Share

PULANG

Penulis: Kak Upe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-28 21:09:41

Luna melajukan mobilnya dengan kecepatan stabil menuju mansion keluarga Alberto. Dentuman musik yang menggelegar dari stereo mobilnya tidak cukup untuk meredam kekesalan yang menggelayuti hatinya sejak menerima pesan dari ayahnya tadi malam.

Ada pesta topeng di mansion itu malam ini, dan Luna diwajibkan hadir. Sungguh sebuah hal yang sangat tidak Luna sukai.

“Kenapa aku juga harus ada di sana?” gumamnya kesal sambil terus menekan pedal gas. Wajahnya cemberut, dan tangannya menggenggam kemudi dengan erat. “Bukankah sudah ada si anak ular dan ratu ular? Tanpa aku, pesta itu pasti sudah cukup lengkap!”

Luna terus mengomel pada dirinya sendiri. Namun, kegusaran itu rupanya memicu sesuatu yang lain. Karakter – karakter lain dalam dirinya mulai muncul, seperti biasa saat emosinya tak terkendali.

"Haruskah kita pulang, Kak Luna?" tanya suara lembut Lucky bergema di pikiran Luna.

"Kalau nggak pulang, memangnya kau mau ke mana, Lucky?" belum sempat Luna menjawab pertanyaan Lucky, Lucy sudah menyahut terlebih dahulu, suaranya nyaring dan penuh ejekan.

"Jangan bilang kau mau membawa kami semua ke warnet lagi! Aku masih ingat terakhir kali kau memaksa kita ke sana? Sungguh memalukan!" tambah Lucy

Lunna- karakter sedari tadi entah kemana tiba-tiba muncul. “Kambuh lagi, nih, dua orang ini,” gumam Lunna.

“Astaga!! Si nona perfeksionis sudah muncul! Sebaiknya aku cabut!” seru Lucky, terdengar lebih seperti sebuah pengumuman.

“Lucky! Tunggu aku!” Lucy langsung mengikuti jejak Lucky, dan menghilang begitu saja dari pikiran Luna.

Lucky dan Lucy memang tak pernah akur dengan Lunna- karakter lain yang memiliki sifat sangat bertolak belakang dengan mereka. Jika Lucky dan Lucy suka kebebasan dan cenderung sembrono, Lunna justru dingin, tegas, dan perfeksionis. Namun, kehadiran Lunna adalah alasan mengapa Luna tetap mampu menjaga diri, meskipun ada bagian dalam dirinya yang liar seperti Lucy.

“Jangan dengarkan mereka. Pulanglah,” perintah Lunna, tegas seperti biasa.

“Aku malas,” jawab Luna. “Kau saja yang ambil alih. Aku ingin tidur atau bermain dengan Lucky dan Lucy.”serah Luna seenaknya pada Lunna yang baru saja muncul.

“Sesekali kau juga harus muncul, Luna. Ayah pasti rindu padamu,” balas Lunna, nada bicaranya tak berubah.

“Tapi aku belum siap untuk kembali... Tolonglah, Lunna, kau saja,” rengek Luna. Sebuah alasan membuatnya karakter Luna tidak pernah muncul lagi di hadapan sang ayah.

Lunna yang sangat memahami Luna akhirnya hanya mendesah kecil sebelum berkata, “Baiklah.”

Hanya dalam sekejap, Lunna mengambil alih tubuh itu. Tatapannya yang dingin dan penuh wibawa kini terpancar dari mata indahnya, menggantikan kelembutan dan keraguan milik Luna. Tidak ada lagi aura gusar atau ceroboh.

Perjalanan menuju mansion berakhir tanpa hambatan, dan Lunna kini berdiri di depan rumah mewah itu, disambut dengan ejekan Andine, adik tirinya.

"Itu dia si anak haram pulang," cetus Andine dengan nada sinis.

“Andine, jaga bicaramu! Luna tetap kakakmu,” tegur Dian, ibu tiri Lunna, dengan nada basa-basi seperti biasanya.

“Thanks! But really, I don’t need it,” jawab Lunna tanpa ekspresi. Tatapan dinginnya menusuk Dian tepat sebelum ia berlalu menuju kamarnya, tanpa menunggu respon lebih lanjut.

Andine mendengus kesal, sementara Dian bergumam pelan, “Apa dia pikir aku sungguh-sungguh ingin membelanya?”

Lunna tidak peduli. Ia tahu bagaimana hubungan mereka sebenarnya. Baginya, Dian dan Andine hanyalah pasangan ular berbisa yang bersembunyi di balik senyum palsu yang biasa mereka pamerkan. Saking muaknya dengan semua kepalsuan itu, Lunna lebih memilih berada di dalam kamar, jauh dari sandiwara mereka. Selain itu, dia juga harus menyembunyikan kebenaran tentang karakter-karakter lain di dalam tubuhnya. Jangan sampai dia dianggap gila bila semua karakter itu tiba-tiba keluar.

