Share

Terjebak Gairah Sang Cassanova
Terjebak Gairah Sang Cassanova
Penulis: Kak Upe

A MISSION

Penulis: Kak Upe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-28 20:40:48

Rose menatap Luna dengan tatapan tajam, penuh dengan keraguan yang tersirat di matanya. Dia menghela napas sejenak sebelum melontarkan pertanyaan yang sudah lama mengganjal di pikirannya.

“Are you sure? Ini bukan misi sembarangan, Lun.” Peringatnya dengan nada serius.

Namun, Luna, seperti biasa, menjawab dengan sikap santainya. Ia menyilangkan kakinya di ujung sofa, seolah percakapan ini bukan hal besar baginya. “Kalau aku jawab tidak yakin, apa kau sendiri yang akan menjalankan misi ini, Rose?” balasnya sambil menyunggingkan senyuman sinis.

Rose hanya mengerlingkan matanya, sedikit kesal tetapi tak terlalu terkejut. Luna memang seringkali berbicara seenak jidatnya, belagu, dan itu! Terdengar seolah selalu meremehkan segalanya. Tapi Rose, sebagai teman baik sekaligus bos dalam bisnis rahasia ini, sudah terbiasa menghadapi karakter Luna yang lebih sering menyebalkan dari pada normalnya.

“Ck… kau ini sedang meragukan kemampuanku?” tukas Rose, menatap Luna dengan ujung matanya.

“Tidak! Aku tidak sedang meragukan kemampuanmu. Aku hanya bertanya saja. Secara kau sudah lama tidak turun misikan, Rose?” jawab Luna sambil berguling santai di sofa besar yang ada di markas mereka.

Rose mendesah. “Lun, aku tahu saat ini hanya kau satus-satunya orang yang paling tepat untuk menjalankan misi ini. Tapi permasalahannya entah mengapa feeling ku not good for this! Ini misi yang memakan waktu cukup lama, Lun! Aku merasa was-was! Aku khawatir dirimu yang lain bisa muncul kapan saja. Sampai saat ini kita masih belum tahu apa yang memicu kepribadian mu yang lain muncul? Kau paham maksudku kan, Lun? Siapa yang tahu kapan kau akan menjadi Lunna, Lucky, atau Lucy?” cecar Rose sambil melirik Luna dengan pandangan penuh arti.

Luna hanya tertawa kecil mendengar itu. Ia tahu, Rose tak sepenuhnya salah. Luna Arberto memang memiliki sesuatu yang tak biasa dalam dirinya—empat kepribadian berbeda yang hidup di tubuh yang sama.

Kepribadian pertama adalah Lunna Arberto, yang sering memegang kendali. Lunna adalah sosok yang dingin, pintar, dan percaya diri—perwujudan sempurna seorang nona muda dari keluarga kaya raya.

Lalu ada Luna, yang saat ini sedang berbicara dengan Rose. Berbeda dari Lunna, Luna cenderung ceroboh, sedikit bodoh, suka berbicara sembarangan, dan kadang terkesan belagu. Namun, di balik semua itu, Luna adalah sosok yang ramah jika seseorang sudah cukup mengenalnya. Yang lucu, meskipun dirinya adalah putri dari seorang miliarder, ia selalu merasa miskin.

Kemudian ada Lucky, seorang bocah lima tahun yang manja dan sering menyusahkan, meski terkadang menampilkan sisi polos yang menyenangkan. Dan yang terakhir adalah Lucy, seorang gadis berusia delapan belas tahun dengan jiwa bebas. Lucy suka berpakaian seksi dan memiliki pikiran yang liar, seringkali membuat yang lain kewalahan.

Rose menyerahkan sebuah amplop besar berisi data target mereka kali ini. Ia mengulurkan tangan, tapi tetap menahan amplop itu sebelum Luna berhasil meraihnya.

“Kau harus menjatuhkannya dengan cara apapun, Luna,” ujar Rose, serius. “Ingat! Kau tidak boleh sampai salah langkah. Karena kalau kau sampai salah langkah maka…”

“Ah, issht! Kau ini sebenarnya ingin aku menjalankan misi ini atau tidak sih?!” potong Luna dengan nada kesal. Ia langsung merebut amplop itu dengan gerakan kasar. “Lepasin, Rose!”

