Revanno memijat lembut pangkal hidungnya. Matanya terpejam berusaha mengontrol emosinya. Bisa-bisanya wanita berisik itu membuatnya merasa seperti ingin mati? Revanno yakin jika Starla tadi sangat menikmati permainannya. Lalu kenapa wanita itu harus mengatakan hal bodoh yang bahkan membuatnya ingin meledak?
Revanno kembali menghisap batang rokoknya lalu menghembuskan asapnya ke udara. Seolah asap racun nikotin itu mampu membawa pergi amarahnya saat ini. Revanno melirik ke dalam, dan ia melihat Starla sudah kembali merapikan dress yang di kenakannya. Wanita itu kini tengah bermain dengan ponselnya di atas ranjang.Revanno memicing ke arah Starla. Bagaimana bisa Starla bersikap seperti itu? Wanita lain mungkin akan dengan senang hati memberikan tubuhnya pada Revanno, tanpa harus ia minta sekalipun. Tapi Starla ... Ah, Revanno hanya berharap semoga wanita bermulut berisik itu masih normal.Sudahlah! Toh, Revanno masih punya banyak waktu untuk bisa mendapatkan tubuh itu. Revanno yakin jika Starla tak mungkin bisa lolos dari genggamannya. Dan gara-gara kejadian ini membuat keinginan Revanno untuk mendapatkan tubuh Starla semakin besar. Aneh memang! Kenapa ia harus rela bersabar untuk tidur dengan wanita itu? Biasanya saja ia tinggal asal tunjuk untuk mendapatkan wanita yang bisa ia ajak bermain di atas ranjang.Baru kali Revanno benar-benar merasa bodoh.Revanno menikmati hisapan terakhir rokoknya lalu membuang putungnya ke tempat sampah. Lalu ia segera merogoh ponsel untuk menghubungi anak buahnya.Kekesalan Revanno semakin memuncak ketika ia kembali masuk ke dalam dan Starla hanya bersikap biasa saja. Seperti orang yang tidak merasa berdosa sama sekali.‘Ah ... Lihatlah! Wanita itu sudah membuat milikku terasa tersiksa dan sekarang malah bersikap seperti itu,’ batin Revanno.“Kamu nggak merasa bersalah sedikitpun padaku?”Starla hanya mengernyit ketika di tanya seperti itu oleh Revanno.Revanno berharap Starla akan langsung merasa bersalah setelah mendengar ucapannya. Namun, responnya ternyata di luar dugaan.“Kamu ingin mengantarku pulang atau aku naik taksi,” ujar Starla datar.Arrrgghhh! Revanno mengerang dalam hati.Lihat saja, sebentar lagi Revanno pasti akan membalas perbuatan Starla. Revanno akan membuat mulut berisik itu kapok karena mendesah semalaman.Revanno segera menyambar kunci mobilnya dengan cepat dan langsung berjalan mengikuti Starla yang saat ini sudah berada di depan pintu.Tunggu ... Kenapa Revanno mau saja mengikuti perintah Starla? Bukankah harusnya Starla yang mengikuti perintahnya? Ah, persetan dengan status Bosnya. Revanno benar-benar sudah terlanjur kesal dengan Starla.***Hari pertama bekerja. Starla sudah berdoa sebanyak mungkin sebelum ia berdiri dan memencet bel pintu apartemen yang berada tepat di sebelah apartemennya. Apartemen milik siapa lagi kalau bukan milik Bosnya, Revanno?Pintu terbuka dan menampilkan sosok Revanno yang tampaknya baru saja selesai mandi. Pria itu terlihat tengah menggosok rambutnya yang masih basah menggunakan handuk kecil.‘Tampan,’ batin Starla.“Kamu terlambat!”Starla langsung mengerjap setelah mendengar ucapan Revanno dan mengikuti Revanno masuk ke dalam apartemennya.Apa yang baru saja ia pikirkan? Ah, sepertinya otaknya kini sudah mulai tak waras? Tapi ... Kenyataannya memang begitu, Starla tidak bisa berpaling menatap wajah itu. Revanno sangat tampan.