***

Pintu kamar Lunna terbuka, dan di sana, ia melihat ayahnya, Damian Alberto, duduk di tepi ranjang sambil memandangi sebuah foto lama. Foto itu menunjukkan Luna kecil bersama ibunya, mendiang istri Damian, sedang bermain di tepi pantai.

"Papa...?" panggil Lunna, sedikit terkejut melihat kehadiran sang ayah di kamarnya.

"Luna? Kau sudah pulang, sayang?" tanya Damian sambil tersenyum tipis, meski jelas terlihat kesedihan di matanya.

"Baru saja, Papa," jawab Lunna, mendekat pelan. Ia melirik foto yang dipegang ayahnya dan menyadari alasan di balik kesedihan itu.

“Aku rindu padamu... dan juga pada ibumu,” ucap Damian sambil menghapus air matanya yang mulai menetes.

“Papa menangis?” Lunna bertanya pelan, tangannya terulur untuk menghapus sisa air mata di pipi ayahnya.

Damian hanya tersenyum samar. “Papa sangat rindu. Kau satu-satunya yang membuat papa merasa utuh.” Ucapnya dalam senyum penuh kesedihan.

Ia menepuk sisi ranjang di sampingnya, mengisyaratkan agar Lunna duduk di sebelahnya. “Ceritakan pada papa, kemana saja kau selama seminggu ini? Kenapa kau tidak pulang? Apa papa melakukan kesalahan?” tanyanya hati-hati.

Lunna menggeleng kecil, tersenyum tipis. “Tidak, Papa. Aku hanya bosan di rumah. Aku ingin menikmati waktu di luar. Papa tahu kan, aku tidak suka rutinitas yang monoton. Bukankah adrenalin harus tetap terpacu? Makanya aku keluar.” jawabnya dengan nada santai, menutupi kebenaran di balik kepergiannya. Karakter Lunna memang yang paling menguasai situasi dan kondisi seperti saat ini. Itulah menjadikan Lunna sebagai karakter yang paling di andalkan bila mereka berempat harus pulang ke rumah.

Damian mengangguk, meski raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. “Tapi setidaknya kabari papa, nak. Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi padamu?”

“Papa tenang saja. Aku baik-baik saja.” Jawab Lunna tersenyum, menenangkan ayahnya dengan sentuhan lembut di tangan. Dalam hatinya, ia tahu bahwa Damian adalah satu-satunya alasan mengapa mereka tetap bertahan di rumah penuh konflik ini.

Bab terkait

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   JEBAKAN LUNA

    Setelah ayahnya keluar dari kamar, suasana kamar Lunna kembali tenang, meskipun keheningan itu segera pecah oleh suara gaduh dari dalam pikirannya."What!! Pesta lagi??! Kenapa sih orang kaya senang sekali berpesta? Dan apa kau benar-benar akan pergi ke pesta itu Lunna?" keluh Luna yang mendadak muncul, dengan suara penuh rasa ingin tahu.Jujur! Saat ini Luna kesal—setidaknya dalam pikirannya sendiri—seolah tidak habis pikir mengapa pesta menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup keluarga kaya.Sementara itu, Lunna, yang tengah duduk di depan cermin besar dan sibuk merias wajahnya, hanya bisa menghela napas panjang mendengar cerocosan Luna di dalam kepalanya. Dia tidak punya waktu untuk melayani ocehan Luna. Dengan nada ketus, Lunna berkata, "bisa tidak kau diam saja saat aku sedang merias wajahku? Aku butuh fokus!" Ia berharap dengan kata-katanya tersebut Luna bisa tenang walau untuk sesaat."Aku benar-benar tidak habis pikir! Untuk apa sih, para orang kaya ini menghamburkan uan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   ALTER EGO

    Albert menatap Damian dengan wajah penuh kekhawatiran. “Apa kau sudah bertemu dengan Luna?” tanyanya, mencoba mengumpulkan informasi tentang kondisi putri sahabatnya itu.Damian, yang tampak sedikit lelah, mengangguk pelan. “Hmm... dia baru saja pulang dan saat ini sedang ada di kamarnya,” jawabnya dengan nada datar, lalu menarik napas panjang sebelum melanjutkan. “Sepertinya dia baik-baik saja. Sepenglihatanku, tidak ada hal yang janggal saat kami bertemu tadi. Aku cukup yakin kalau tadi aku sedang berbicara dengan Lunna, bukan Luna atau pun karakter lain dalam dirinya.”Sebagai sahabat dekat sekaligus dokter pribadi keluarga Damian, Albert tahu persis apa yang sedang dihadapi oleh putri sahabatnya itu. Pasca kematian sang ibu, Luna mengalami kondisi yang tergolong jarang terjadi. Namun, penyakit itu jelas bukanlah sesuatu yang remeh seperti demam atau pilek.Awalnya, baik Damian maupun Albert menduga bahwa Luna mengidap Dissociative Identity Disorder (DID), atau yang lebih dikenal s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   GAYUNG BERSAMBUT