Tapi Rose masih belum mau melepaskan amplop itu. “Tapi, Lun…”

“Lepasin cepat! Misi ini memang dari awal untukku, kan? Kalau begitu, biar aku yang menyelesaikannya!” Luna mencicit dengan nada memaksa.

Akhirnya, dengan berat hati, Rose melepaskan amplop tersebut. Luna segera membukanya dengan penuh antusias.

“Nah, gitu dong!” serunya penuh semangat. Tapi sebelum membaca isinya, Luna teringat sesuatu. Matanya menyipit penuh selidik, lalu ia melontarkan pertanyaan yang to the point pada Rose.

“Wait! Kalau misi ini sangat penting, bayarannya pasti tinggi, kan?” tanyanya dengan mata yang berkilat penuh harapan. Sifat matre yang sudah melekat dalam dirinya tiba-tiba muncul, membuat Rose tak bisa menahan tawa kecil sambil menggelengkan kepala.

“Kau itu sudah kaya raya Luna?!! Kenapa uang tetap saja menjadi prioritas mu!” celetuk Rose sambil memijat pelan pelipisnya.

“Tell me.” Ujar Luna tidak sabaran.

Rose, partner sekaligus temannya yang sudah hafal luar dalam kepribadian Luna, hanya menghela napas panjang. "Heeemmm... tiga puluh kali lipat dari pembayaran yang biasa kita terima," jawabnya sambil mengusap tengkuk, berusaha tetap sabar menghadapi temannya yang selalu mencari untung dalam setiap misi yang dikerjakan.

Luna terkekeh puas. "Wow!!! Itu baru namanya misi," cicitnya. Lalu dengan semangat ia membuka amplop tersebut dan mengeluarkan beberapa foto. "Apa dia target kita?" tanyanya, menatap wajah seorang pria tampan di foto itu dengan satu alis terangkat.

"Yups! Namanya Darren Smith," jawab Rose,  yang akhirnya menyerah duduk di sofa di depan Luna, mencoba mempersiapkan diri untuk serangkaian pertanyaan yang pasti akan menyusul dari miss banyak tanya di depannya.

Luna menunjuk foto lain. "and this woman? Pacarnya? Atau jangan-jangan Istrinya?" tanya Luna sejurus kemudian.

"Bukan! Itu tunangannya. Namanya Mona," Rose menjelaskan sambil berusaha tetap tenang.

"So, misi yang harus aku kerjakan... ?" Lunna langsung to the point, sambil terus memandangi foto Darren dengan seksama, seperti berusaha memahami apa yang membuat pria ini jadi target.

"Misi kita adalah membuat pria bernama Darren Smith ini hancur sehingga dia tidak bisa terpilih sebagai direktur berikutnya," terang Rose sambil melipat tangan di dada, menatap Lunna dengan sorot serius.

Mata Luna menyipit penuh rasa penasaran. "Calon direktur? Menarik. Jadi siapa yang membayar kita kali ini?" tanyanya lagi, tingkat keponya mulai naik.

Rose hanya mendengus. "Maaf, Luna. Aku tidak dapat memberitahu soal itu. Identitas orang yang menyewa jasa kita tidak bisa aku katakan padamu. Itu sudah peraturan. Aku rasa kau pasti tidak lupa, kan?" Nada tegas Rose jelas menyampaikan bahwa topik ini tidak untuk dinegosiasi.

Luna memanyunkan bibir, ekspresi kekanakannya keluar. "Perasaan waktu misi terakhir, kau membocorkan informasi siapa yang membayar kita. Kenapa kali ini tidak? Kau ini sungguh tidak percaya pada temanmu sendiri."

Rose memutar bola matanya. "Aku percaya padamu, Luna. Tapi tidak pada watak GILA di dalam tubuhmu! Bisa saja Lucky atau Lucy yang membocorkannya." Celetuk Rose.

"Isssh! Dasar pelit!" seru Luna, tak puas dengan jawaban itu. Tapi ekspresinya segera berubah saat pandangannya kembali ke foto Darren. "Padahal kalau dilihat-lihat, pria ini punya mata hazel yang indah. Tapi wanita ini?" Ia menunjuk Mona di foto lain. "Dari matanya terlihat seperti wanita culas."

