih punya cukup banyak waktu sebelum ia benar-benar harus memikirkan tentang masa depan.Ia kembali menuang red wine tersebut ke dalam gelas dan meneguknya sampai habis.Sampai akhirnya seorang pria menghampirinya, pria bertubuh tinggi dan walau di bawah lampu yang minim cahaya ini, Starla bisa melihat paras tampan dari pria tersebut. Dan entah seperti apa kejadiannya, Starla dan pria tampan itu tiba-tiba sudah saling bercumbu dalam ciuman bibir mereka. Starla belum pernah merasakan bergairah seperti ini sebelumnya. Permainan pria yang kini tengah mencium bibirnya itu sungguh sangat membakar dirinya dan membuat kepalanya bertambah pening.“Emmh ....”Suara itu keluar dari bibir Starla. Ia masih dalam keadaan sadar, tapi entah mengapa tubuhnya sangat menikmati permainan lidah yang di lakukan pria ini.Starla mendesah lagi.Pria itu semakin panas mendengarnya, seolah itu pertanda bahwa ia bisa melanjutkan permainannya. Ia kembali berdiri tegak, lalu mencium bibir ranum di hadapannya dengan rakus. Tangannya mulai berani meraba-raba ke bagian tubuh Starla yang menonjol.Musik yang keras dan intensitas cahaya yang rendah membuat kegiatan mereka berjalan mulus. Ya, mereka melakukannya di sudut ruangan itu, dekat tempat duduk Starla tadi.Starla menggigit bibir bawahnya. Menahan desahan nikmat yang hendak keluar dari mulutnya. Kepalanya mendongak saat lidah pria tersebut bermain-main di lehernya. Jika saja tangannya tidak di gantungkan pada leher pria tersebut, sudah di pastikan ia tak akan sanggup berdiri.Saat tangan kekar itu mulai berani menyentuh miliknya. Starla segera mengumpulkan kesadaran dan mendorong pria tersebut. Napasnya terengah dengan tanda merah tercetak jelas di leher mulusnya.“Brengsek! Stop!” Teriak Starla memaki.Dadanya bergerak naik turun seiring dengan napasnya yang terasa begitu berat. Pria tersebut mendekat lalu berbisik di telinganya secara sensual.“Jangan berbohong. Aku bisa melihat jelas betapa kamu menikmati permainan yang aku berikan.”Bluussh.Wajahnya memerah mendengar ucapan pria itu yang sepertinya memang fakta.***Starla mengerjap saat sebuah tepukan mendarat di pipinya. Ia membuka mata secara perlahan dan mendapati Vania satu-satunya teman yang ia miliki sejak kuliah dulu sudah duduk di depannya.“Kamu nggak jadi pindah?” Tanya Vania pada Starla.Starla mendengus, menendang selimutnya hingga jatuh ke lantai lalu bangkit duduk. Sedangkan Vania hanya bisa tertawa melihat tingkah temannya itu.“Kenapa sih semua orang harus menyebalkan?! Nggak bisa ya sedikit saja mengerti kepalaku yang sedang pusing seperti ini?!” Omel Starla sambil meniup anak rambut yang jatuh ke wajahnya. “Kamu tahu nggak, Van? Andai aku punya pacar, pasti hidupku nggak akan menjadi seperti ini. Paling enggak, ada yang bisa aku andalkan saat sedang kesusahan seperti ini.”Vania hanya mendengus. “Kamu bicara apa sih, Starla? Bukanya kamu punya banyak pria? Itu yang setiap malam chek in sama kamu,” ujarnya yang langsung membuat Starla menepuk kepalanya.“Aku serius, Van.” Starla melipat kedua kakinya menghadap Vania, lalu memasang wajah memelas. “Aku sudah di pecat dari pekerjaanku, dan hari ini aku harus pindah dari kontrakan. Aku harus bagaimana?”Sebenarnya Vania ingin sekali tertawa melihat Starla, sungguh definisi teman sialan, bukan? Tapi ia segera membalas tatapan serius Starla.“Kebetulan aku baru saja mendapat informasi, katanya ada lowongan pekerjaan di perusahaan Nexus. Ini perusahaan bergengsi dan nggak asal pilih orang untuk memperkerjakannya di sana.”Starla tertawa sangau. “Kamu meledek atau bagaimana sih? Aku nggak punya pengalaman bekerja kantoran, Van. Kalau kamu bilang nggak asal pilih orang, fix ... Aku akan kena depak pertama kali.”“Ish! Kamu kan lulusan sarjana S1, Starla. Nilaimu juga nggak buruk-buruk amat, dengan kata lain kamu itu nggak bodoh. Cuma kelakuan kamu saja yang terkadang seperti orang bodoh,” ujar Vania setengah tertawa.“Sialan kamu, Van!”“Satu lagi, CEO di perusahaan itu katanya sangat tampan sekali. Aku jamin kalau kamu bisa bekerja di sana, kamu pasti bisa menerima gaji yang besar,” Imbuh Vania.Starla tampak berpikir sambil mengangguk-anggukan kepalanya. “Lalu kalau aku nggak di terima, bagaimana?”