    Pesta Dansa malam itu akhirnya dimulai. Cahaya lampu kristal menyinari ruangan yang dipenuhi tamu-tamu bangsawan, berpakaian mewah dengan senyum dan percakapan basa-basi. Musik klasik mengalun, menciptakan atmosfer elegan yang begitu khas dalam acara keluarga Smith dan Arberto.Di sudut ruangan, Hector menepuk bahu Darren dengan ringan, ekspresi wajahnya penuh kesungguhan. "Darren! Arah jam sembilan," ujarnya tegas. Ia tahu betul bahwa sahabatnya itu akan segera menikahi tunangannya, Mona, dalam waktu dekat. Namun, sebagai teman, Filip tidak tega membiarkan Darren masuk ke dalam perangkap wanita licik seperti Mona. Bagaimana mungkin ia tega melihat Darren terikat dengan wanita yang memiliki hubungan gelap dengan paman Darren sendiri, Giovani Smith?Darren, yang sedari tadi tampak santai dengan kaki bersilang, hanya terkekeh kecil sambil mengangkat gelas wine miliknya. "Kau benar-benar tidak lelah mencoba, Filip. Padahal kau tahu bahwa semua usaha mu itu adalah hal yang percuma. Aku da

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   A MISSION

    Rose menatap Luna dengan tatapan tajam, penuh dengan keraguan yang tersirat di matanya. Dia menghela napas sejenak sebelum melontarkan pertanyaan yang sudah lama mengganjal di pikirannya.“Are you sure? Ini bukan misi sembarangan, Lun.” Peringatnya dengan nada serius.Namun, Luna, seperti biasa, menjawab dengan sikap santainya. Ia menyilangkan kakinya di ujung sofa, seolah percakapan ini bukan hal besar baginya. “Kalau aku jawab tidak yakin, apa kau sendiri yang akan menjalankan misi ini, Rose?” balasnya sambil menyunggingkan senyuman sinis.Rose hanya mengerlingkan matanya, sedikit kesal tetapi tak terlalu terkejut. Luna memang seringkali berbicara seenak jidatnya, belagu, dan itu! Terdengar seolah selalu meremehkan segalanya. Tapi Rose, sebagai teman baik sekaligus bos dalam bisnis rahasia ini, sudah terbiasa menghadapi karakter Luna yang lebih sering menyebalkan dari pada normalnya.“Ck… kau ini sedang meragukan kemampuanku?” tukas Rose, menatap Luna dengan ujung matanya.“Tidak! A

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28

Bab terbaru

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   GAYUNG BERSAMBUT

    Pesta Dansa malam itu akhirnya dimulai. Cahaya lampu kristal menyinari ruangan yang dipenuhi tamu-tamu bangsawan, berpakaian mewah dengan senyum dan percakapan basa-basi. Musik klasik mengalun, menciptakan atmosfer elegan yang begitu khas dalam acara keluarga Smith dan Arberto.Di sudut ruangan, Hector menepuk bahu Darren dengan ringan, ekspresi wajahnya penuh kesungguhan. "Darren! Arah jam sembilan," ujarnya tegas. Ia tahu betul bahwa sahabatnya itu akan segera menikahi tunangannya, Mona, dalam waktu dekat. Namun, sebagai teman, Filip tidak tega membiarkan Darren masuk ke dalam perangkap wanita licik seperti Mona. Bagaimana mungkin ia tega melihat Darren terikat dengan wanita yang memiliki hubungan gelap dengan paman Darren sendiri, Giovani Smith?Darren, yang sedari tadi tampak santai dengan kaki bersilang, hanya terkekeh kecil sambil mengangkat gelas wine miliknya. "Kau benar-benar tidak lelah mencoba, Filip. Padahal kau tahu bahwa semua usaha mu itu adalah hal yang percuma. Aku da