Rose hanya menghela napas panjang. "Pintar sekali kau menilai orang, Luna Arberto! Lalu apa penilaianmu tentang matamu sendiri? Apakah mata itu indah atau apa?" tanyanya, separuh kesal, separuh mengolok.

Luna terkikik, menjawab dengan santai, "Kalau mataku? Sudah pasti masuk kategori mata duitan. Mata yang selalu berubah hijau saat angka di rekeningku bertambah."

Rose hanya bisa menggeleng. Bicara dengan Luna memang menguji kesabaran, tapi masih jauh lebih baik dibandingkan harus berurusan dengan tiga kepribadian lainnya yang lebih rumit dan jauh lebih sulit dihadapi.

"Baiklah," kata Luna akhirnya. "Misi ini aku terima. Dan kau tenang saja. Akan aku pastikan Darren Smith gagal jadi direktur, dan juga rusak hubungan Darren dan Mona." Ia berdiri, dengan angkuh berjalan ke arah pintu.

"Jangan lupa, seperti biasa, kirimkan 50% pembayaran di awal paling lambat dua jam dari sekarang," tambah Luna sebelum membuka pintu. "Anggap saja misi ini sudah selesai." Dengan gaya percaya diri yang khas, Luna menghilang di balik pintu, meninggalkan Rose yang hanya bisa mendesah panjang.

Bab terkait

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   PULANG

    Luna melajukan mobilnya dengan kecepatan stabil menuju mansion keluarga Alberto. Dentuman musik yang menggelegar dari stereo mobilnya tidak cukup untuk meredam kekesalan yang menggelayuti hatinya sejak menerima pesan dari ayahnya tadi malam.Ada pesta topeng di mansion itu malam ini, dan Luna diwajibkan hadir. Sungguh sebuah hal yang sangat tidak Luna sukai.“Kenapa aku juga harus ada di sana?” gumamnya kesal sambil terus menekan pedal gas. Wajahnya cemberut, dan tangannya menggenggam kemudi dengan erat. “Bukankah sudah ada si anak ular dan ratu ular? Tanpa aku, pesta itu pasti sudah cukup lengkap!”Luna terus mengomel pada dirinya sendiri. Namun, kegusaran itu rupanya memicu sesuatu yang lain. Karakter – karakter lain dalam dirinya mulai muncul, seperti biasa saat emosinya tak terkendali."Haruskah kita pulang, Kak Luna?" tanya suara lembut Lucky bergema di pikiran Luna."Kalau nggak pulang, memangnya kau mau ke mana, Lucky?" belum sempat Luna menjawab pertanyaan Lucky, Lucy sudah me

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   JEBAKAN LUNA

    Setelah ayahnya keluar dari kamar, suasana kamar Lunna kembali tenang, meskipun keheningan itu segera pecah oleh suara gaduh dari dalam pikirannya."What!! Pesta lagi??! Kenapa sih orang kaya senang sekali berpesta? Dan apa kau benar-benar akan pergi ke pesta itu Lunna?" keluh Luna yang mendadak muncul, dengan suara penuh rasa ingin tahu.Jujur! Saat ini Luna kesal—setidaknya dalam pikirannya sendiri—seolah tidak habis pikir mengapa pesta menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup keluarga kaya.Sementara itu, Lunna, yang tengah duduk di depan cermin besar dan sibuk merias wajahnya, hanya bisa menghela napas panjang mendengar cerocosan Luna di dalam kepalanya. Dia tidak punya waktu untuk melayani ocehan Luna. Dengan nada ketus, Lunna berkata, "bisa tidak kau diam saja saat aku sedang merias wajahku? Aku butuh fokus!" Ia berharap dengan kata-katanya tersebut Luna bisa tenang walau untuk sesaat."Aku benar-benar tidak habis pikir! Untuk apa sih, para orang kaya ini menghamburkan uan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   ALTER EGO