“Ya ... Paling kamu jadi pengangguran berkarat.” Vania terbahak di depan Starla.“Sialan kamu, Van!” Starla kembali mengumpat.“Sudah. Kamu tenang saja. Aku punya kenalan orang dalam. Aku bisa minta tolong kenalanku itu untuk mendaftarkan kamu. Jadi, kamu siap-siap saja,” terang Vania.Starla hanya bisa pasrah.Kata orang-orang, kekuatan orang dalam itu mengalahkan segalanya. Jadi, Starla hanya perlu menunggu dan melihat seberapa besarnya kekuatan orang dalam yang bisa membuatnya masuk ke perusahaan bergengsi tersebut.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan Starla masih belum bisa memejamkan mata. Ia kini tengah berada di apartemen Vania, sedangkan temannya itu tengah pulang ke rumah kedua orang tuanya. Bukan tanpa alasan Starla berada di sana. Untuk sementara waktu ini sebelum Starla mendapatkan pekerjaan, ia memang akan menumpang hidup di apartemen Vania. Salah satu keuntungan Starla memiliki teman anak orang kaya memang seperti ini. Bisa menumpang hidup tanpa perlu merasa khawatir.Beberapa kali Starla mencoba memejamkan mata. Tapi kantuk itu tak kunjung datang juga. Akhirnya ia pun bangun dan memutuskan untuk menonton TV. Barangkali saja setelah menonton TV Starla bisa mengantuk.Saat sedang asyik menonton TV, tiba-tiba Starla mendengar suara gedoran dari arah pintu apartemen. Dalam hati, Starla mengumpat dan menyalahkan siapa yang datang ke apartemen tengah malam begini? Apakah teman Vania? Tapi kan Vania tidak ada di sini?Dengan malas Starla melangkahkan kaki menuju pintu apartemen d
Starla bahkan tidak menyangka jika bekerja mengandalkan kenalan orang dalam akan menjadi semudah ini, bahkan cenderung sangat cepat. Hari ini juga ia sudah mendapat kabar bahwa ia di minta datang ke perusahaan Nexus untuk melakukan wawancara kerja. Dan tidak tanggung-tanggung tawaran pekerjaan yang Starla dapatkan adalah ia di suruh melamar menjadi sekretaris.Ingin tertawa? Itu pasti.Starla sadar betul kalau dirinya belum pernah mempunyai pengalaman sama sekali dengan dunia perkantoran. Yang benar saja ia langsung di suruh melamar di bagian sekretaris. Kurang ajar sekali temannya Vania itu. Apa dia ingin mempermalukan Starla?Tapi apa salahnya mencoba? Walaupun Starla sudah membayangkan kejadian yang mungkin akan di alaminya nanti. Bisa saja dirinya langsung di suruh keluar sebelum interviewnya selesai gara-gara ia yang tidak berpengalaman. Atau mungkin ia akan mendapat ceramah pedas dari orang yang akan mewawancarainya nanti.Starla kembali tertawa.Apalagi yang ia dengar, yang mel
Sejak membuka mata pagi tadi, entah kenapa Starla merasa ada suatu perasaan yang membuatnya tidak enak dan juga sangat malas. Rasanya seperti akan terjadi susuatu hal buruk yang akan menimpanya pada hari ini.Dan Starla tahu. Itu semua pasti berhubungan dengan Bos barunya yang bernama Revanno itu. Bahkan sejak semalam Starla tidak bisa tertidur pulas hanya gara-gara memikirkan nama Bosnya yang super mesum itu.Sungguh, belum merasakan bekerja dengan pria itu saja Starla sudah merasa begitu kesal. Bagaimana nanti jika ia sudah terikat kerja dengan Revanno? Jangan-jangan setiap hari nanti Starla akan di buat kesal oleh pria itu.Hari ini, Starla berangkat dengan memakai dress yang melekat dan membentuk pas lekuk tubuhnya. Tidak lupa ia juga mengenakan blazer berwarna putih untuk memberikan kesan formal sebagai pekerja kantoran.Hari pertama Starla bekerja, Vania dengan baik hati mengantar Starla ke kantor menggunakan mobilnya. Wanita itu melambaikan tangan ketika Starla sudah berjalan m
Sesuai dengan kesepakatan yang telah Revanno katakan. Jika Starla menyanggupi persyaratan yang ia berikan, maka ia akan memberikan semua fasilitas yang Starla butuhkan, termasuk semua kebutuhan wanita itu. Berhubung Starla mengatakan kalau ia tidak memiliki tempat tinggal. Jadi Revanno dengan sekejap langsung membelikan sebuah apartemen mewah untuk Starla—sekretaris barunya.Pukul enam sore mereka berdua sudah tiba di apartemen baru Starla.Awalnya Starla merasa tidak percaya jika Revanno benar-benar memberikan apartemen mewah itu untuknya. Apalagi setahu Starla, apartemen itu adalah apartemen mahal yang biasa di huni oleh kalangan elite saja. Diam-diam hal itu membuat Starla curiga. Apakah memang Revanno sebaik itu? Atau mungkin ada maksud lain?“Ini apartemen untuk kamu,” ujar Revanno ketika mereka berdua sudah masuk ke dalam apartemen.“Kamu—““Aku bos kamu,” ucap Revanno mengingatkan.Starla berdecih. “Anda serius memberikan apartemen ini untuk saya?”Revanno dengan santainya meng