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   ALTER EGO

    Albert menatap Damian dengan wajah penuh kekhawatiran. “Apa kau sudah bertemu dengan Luna?” tanyanya, mencoba mengumpulkan informasi tentang kondisi putri sahabatnya itu.Damian, yang tampak sedikit lelah, mengangguk pelan. “Hmm... dia baru saja pulang dan saat ini sedang ada di kamarnya,” jawabnya dengan nada datar, lalu menarik napas panjang sebelum melanjutkan. “Sepertinya dia baik-baik saja. Sepenglihatanku, tidak ada hal yang janggal saat kami bertemu tadi. Aku cukup yakin kalau tadi aku sedang berbicara dengan Lunna, bukan Luna atau pun karakter lain dalam dirinya.”Sebagai sahabat dekat sekaligus dokter pribadi keluarga Damian, Albert tahu persis apa yang sedang dihadapi oleh putri sahabatnya itu. Pasca kematian sang ibu, Luna mengalami kondisi yang tergolong jarang terjadi. Namun, penyakit itu jelas bukanlah sesuatu yang remeh seperti demam atau pilek.Awalnya, baik Damian maupun Albert menduga bahwa Luna mengidap Dissociative Identity Disorder (DID), atau yang lebih dikenal s

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   JEBAKAN LUNA

    Setelah ayahnya keluar dari kamar, suasana kamar Lunna kembali tenang, meskipun keheningan itu segera pecah oleh suara gaduh dari dalam pikirannya."What!! Pesta lagi??! Kenapa sih orang kaya senang sekali berpesta? Dan apa kau benar-benar akan pergi ke pesta itu Lunna?" keluh Luna yang mendadak muncul, dengan suara penuh rasa ingin tahu.Jujur! Saat ini Luna kesal—setidaknya dalam pikirannya sendiri—seolah tidak habis pikir mengapa pesta menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup keluarga kaya.Sementara itu, Lunna, yang tengah duduk di depan cermin besar dan sibuk merias wajahnya, hanya bisa menghela napas panjang mendengar cerocosan Luna di dalam kepalanya. Dia tidak punya waktu untuk melayani ocehan Luna. Dengan nada ketus, Lunna berkata, "bisa tidak kau diam saja saat aku sedang merias wajahku? Aku butuh fokus!" Ia berharap dengan kata-katanya tersebut Luna bisa tenang walau untuk sesaat."Aku benar-benar tidak habis pikir! Untuk apa sih, para orang kaya ini menghamburkan uan

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   PULANG

    Luna melajukan mobilnya dengan kecepatan stabil menuju mansion keluarga Alberto. Dentuman musik yang menggelegar dari stereo mobilnya tidak cukup untuk meredam kekesalan yang menggelayuti hatinya sejak menerima pesan dari ayahnya tadi malam.Ada pesta topeng di mansion itu malam ini, dan Luna diwajibkan hadir. Sungguh sebuah hal yang sangat tidak Luna sukai.“Kenapa aku juga harus ada di sana?” gumamnya kesal sambil terus menekan pedal gas. Wajahnya cemberut, dan tangannya menggenggam kemudi dengan erat. “Bukankah sudah ada si anak ular dan ratu ular? Tanpa aku, pesta itu pasti sudah cukup lengkap!”Luna terus mengomel pada dirinya sendiri. Namun, kegusaran itu rupanya memicu sesuatu yang lain. Karakter – karakter lain dalam dirinya mulai muncul, seperti biasa saat emosinya tak terkendali."Haruskah kita pulang, Kak Luna?" tanya suara lembut Lucky bergema di pikiran Luna."Kalau nggak pulang, memangnya kau mau ke mana, Lucky?" belum sempat Luna menjawab pertanyaan Lucky, Lucy sudah me

  • Terjebak Gairah Sang Cassanova   A MISSION

    Rose menatap Luna dengan tatapan tajam, penuh dengan keraguan yang tersirat di matanya. Dia menghela napas sejenak sebelum melontarkan pertanyaan yang sudah lama mengganjal di pikirannya.“Are you sure? Ini bukan misi sembarangan, Lun.” Peringatnya dengan nada serius.Namun, Luna, seperti biasa, menjawab dengan sikap santainya. Ia menyilangkan kakinya di ujung sofa, seolah percakapan ini bukan hal besar baginya. “Kalau aku jawab tidak yakin, apa kau sendiri yang akan menjalankan misi ini, Rose?” balasnya sambil menyunggingkan senyuman sinis.Rose hanya mengerlingkan matanya, sedikit kesal tetapi tak terlalu terkejut. Luna memang seringkali berbicara seenak jidatnya, belagu, dan itu! Terdengar seolah selalu meremehkan segalanya. Tapi Rose, sebagai teman baik sekaligus bos dalam bisnis rahasia ini, sudah terbiasa menghadapi karakter Luna yang lebih sering menyebalkan dari pada normalnya.“Ck… kau ini sedang meragukan kemampuanku?” tukas Rose, menatap Luna dengan ujung matanya.“Tidak! A

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status