“Mulai besok kamu harus sudah siap berada di sini setiap pagi. Kalau bisa sebelum aku terbangun.” Revanno masih sibuk mengeringkan rambutnya. “Tugas pagimu sebelum berangkat ke kantor adalah menyiapkan semua keperluan dan kebutuhanku, mengerti?!”Lagi-lagi Starla hanya mengerjap lalu mengangguk. Ada apa dengan dirinya? Ayolah Starla, fokus!Niat ingin fokus Starla justru kembali terbuyar ketika Revanno membuang handuk kecilnya ke atas sofa. Starla memelotot ketika melihat otot perut Revanno yang kelewat six pack itu. Bahkan Starla semakin melotot saat menyadari kalau sejak tadi Revanno hanya memakai handuk sebatas pinggang saja.Duh, kemana saja matanya dari tadi? Ah, gara-gara wajah Bos gila itu Starla jadi tidak bisa fokus.“Ikut Aku!” Perintah Revanno. Bagai anjing penurut, Starla langsung mengekor di belakang Revanno begitu saja.Tunggu dulu, kenapa aura Revanno pagi ini berbeda sekali? Ah iya, Starla baru ingat, pria ini kan sedang marah dengannya. Gara-gara nafsunya semalam yang harus ia hentikan secara paksa. Starla tertawa dalam hati.Hingga akhirnya mereka tiba di kamar Revanno. Kamar yang tak kalah mewah dari milik Starla. Bahkan Starla akui kalau di apartemen Revanno jauh lebih mewah, dari furniture hingga hiasan maupun pajangan di apartemennya merupakan barang mewah semua.“Setiap pagi kamu harus menyiapkan semua kebutuhanku mulai dari baju kerja, dasi, sepatu, jam tangan hingga sarapan,” ujar Revanno menjelaskan. Kini ia tengah bersandar di lemari pakaiannya.“Hah? Kamu serius? Kok aku jadi seperti pembantu sih bukan sekretaris.” Starla berdecak sebal.“Hey! Ingat kamu sudah setuju dengan semua perjanjian kerja yang sudah kamu tanda tangani.” Revanno bersedekap ke arah Starla.Skakmat! Kalau sudah membawa perjanjian kerja, Starla benar-benar sudah tidak bisa berkutik.“Baiklah,” ujar Starla pada akhirnya. Ia hendak keluar untuk memesankan sarapan untuk Revanno. Namun, tiba-tiba Revanno menyela.“Mau kemana kamu?”“Mau memesankan sarapan untukmu,” jawab Starla malas.“Kamu sudah lupa dengan apa yang aku katakan barusan? Siapkan baju kerjaku.” Revanno mengingatkan.Starla menelan ludahnya. Jujur, ia sudah tidak tahan kalau harus memandang Revanno dengan keadaan seperti itu terlalu lama. Sungguh rasanya Starla ingin bersandar di dada Revanno yang kelewat bidang itu. Bisa-bisa malah ia sendiri yang akan khilaf kalau di suguhi pemandangan menggiurkan seperti itu.“B-besok saja deh. Aku janji,” ucap Starla.Mata Revanno menyipit lalu setelah itu seringainya muncul. Sejak tadi ia terlalu serius menjalankan tugasnya sebagai Bos sampai ia lupa kalau dirinya tengah berdua dengan Starla.“Apa kamu ingin melihatnya?” Revanno menaikkan satu alisnya ke arah Starla. Mode mesum Revanno seketika kembali muncul.“Hah?” Starla kaget di tatap seperti itu oleh Revanno, karena saat ini tatapannya sudah berubah menjadi tatapan mesum. “A-apa?”“Sesuatu yang ada di dalam sini.” Revanno dengan gamblangnya menunjuk bagian depannya yang masih berbalut handuk itu.“Apa? Kamu gila ya!” Teriak Starla.Revanno terkekeh. “Perlu kamu ketahui. Punyaku sangatlah besar. Aku jamin kamu pasti akan menyukainya.” Mata Starla langsung memelotot. “Lihat, kamu pasti langsung membayangkannya, kan? Kemarilah. Daripada hanya membayangkannya lebih baik langsung pegang saja.”Revanno hendak mendekati Starla. Namun, dengan cepat Starla berbalik arah dan berjalan keluar sambil berteriak.“Dasar pria mesum!”Starla keluar dari kamar Revanno dengan keadaan marah dan kesal. Sedangkan Revanno malah asyik tertawa mendengar Starla yang baru saja mengumpatinya.