    Albert menatap Damian dengan wajah penuh kekhawatiran. “Apa kau sudah bertemu dengan Luna?” tanyanya, mencoba mengumpulkan informasi tentang kondisi putri sahabatnya itu.Damian, yang tampak sedikit lelah, mengangguk pelan. “Hmm... dia baru saja pulang dan saat ini sedang ada di kamarnya,” jawabnya dengan nada datar, lalu menarik napas panjang sebelum melanjutkan. “Sepertinya dia baik-baik saja. Sepenglihatanku, tidak ada hal yang janggal saat kami bertemu tadi. Aku cukup yakin kalau tadi aku sedang berbicara dengan Lunna, bukan Luna atau pun karakter lain dalam dirinya.”Sebagai sahabat dekat sekaligus dokter pribadi keluarga Damian, Albert tahu persis apa yang sedang dihadapi oleh putri sahabatnya itu. Pasca kematian sang ibu, Luna mengalami kondisi yang tergolong jarang terjadi. Namun, penyakit itu jelas bukanlah sesuatu yang remeh seperti demam atau pilek.Awalnya, baik Damian maupun Albert menduga bahwa Luna mengidap Dissociative Identity Disorder (DID), atau yang lebih dikenal s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   GAYUNG BERSAMBUT

    Pesta Dansa malam itu akhirnya dimulai. Cahaya lampu kristal menyinari ruangan yang dipenuhi tamu-tamu bangsawan, berpakaian mewah dengan senyum dan percakapan basa-basi. Musik klasik mengalun, menciptakan atmosfer elegan yang begitu khas dalam acara keluarga Smith dan Arberto.Di sudut ruangan, Hector menepuk bahu Darren dengan ringan, ekspresi wajahnya penuh kesungguhan. "Darren! Arah jam sembilan," ujarnya tegas. Ia tahu betul bahwa sahabatnya itu akan segera menikahi tunangannya, Mona, dalam waktu dekat. Namun, sebagai teman, Filip tidak tega membiarkan Darren masuk ke dalam perangkap wanita licik seperti Mona. Bagaimana mungkin ia tega melihat Darren terikat dengan wanita yang memiliki hubungan gelap dengan paman Darren sendiri, Giovani Smith?Darren, yang sedari tadi tampak santai dengan kaki bersilang, hanya terkekeh kecil sambil mengangkat gelas wine miliknya. "Kau benar-benar tidak lelah mencoba, Filip. Padahal kau tahu bahwa semua usaha mu itu adalah hal yang percuma. Aku da

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29

Bab terbaru

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   GAYUNG BERSAMBUT

    Pesta Dansa malam itu akhirnya dimulai. Cahaya lampu kristal menyinari ruangan yang dipenuhi tamu-tamu bangsawan, berpakaian mewah dengan senyum dan percakapan basa-basi. Musik klasik mengalun, menciptakan atmosfer elegan yang begitu khas dalam acara keluarga Smith dan Arberto.Di sudut ruangan, Hector menepuk bahu Darren dengan ringan, ekspresi wajahnya penuh kesungguhan. "Darren! Arah jam sembilan," ujarnya tegas. Ia tahu betul bahwa sahabatnya itu akan segera menikahi tunangannya, Mona, dalam waktu dekat. Namun, sebagai teman, Filip tidak tega membiarkan Darren masuk ke dalam perangkap wanita licik seperti Mona. Bagaimana mungkin ia tega melihat Darren terikat dengan wanita yang memiliki hubungan gelap dengan paman Darren sendiri, Giovani Smith?Darren, yang sedari tadi tampak santai dengan kaki bersilang, hanya terkekeh kecil sambil mengangkat gelas wine miliknya. "Kau benar-benar tidak lelah mencoba, Filip. Padahal kau tahu bahwa semua usaha mu itu adalah hal yang percuma. Aku da

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   ALTER EGO

    Albert menatap Damian dengan wajah penuh kekhawatiran. “Apa kau sudah bertemu dengan Luna?” tanyanya, mencoba mengumpulkan informasi tentang kondisi putri sahabatnya itu.Damian, yang tampak sedikit lelah, mengangguk pelan. “Hmm... dia baru saja pulang dan saat ini sedang ada di kamarnya,” jawabnya dengan nada datar, lalu menarik napas panjang sebelum melanjutkan. “Sepertinya dia baik-baik saja. Sepenglihatanku, tidak ada hal yang janggal saat kami bertemu tadi. Aku cukup yakin kalau tadi aku sedang berbicara dengan Lunna, bukan Luna atau pun karakter lain dalam dirinya.”Sebagai sahabat dekat sekaligus dokter pribadi keluarga Damian, Albert tahu persis apa yang sedang dihadapi oleh putri sahabatnya itu. Pasca kematian sang ibu, Luna mengalami kondisi yang tergolong jarang terjadi. Namun, penyakit itu jelas bukanlah sesuatu yang remeh seperti demam atau pilek.Awalnya, baik Damian maupun Albert menduga bahwa Luna mengidap Dissociative Identity Disorder (DID), atau yang lebih dikenal s