Revanno seketika menoleh saat mendengar namanya di sebut. Tak lama, seorang pria paruh baya masuk dengan pandangan lurus tertuju padanya.‘Ah, dia Ayahku.’ Revanno mengeram dalam hati.Menjengkelkan bukan kalau mengetahui pengganggunya adalah Ayahnya sendiri? Revanno tidak mengerti, apa juga tujuan Ayahnya kesini?Ayah Revanno duduk di sofa, tepat di sebelah Revanno. Sedangkan Starla memasuki kamarnya. Mungkin saja dia ingin mengganti pakaiannya yang di mata Revanno kelewat menggoda itu.Rasanya saat ini Revanno ingin menyusul Starla saja masuk ke dalam kamarnya dan bergelut di atas ranjang tanpa busana.“Tumben sekali kamu tidak pergi ke Klub. Ada gadis baru di sana.”Ya, begitulah Ayah Revanno. Sifat Ayah dan anak itu memang tidak jauh berbeda. Walaupun kehidupan Revanno sekarang cukup sukses dan banyak di segani orang, namun di balik itu semua ia mempunyai keluarga yang cukup berantakkan. Ibunya sudah pergi meningg
“Ini sepatumu.” Revanno menyerahkan kotak sepatu itu ke Starla.Starla hanya melempar tatapan curiga pada Revanno. Mereka baru kenal dan resmi menjadi Bos dan sekretaris sehari tadi. Tapi bagaimana bisa Bos gilanya itu sudah menyusahkan seperti ini? Bisa gila Starla jika harus berhadapan dengan orang gila seperti Revanno.Revanno yang tidak suka mendapat tatapan tak menyenangkan dari Starla hanya bisa berdecak, seolah gadis di depannya itu menganggap kalau dirinya penjahat.“Cepat pakai, astaga! Atau kamu mau aku menelanjangimu di sini.” Revanno langsung tersenyum ketika melihat bibir Starla mengerucut begitu mendengar ancaman darinya.Revanno dan Starla melangkah masuk ke dalam Klub. Tidak lupa tangan jahil Revanno pun melingkar di pinggang ramping Starla. Musik yang keras langsung menyambut kedatangan mereka. Dengan bantuan cahaya remang-remang, Revanno menuntun Starla menuju meja bartender.Sebenarnya ini adalah acara peresmi
Revanno memijat lembut pangkal hidungnya. Matanya terpejam berusaha mengontrol emosinya. Bisa-bisanya wanita berisik itu membuatnya merasa seperti ingin mati? Revanno yakin jika Starla tadi sangat menikmati permainannya. Lalu kenapa wanita itu harus mengatakan hal bodoh yang bahkan membuatnya ingin meledak?Revanno kembali menghisap batang rokoknya lalu menghembuskan asapnya ke udara. Seolah asap racun nikotin itu mampu membawa pergi amarahnya saat ini. Revanno melirik ke dalam, dan ia melihat Starla sudah kembali merapikan dress yang di kenakannya. Wanita itu kini tengah bermain dengan ponselnya di atas ranjang.Revanno memicing ke arah Starla. Bagaimana bisa Starla bersikap seperti itu? Wanita lain mungkin akan dengan senang hati memberikan tubuhnya pada Revanno, tanpa harus ia minta sekalipun. Tapi Starla ... Ah, Revanno hanya berharap semoga wanita bermulut berisik itu masih normal.Sudahlah! Toh, Revanno masih punya banyak waktu untuk bisa menda
Pukul lima sore, Starla mengikuti Revanno dan juga Pak Wicaksana yang merupakan klien baru di perusahaan Nexus. Mereka pergi ke pusat perbelanjaan kota yang kebetulan baru di buka beberapa hari lalu. Pusat perbelanjaan itu merupakan proyek antara perusahaan Nexus dan perusahaan milik Pak Wicaksana. Sebagai pemilik saham terbesar tentu Revanno harus memastikan produk yang di pasarkan sudah sesuai dengan kriterianya atau belum.Selesai melihat-lihat dan berkeliling, Revanno memutuskan untuk berpisah dengan Pak Wicaksana. Dan memilih untuk melanjutkannya sendiri dengan Starla. Meski baru di buka beberapa hari tetapi pusat perbelanjaan tersebut sudah sangat ramai. Tiba-tiba saja Revanno dan Starla sudah berada di lantai tujuh.Lantai tujuh merupakan lantai dimana pakaian dari brand-brand ternama berada. Mata Starla seketika aktif. Ia tidak bisa memungkiri jika matanya juga bisa khilaf kalau berada di mall dan melihat deretan busana-busana bagus dan bermerk tentunya
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t