***Revanno dan Starla berangkat ke kantor menggunakan mobil yang sama, yaitu mobil Revanno. Mereka duduk di kursi belakang sedangkan di depan ada seorang sopir pribadi Revanno yang sudah Starla suruh datang sejak pagi tadi.Semua karyawan langsung menunduk hormat ketika Revanno memasuki kantor. Memang tak bisa di pungkiri aura Revanno benar-benar sangat berwibawa dan pantas di sebut sebagai Bos oleh mereka. Tubuhnya begitu sempurna bagai sosok-sosok yang sering di gambarkan dalam sebuah cerita novel.Revanno memasuki ruang kerjanya di ikuti Starla. Mau bagaimana lagi Bosnya itu sudah memindahkan meja kerjanya agar menjadi satu ruangan dengannya.“Apa aja tugasku hari ini?” Tanya Revanno begitu ia mendudukkan dirinya di kursi kebesarannya.Starla dengan cepat mengambil Tab miliknya dan mendekati Revanno. Ia bersyukur karena sebelumnya sudah mempelajari cara menjadi sekretaris yang tanggap dan cekatan, karena Starla pikir ia akan bekerja dengan Bos yang super profesional. Bukannya bekerja dengan Bos yang super duper mesum seperti Bosnya yang sekarang.“Jam sembilan pagi ada meeting di lantai 30 mengenai peluncuran produk baru. Di lanjut jam dua belas siang ada jadwal makan bersama dengan Manager Hans.” Revanno terus fokus menatap bibir Starla yang tengah membacakan jadwal kerjanya hari ini. “Dan jam tiga sore ada pertemuan dengan klien untuk menandatangani proyek baru.”“Hanya itu saja?” Tanya Revanno dengan senyum yang tak bisa Starla artikan.“I-iya. Apa masih ada yang kurang?” Starla balik bertanya polos.“Tentu,” jawab Revanno singkat.“Apa?” Starla kembali membuka Tab-nya.“Tidur denganku tentunya.” Revanno lalu terkekeh.Apa katanya? Mata Starla langsung membulat. Bisa tidak sih sehari saja otak Bos mesumnya itu jauh-jauh dulu dari pikiran tidur dan tidur?“Pak Revanno, please. Ini di kantor,” ujar Starla.“Memangnya kenapa kalau di kantor? Kita bisa langsung saja melakukannya sekarang ... Di sini.” Revanno menyeringai jahat.Starla hanya bergidik. Revanno benar-benar Bos gila yang mesum. Mendadak ia kepikiran sesuatu namun Starla segera menggeleng, berharap apa yang di pikirkannya itu tidaklah benar.“Kamu tahukan apa alasanku meminta agar kita menjadi satu ruangan?” Revanno kini sudah berdiri di depan Starla. Tangannya dengan cepat menarik pinggang Starla hingga menepis jarak keduanya. “Supaya aku bisa dengan mudah menyetubuhimu, Starla.”Jantung Starla langsung berdetak hebat, karena sedetik setelah itu Revanno langsung meremas sesuatu yang berada di balik rok belakangnya.Pukul lima sore, Starla mengikuti Revanno dan juga Pak Wicaksana yang merupakan klien baru di perusahaan Nexus. Mereka pergi ke pusat perbelanjaan kota yang kebetulan baru di buka beberapa hari lalu. Pusat perbelanjaan itu merupakan proyek antara perusahaan Nexus dan perusahaan milik Pak Wicaksana. Sebagai pemilik saham terbesar tentu Revanno harus memastikan produk yang di pasarkan sudah sesuai dengan kriterianya atau belum.Selesai melihat-lihat dan berkeliling, Revanno memutuskan untuk berpisah dengan Pak Wicaksana. Dan memilih untuk melanjutkannya sendiri dengan Starla. Meski baru di buka beberapa hari tetapi pusat perbelanjaan tersebut sudah sangat ramai. Tiba-tiba saja Revanno dan Starla sudah berada di lantai tujuh.Lantai tujuh merupakan lantai dimana pakaian dari brand-brand ternama berada. Mata Starla seketika aktif. Ia tidak bisa memungkiri jika matanya juga bisa khilaf kalau berada di mall dan melihat deretan busana-busana bagus dan bermerk tentunya