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   JEBAKAN LUNA

    Setelah ayahnya keluar dari kamar, suasana kamar Lunna kembali tenang, meskipun keheningan itu segera pecah oleh suara gaduh dari dalam pikirannya."What!! Pesta lagi??! Kenapa sih orang kaya senang sekali berpesta? Dan apa kau benar-benar akan pergi ke pesta itu Lunna?" keluh Luna yang mendadak muncul, dengan suara penuh rasa ingin tahu.Jujur! Saat ini Luna kesal—setidaknya dalam pikirannya sendiri—seolah tidak habis pikir mengapa pesta menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup keluarga kaya.Sementara itu, Lunna, yang tengah duduk di depan cermin besar dan sibuk merias wajahnya, hanya bisa menghela napas panjang mendengar cerocosan Luna di dalam kepalanya. Dia tidak punya waktu untuk melayani ocehan Luna. Dengan nada ketus, Lunna berkata, "bisa tidak kau diam saja saat aku sedang merias wajahku? Aku butuh fokus!" Ia berharap dengan kata-katanya tersebut Luna bisa tenang walau untuk sesaat."Aku benar-benar tidak habis pikir! Untuk apa sih, para orang kaya ini menghamburkan uan

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   PULANG

    Luna melajukan mobilnya dengan kecepatan stabil menuju mansion keluarga Alberto. Dentuman musik yang menggelegar dari stereo mobilnya tidak cukup untuk meredam kekesalan yang menggelayuti hatinya sejak menerima pesan dari ayahnya tadi malam.Ada pesta topeng di mansion itu malam ini, dan Luna diwajibkan hadir. Sungguh sebuah hal yang sangat tidak Luna sukai.“Kenapa aku juga harus ada di sana?” gumamnya kesal sambil terus menekan pedal gas. Wajahnya cemberut, dan tangannya menggenggam kemudi dengan erat. “Bukankah sudah ada si anak ular dan ratu ular? Tanpa aku, pesta itu pasti sudah cukup lengkap!”Luna terus mengomel pada dirinya sendiri. Namun, kegusaran itu rupanya memicu sesuatu yang lain. Karakter – karakter lain dalam dirinya mulai muncul, seperti biasa saat emosinya tak terkendali."Haruskah kita pulang, Kak Luna?" tanya suara lembut Lucky bergema di pikiran Luna."Kalau nggak pulang, memangnya kau mau ke mana, Lucky?" belum sempat Luna menjawab pertanyaan Lucky, Lucy sudah me

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   A MISSION

    Rose menatap Luna dengan tatapan tajam, penuh dengan keraguan yang tersirat di matanya. Dia menghela napas sejenak sebelum melontarkan pertanyaan yang sudah lama mengganjal di pikirannya.“Are you sure? Ini bukan misi sembarangan, Lun.” Peringatnya dengan nada serius.Namun, Luna, seperti biasa, menjawab dengan sikap santainya. Ia menyilangkan kakinya di ujung sofa, seolah percakapan ini bukan hal besar baginya. “Kalau aku jawab tidak yakin, apa kau sendiri yang akan menjalankan misi ini, Rose?” balasnya sambil menyunggingkan senyuman sinis.Rose hanya mengerlingkan matanya, sedikit kesal tetapi tak terlalu terkejut. Luna memang seringkali berbicara seenak jidatnya, belagu, dan itu! Terdengar seolah selalu meremehkan segalanya. Tapi Rose, sebagai teman baik sekaligus bos dalam bisnis rahasia ini, sudah terbiasa menghadapi karakter Luna yang lebih sering menyebalkan dari pada normalnya.“Ck… kau ini sedang meragukan kemampuanku?” tukas Rose, menatap Luna dengan ujung matanya.“Tidak! A

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status