“Kenapa? Apa mungkin dia pria yang pernah tidur denganmu?”Brengsek! Starla mengumpat dalam hati.Starla tahu kalau dirinya mantan pegawai Klub. Tapi ia bukanlah wanita jalang yang bisa di sewa pria manapun. Ya walaupun kenyataan sebenarnya hampir seperti itu, tapi setidaknya sampai saat ini Starla belum pernah tidur dengan pria-pria berhidung belang itu. Dan Starla tetap merasa kesal jika ada orang yang mengatakan hal seperti yang Revanno katakan barusan. Bukankah lebih tepat jika Starla itu di sebut sebagai penipu ketimbang wanita jalang?Starla berusaha membasahi tenggorokannya yang mulai terasa kering. “Bukan. Aku belum pernah tidur dengan mereka,” ujarnya jujur.Starla semakin gugup karena wajah Revanno kini semakin menunduk dan dekat dengan wajahnya. Starla bisa merasakan sapuan napas hangat Revanno mulai menerpa wajahnya.Secepat kilat Revanno berhasil mendaratkan bibirnya di atas bibir Starla, bibir yang sejak tadi membu
Starla tidak menyangka akan mendapatkan kehidupan yang seperti ini. Menjadi sekretaris Revanno sungguh suatu hal yang mampu merubah nasibnya. Revanno benar-benar memberikannya fasilitas yang sebelumnya tidak pernah ia bayangkan akan memilikinya. Sebuah apartemen mewah lengkap dengan isinya, gaji yang besar dan Revanno juga benar-benar membelikan sebuah mobil pribadi untuk Starla. Kini ada satu hal yang Starla yakini jika sosok Revanno Immanuel dengan segala kebrengsekan dan kemesumanya itu adalah orang yang selalu menepati janjinya. Walaupun sejauh ini ia belum berhasil mendapatkan 'seks’ bersama Starla. Namun, Revanno tetap memberikan apa yang sejak awal sudah ia janjikan kepada Starla. Mungkin banyak orang akan bertanya-tanya. Bagaimana bisa sorang sekretaris saja bisa hidup dengan begitu mewahnya? Dan Starla tak akan ambil pusing dengan pertanyaan tersebut. Karena inilah jalan yang ia ambil. Resiko yang harus ia jalani ketika ia memilih untuk menyetujui kontrak kerja dengan Revann
Sore ini Starla terlihat begitu terburu-buru ketika berjalan keluar dari salah satu Coffee Shop. Ini semua karena Bos gilanya. Revanno mengatakan kalau ia ingin minum Americano Coffee. Dan hal yang menjengkelkan adalah Revanno ingin Starla yang membelikannya langsung, ia tidak ingin orang lain yang membelikannya. Oke, peraturan pertama perintah Bos memang tidak bisa di ganggu gugat. Begitu Starla mendapatkan satu Cup Americano, ia segera berjalan sambil memperhatikan layar ponselnya yang terus berdering. Siapa lagi kalau bukan panggilan dari Bosnya? Starla terus berdecak dan mengumpat sepanjang perjalanan. Ia sengaja tidak ingin mengangkat panggilan itu dan memilih untuk memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya. Namun, ketika Starla baru saja menggeser pintu Coffee Shop tersebut, tanpa sengaja ia menabrak seorang pria hingga membuat tasnya terjatuh. Dan tentu saja semua isi tasnya langsung berceceran. Starla semakin jengkel. Ayolah, ia sedang terburu-buru kenapa ada saja hambat
Revanno melepas ciumannya dengan napas memburu, begitupun juga dengan Starla. Wanita tersebut langsung meraup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi paru-parunya yang seakan kehabisan oksigen.“Sekarang kamu sudah siap, kan?” Tanya Revanno tanpa memperdulikan Starla yang masih sibuk mengatur napasnya.Starla langsung bersemu, pipinya terasa memanas dan jantungnya berdetak lebih cepat. Bagaimanapun juga ia tidak akan siap untuk kehilangan sesuatu yang berharga dari dirinya. Tapi, janji tetaplah janji. Starla yakin sebanyak dan sejauh apa ia menghindar, Revanno akan tetap meminta hal itu.“Kalau benar ini yang pertama bagimu. Aku akan melakukannya dengan pelan-pelan, nggak akan sakit. Aku janji,” rayu Revanno sambil mengusap pipi Starla yang bersemu.Starla masih diam, ia terlalu bingung untuk menjawab seperti apa. Karena sungguh ini benar-benar pengalaman pertamanya. Ia memang sudah sering berhadapan dengan situasi seperti saat ini, tapi ti
Pagi itu Starla terbangun dengan rasa linu di sekujur tubuhnya. Ia masih mengumpulkan kesadarannya ketika ia mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandinya. Matanya menatap ke sekitar kamarnya, tiba-tiba Starla tersentak saat merasakan tubuhnya tertidur hanya berlapis selimut saja alias telanjang. Ia segera mengangkat tubuhnya, lalu beranjak dari posisi berbaring. “Aww ...” Starla meringis merasakan nyeri di sekitar bagian bawah. Starla menepuk jidatnya beberapa kali lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Ia masih tidak menyangka kalau semalam ia benar-benar melakukannya dengan Revanno. Seks? Dengan Revanno? Tapi Starla juga tidak mampu membohongi perasaannya semalam, ketika ia juga benar-benar menikmati permainan Revanno. Walaupun awalnya memang sangat menyakitkan tapi sakit itu terus berganti dengan kenikmatan yang belum pernah Starla rasakan. “Kamu benar-benar bodoh, Starla.” Wanita itu lagi-lagi menep
Revanno hanya mendengus ketika mendengar ucapan dari Kakeknya. Revanno sudah tidak akan merasa kaget lagi. Sejak dulu William memang selalu seperti itu. Suka sekali menyudutkan Revanno dan juga Ayahnya. Dan hal itu ternyata belum juga berubah, bahkan sampai detik ini.“Apakah seperti ini caramu mendidik seorang anak? Mungkin dia nanti juga akan bernasib sama sepertimu jika kamu saja tidak becus mendidiknya.” William kembali bersuara. Dan kali ini perkataan itu William tujukan untuk Marcus.“Jangan ungkit masa laluku lagi, Yah,” sahut Marcus.Marcus masih ingat betul kejadian bertahun-tahun yang lalu, ketika istrinya pergi meninggalkannya dan memilih untuk hidup bersama pria lain. Hal itulah yang membuat William membenci putranya sendiri—Marcus dan juga menantunya yang di anggapnya tidak tahu diri itu.“Aku kira kamu akan belajar menjadi orang tua yang lebih baik setelah mendapat pengalaman buruk itu. Tapi ternyata aku salah mengira,” ujar
Starla terus berjalan menyusuri rak-rak perlengkapan mandi di salah satu swalayan. Kalau bukan karena shamponya habis, mungkin ia tidak akan mau pergi keluar hari ini. Bayangkan saja, tubuhnya masih terasa remuk akibat permainannya dengan Revanno semalam. Apalagi daerah pangkal pahanya juga masih terasa sakit jika di gunakan untuk berjalan. Belum lagi tanda kissmark yang Revanno berikan hampir di seluruh lehernya, membuat Starla terpaksa harus memakai baju yang bisa menutupi lehernya. Padahal cuaca hari ini sangatlah panas. Aarrrgghh! Revanno sialaaan! Revanno brengsek! Starla melempar kasar botol shampo ke dalam keranjang belanjaannya. Setelah itu ia pergi membayarnya ke kasir. Dalam perjalanannya, lagi-lagi Starla melihat seorang pria yang dulu pernah menjadi korban penipuannya. Kenapa hidupnya harus seperti ini? Starla mulai panik karena sepertinya pria tersebut tengah berjalan ke arahnya. Terlebih setelah mereka saling beradu pandang untuk beberapa saat. “Gawat! Dia lihatku,”
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t